Ibnu Malkan Hasbi S.Pi M.Si
Orang-orang yang berhenti menimba ilmu akan menjadi pemilik masa lalu, orang-orang yang terus menimba ilmu akan menjadi pemilik masa depan (Mario Teguh) Let's Follow @ibnumalkanhasbi
Selasa, 14 Januari 2020
Jumat, 03 Januari 2020
Praktek Lapang BIOEKONOMI Perikanan
LAPORAN PRAKTEK LAPANG
BIOEKONOMI PERIKANAN
ANALISIS HASIL TANGKAPAN GILL NET DAN PANCING TONDA PELABUHAN PENDARATAN IKAN (PPI)
PAOTERE
KELOMPOK 3
OLEH:
WILDA WIDYASTUTY
IRKA IRAWATI
WINDA YUWAINDA
RENALDI TOSUA
YANIUS
JUNAEDI
Asisten :
Muhammad Fadhil
Rahmayunita
DOSEN PENGAMPUH MataKuliah
IBNU MALKAN HASBI, S.Pi., M.Si
PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERAIRAN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI KELAUTAN BALIK DIWA
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Yang Maha Esa. Yang telah melimpahkan hidayahnya dan memberi kami kesempatan dalam menyelesaikan laporan praktikum yang kami buat ini.Laporan ini di susun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan praktikum bagi para mahasiswa
Di kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak terkait peraktikum. Yang telah memberi dukungan moral. Dan juga bimbingan pada kami. Ucapan terima kasih ini kamu tujukan kepada :
1. Bapak Prof,Dr,H,Muh,Akmal Ibrahim, M.Si, selaku ketua STITEK
2. Bapak Ibnu Malkan Hasbi, S.Pi, M.Si selaku dosen pengajar
3. Kakak Rahmayunita selaku asisten dosen yang telah membimbing penulis selama melakukan peraktek
4. Kakak Muhammad Fadhil selaku asisten dosen yang telah membimbing penulis selama melakukan peraktek
5. Teman-teman yang ikut mendukung proses praktek
Susunan laporan peraktek ini sudah di buat sebaik-baiknya, namun tentu masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu jika ada kritik atau saran apapun yang sifatnya membangun bagi penulis, dengan senang hati akan penulis terima.
Makassar,18 Mei 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR LAMPIRAN vi
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Praktek Lapang 3
C. Manfaat Praktek Lapang 3
BAB II 4
METODOLOGI 4
A. Waktu Dan Tempat 4
B. Alat Dan Bahan 4
C. Alur Pengambilan Data Di Lapangan 4
BAB III 6
PEMBAHASAN 6
A. Kondisi Di Lapangan 6
B. Peranan Parameter Oseonegrafi Pada Ikan Pelagis 10
C. Produksi jenis Ikan Yang Di Tangkap 11
D. Daerah Fishing Ground 13
E. Jenis Alat Tangkap Yang Digunakan 14
A. GILL NET 14
B. PANCING TONDA 19
F. Fasilitas-fasilitas TPI Paotere 24
DAFTAR PUSTAKA 29
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Alat yang di guanakan 4
Tabel 2. Hasil tangkapan 12
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.Ikan tembang 11
Gambar 2. Ikan tuna 12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil tangkapan 24
Lampiran 2. Alat tangkap 25
Lampiran 3. Fasilitas TPI Potere 26
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan pelagis kecil adalah kelompok besar ikan yang membentuk schooling di dalam kehidupannya dan mempunyai sifat berenang bebas dengan melakukan migrasi secara vertikal maupun horizontal mendekati permukaan dengan ukuran tubuh relatif kecil (Widodo et al. 1994; Fréon et al. 2005). Beberapa contoh ikan pelagis kecil antara lain layang (Decapterus spp), kembung (Rastrelliger sp), siro (Amblygaster sirm), selar (Selaroides sp), tembang (Sardinella fimbriata), dan teri (Stolephorus spp) (Gafa et al. 1993; Widodo et al.1994 ; Pet-Soede et al. 1999).
Sumberdaya ikan pelagis kecil diduga merupakan salah satu sumberdaya ikan yang paling melimpah di perairan Indonesia. Hampir seluruh hasil tangkapan ikan pelagis kecil yang didaratkan di Indonesia dikonsumsi lokal karena harganya relatif murah dan rasanya enak, sehingga diduga kontribusinya terhadap pemenuhan kebutuhan protein dari ikan bagi masyarakat sangatlah nyata. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan ikan pelagis kecil ini, maka kelestariannya perlu dijaga agar dapat dimanfaatkan secara terus menerus dan dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang.
Prinsip dasar dalam pengelolaan sumberdaya ikan adalah bagaimana memanfaatkan sumberdaya ikan yang tidak hanya menghasilkan manfaat ekonomi yang tinggi bagi pengguna, namun tetap menjaga kelestariannya (keberlanjutan). Clark (1985) mengungkapkan bahwa pendekatan bioekonomi adalah pendekatan yang memadukan kekuatan ekonomi yang mempengaruhi industri penangkapan dan faktor biologi yang menentukan produksi suplai ikan. Pemakaian konsep ekonomi dimaksudkan untuk optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan berdasarkan tinjauan ekonomi. Lebih lanjut dikatakan bahwa pendekatan bioekonomi merupakan suatu bentuk pendekatan yang mengakomodasikan harga yang berubah karena perubahan volume produksi. Selain itu melalui pendekatan bioekonomi dapat diketahui profitabilitas dan produktifitas dari nelayan.
Bioekonomi perikanan merupakan ilmu yang bersifat multi disiplin ilmu. Dalam bioekonomi model dasarnya menggunakan teori dan konsep biologi yang selanjutnya di padukan dengan konsep ekonomi. Pemakaian konsep ekonomi dimkasudkan untuk optimalisasi pemanfaatan sumberdaya hayati bedasarkan tinjauan ekonomi. Sedangkan bioekonmi perikanan merupakan aplikasi konsep bioekonomi pada bidang perikanan.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pengolahan perikanan seperti yang di manfaatkan dalam undang-undang No.31 tahun 2004 tentang perikanan yaitu agar sumberdaya ikan tetap lestari serta pemanfatannya dapat optimal dan berkelanjutan, maka perlu di lakukan beberapa langkah yang berkaitan dengan penggunaan alat penangkapan ikan diantaranya yaitu, pembuatan ketentuan atau pengaturan yang mengatur tentang penggunaan alat penangkapan ikan, pencatuman jenis dan dimensi utama alat penangkapan ikan yang di gunakan dalam SIPI,pengawasan penggunaan alat penangkapan ikan di lapangan.
B. Tujuan Praktek Lapang
Adapun tujuan melakukan peraktek lapang ini sebagai berikut
1. Untuk mengetahui keadaan umum perikanan pelagis di potere
2. Mengetahui potensi dan tingkat pemanfaatan ikan pelagis
3. Menganalisis bioekonomi ikan pelagis
C. Manfaat Praktek Lapang
1. Pengembangan ilmu dan pengetahuan tentang pengolahan sumberdaya perikanan
2. Dapat bagaimana menganalisis bioekonomi ikan pelagis
BAB II
METODOLOGI
A. Waktu Dan Tempat
Peraktek lapang di laksanakan di pangkalan pendaratan ikan (PPI) Potere, jl. Sabutung 3, kelurahan Camba Berua, kecematan ujung tanah, Makassar, Sulawesi Selatan. Pada tanggal 18 dan 22 Mei 2019 yang di lakukan oleh program study pemanfaatan sumberdaya perikanan fakultas ilmu kelautan dan perikanan STITEK Balik Diwa Makassar
B. Alat Dan Bahan
Tabel 1.1 alat yang di gunakan berupa :
ALAT DAN BAHAN KEGUNAAN
Alat tulis menulis
Kamera Untuk mecatat data
Untuk dokumentasi hasil yang di dapat di lapangan
C. Alur Pengambilan Data Di Lapangan
1. Wawancara
Wawancara atau interview merupakan salah satu tehnik pengumpulan data, dimana terjadi komunikasi secara verbal antara pewawancara dengan subjek wawancara. Menurut Moleong wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewe) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
2. Observasi
Metode observasi adalah cara pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan secara sistematis mengenai fenomena yang diselidiki. Hal ini senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Margono observasi diartikan sebagai pengamatan atau pencatatan yangsistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian(Margono, 1997: 158). Terdapat beberapa variasi bentuk observasiyang dilakukan oleh peneliti yaitu (1) observasi partisipasi aktif, yaknipeneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamatiatau yang digunakan sebagai sumber data penelitian, sambilmelakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakanoleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. (2) observasipartisipasi pasif, yakni peneliti hanya datang di tempat kegiatan orangyang diamati, mencatat hal-hal yang diamati dan tidak ikut terlibatdalam kegiatan tersebut. (Sugiyono, 2008: 66).
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah sebuah cara yang di lakukan untuk menyediakan dokumen-dokumen dengan menggunakan bukti yang akurat dari pencatatan sumber-sumber informasi khusus dari karangan/ tulisan dan sebagainya.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kondisi Di Lapangan
Pelabuhan potere menjadi salah satu tempat bersandarnya kapal-kapal. Potere adalah salah satu pelabuhan perahu yang terletak di kecematan Ujung tanah, Makassar, Sulawesi Selatan. Pelabuhan yang berjarak ± 5 km (± 30 menit) dari pusat kota Makassar ini merupakan salah satu pelabuhan rakyat warisan tempo doloe yang masih bertahan dan merupakan bukti peninggalan kerajaan Gowa-Tallo sejak abad ke-14 sewaktu memberangkatkan sekitar 200 armada perahu phinisi ke Malaka.
Pelabuhan potere sekarang ini masih di pakai sebagai pelabuhan perahu-perahu rakyat seperti phinisi dan lambo dan juga menjadi pusat niaga nelayan, dimana dapat di lihat di sepanjang jalan di pelabuhan berjejer tokoh-tokoh yang menjual bertbagai macam jenis ikan kering, perlengkapan nelayan, serta beberapa restoran seafood.
Sejarah potere di bangun pada tahun 1991 pengadaan saran PPI paotere kota Makassar atas program bersama antara Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan dengan Direktorat jendral perikanan melalui proyek pengembangan prasarana perikanan tahun anggaran 1991/1992, yang dananya bersumber dari bantuan luar negri (ADB) sebesar Rp.981.222.000,-(sembilan ratus delapan puluh satu juta dua ratus dua puluh dua ribu rupiah), dan dari APBN sebesar Rp.55.910.000,- (lima puluh lima juta sembilan ratus sepuluh ribu rupiah).
Pembangunan fisik di laksanakan selama 11 bulan, mulai dari bulan Maret 1991 sampai dengan bulan Januari 1992 dan PPI paotere mulai di funsikan nelayan pada bulan Maret 1992, dengan rincian pembangunan fisik sebagai berikut:
• 16 unit sarana di bangun melalui dana bantuan luar negri (ADB)
• 3 unit traktor saran di bangun melalui dana APBD kota Makassar
• 1 unit traktor sarana di bangun melalui swadaya masyarakat yakni melalui koperasi insan perkanan potere
Pada tahun anggarana 2002, pangkalan pendaratan ikan (PPI) potere kembali di lakukan pengembangan dengan merahibilitasi beberapa fasilitas sarana yang ada, serta membangun beberapa fasilitas sarana yang sebelumnya dimiliki PPI potere dengan menghabiskan dana sebesar Rp.5.293.311.000,- (lima milyar dua ratus sembilan pulu tiga juta tiga ratus sebelas ribu rupiah), sumber dana berasal dari bantuan luar negri.
Pada tahun anggaran 2008 pangkalan pendaratan ikan (PPI) potere kembali di reabilitasi melalui dana APBN, yang pelaksanaannya di lakukan dinas perikanan kelautan provinsi Sulawesi Selatan dengan dana sebesar Rp.700.000.000,- (tujun ratus juta rupiah), dengan rincian pembangunan fisik diantaranya :
• Rehabilitasi Pelataran Dermaga
• Rehabilitasi Pelataran Pelelangan Ikan
• Rehabilitasi Lahan Parkir PPI Potere
• Rehabilitasi Drainase Dan
• Rehabilitasi Atap
Pada tahun 2008, pemerintah pusat melalui Depertemen Kelautan dan Perikanan mengeluarkan program pengembangan sistem rantai dingin ( cold chine system) di berbagai daerah di indonesia. Khusus provinsi Sulawesi Selatan, pangkalan pendaran ikan(PPI) Potere kota makassar mendapat kesempatan sebagai tempat pelaksanaan program pengembangan system rantai dingin ( coold chine system) dan merupakan sarana percontohan sistem rantai dingi (CCS) di provinsi Sulawesi Selatan.
Pada tahun 2009, PPI Potere merahabilitasi pelataran parkir depan kantor PPI Potere melalui dana APBN. Tujuan adanya usaha pengembangan sistem rantai dingin dalam wilayah kota Makassar dalah:
• Untuk menekan tingkat kemunduran mutu ikan slama peroses distribusi berlangsung
• Meningkatkan mutu peoduk perikanan dan penyediaan bahan pangan protein hewani yang bergizi dlam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia.
• Meningkatkan mutu dan jaminan kemanan bahan pangan asal ikan, dalam rangka perlindungan konsumen
• Meningkatkan mutu dan nilai tambah yang memiliki daya saing di pasar global.
• Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyrakat perikanan
• Meningkatkan devisa negara/ekspor.
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) potere berada di peissir laut di bagian utara Makassar di jalan sabutung kelurahan pattingan loang kecematan Wajo, PPI potere sebelah utara dan barat berbatasan dengan selat Makassar, sebelah timur dengan depertemen perhubungan dan sebelah selatan denga PT. Perikanan Indonesia. Situasi di PPI ini di ramaikan oleh kesibukan para nelayan membongkar muat ikan, menimbang, transaksi ikan, dan pembersihan kapal. Kondisi pelelangan ini terlihat kotor karena genangan air ikan akibat permukaan tanah dan permukaan dermaga yang tidak rata, sehingga genangan tersebut menimbulkan polusi bau. Pelelangan ini terkesan gersang karena kurangnya pepohonan dan peneduh.
Setelah menganalisis kondisi eksiting dan mengidentifikasi sarana prasarana pelabuhan pendaratan ikan potere, maka masalah-masalah yang terdapat di PPI Potere diantaranya :
• Material jalan yang telah rusak sehingga terjadi penggenangan air. Dampak dari genangan air di area yang ditimbulkan oleh air limbah yang di hasilkan dari air ikan sehingga akan terjadi polusi bau.
• Jaringan drainase yang tersumbat sehingga saluran pembuangan air limbah/air kotor tidak lancar dan tergenang, hal ini juga menghasilkan polusi bau.
• Lahan parkir yang tidak tertara sehingga kendaraan terparkir di sembrang tempat.
• Air limbah/air kotor di buang langsung ke laut sehingga air laut menjadi tercemar ( kotor da bau).
• Kurangnya vegetasi, sehingga PPI terasa sangat panas, tidak ada yang dapat melindungi kendaraan dari sinar matahari.
B. Peranan Parameter Oseonegrafi Pada Ikan Pelagis
Hubungan antara ikan yang menjadi tujuan penangkapan dengan lingkungan perairan bersifat komplek,sehingga perlu dikaji secara berkelanjutan.parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan dapat berupa parameter fisik, kimia, dan biologi.diantara ketiga parameter tersebut yang mudah di minati adalah parameter fisik berupa suhu, arus, angin, dan gelombang. Parameter lingkungan tersebut akan mempengaruhi penyebaran ikan, migrasi, agregrasi (penggerombolan), pemijahan dan persediaan makanan serta tingkah laku ikan.
Pola kehidupan ikan tidak dapat dipisahkan dengan berbagai kondisi lingkungan. Fluktuasi keadaan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap priode migrasi musiman, serta keberadaan ikan di suatu tempat. Pada tahap migrasi/penyebaran ikan pelagis sangat dipengaruhi oleh kondisi kekinian oseonegrafi setempat, misalnya suhu, salinitas, arus permukaan, oksigen terlarut, dan faktor oseonegrafi lainnya.
Parameter oseonegrafi merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap variabilitasi hasil tangkapan ikan, seperti klorofil-a dan suhu permukaan laut, karena suhu sangat berpengaruh terhadap metabolisme ikan secara biologis. Diliohat dari pengaruh fisiknya, suhu permukaan dapat menyebabkan upweling, yang membawa nutrien ke permukaan dan menjadikan tempat feeding ground bagi ikan, sementara klorofil-a merupakan indikator adanya produktifitas primer bagi ikan, ikan pelagis.
C. Produksi jenis Ikan Yang Di Tangkap
1. Data jenis hasil tangkapan
Ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan dari alat tangkap ke2 iniadalah adalah ikan-ikan yang “Pelagic Shoaling Species”, yang berarti ikan-ikan tersebut haruslah membentuk shoal (gerombolan), berada dekat dengan permukaan air sea surface dan sangatlah diharapkan pula agar densitas shoal itu tinggi, yang berarti jarak antara ikan dangan ikan lainnya haruslah sedekat mungkin. Dengan kata lain dapat juga dikatakan per satuan volume hendaklah jumlah individu ikan sebanyak mungkin. Jenis ikan yang tertangkap pada gillnet adalah (tembang) dan pada pancing tonda adalah (tuna)
Gambar 1.Ikan tembang Gambar 2.Ikan tuna
2. Perbandingan hasil tangkapan
Dari hasil praktek yang kami lakukan di paotere selama 2 kali. Kami dapat membandingkan hasil tangkapan dari 2 alat tangkap yang berbeda yaitu dari jenis tangkapan ikan, jumlah/hsil tangkapan, dan harga jual dari ikan tersebut
Tabel 2. Hasil tangkapan
no Alat tangkap Jenis ikan Harga Hasil tangkapan (kg)
1 Gilnett Tembang
Simbula
Kembung Rp. 40-50K
Rp. 40 K
Rp. 45 K 17
15
19
2 Pancing tonda Tuna RP. 700-800K 30
Grafik hasil tangkapan
Pada hari pertama kami melakukan praktek lapang di paotere kami bertemu seorang nelayan katingting yang bernama dg…. Dengan alat tangkap gillent (jaring) Dari hasil wawancara yang kami lakukan hasil tangkapan yang biasa di dapat adalah 2-2 basket saja dalam 1 kali hauling . Hasil tangkapannya di jual pada seorang pengepul yang ada di paotere.Tapi pada hari dimana kami mewawancarai bapak tersebut dan hanya mendapatkan hasil tangkapan sebanyak 1 setengah basket. Dengan modal keselurahanhanya Rp. 50K
Pada hari ke2 kami mewawancarai seorang bapak yang bernama dg… dengan alat tangkap pancing tonda.Dari hasil wawancara, hasil tangkapannya adalah tuna dengan hasil tangkapan yang mencapai puluhan basket dengan harga jual perbasketnya yaitu 700-800K. biasanya mereka pergi selama 5-7 hari dengan modal sebesar Rp.1 mereka biasa mendapat keuntungan bersih sebesar Rp10.000.000,00 sampai Rp12.000.000,00 dengan ABK kapal 5-7 orang yang dimana abk tersebut adalah anak anak dan ponakannya sendiri.
Dari 2 kali praktek tersebut dapat kami simpulkan bahwa hasil tangkapan dan keuntungan dari ke 2 nelayan tersebut sangatlah berbeda jauh itu karena alat tangkap, jenis tangkapan, fishing ground dan harga jual ikan tersebut pun berbeda
D. Daerah Fishing Ground
Daerah penangkapan ikan merupakan suatu daerah perairan dimana ikan yang menjadi sasaran penangkapan tertangkap dalam jumlah yang maksimal dan alat tangkap dapat di operasikan serta ekonomi. Suatu wilayah perairan laut dapat di katakan sebagai “daerah penangkapan ikan” apabila terjadi interaksi antara sumberdaya ikan yang menjadi target penagkapan dengan teknologi penangkapan ikan yang di gunakan untuk menangkap ikan.
Pada waktu praktek lapang pada saat mewancarai pak muhammad umumnya yang menjadi fishing ground atau daerah penangkapannya di daerah baring-baringan yang mengakibatkan pula jenis ikan yang tertangkap berbagai jenis.
E. Jenis Alat Tangkap Yang Digunakan
Ada dua jenis alat tangkap yang di gunakan yaitu gill net dan pancing
1. GILL NET
a. Pengertian gill net
Gill net sering di terjemahkan dengan “jaring insang” istilah gill net di dasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang tertangkap “gill net” terjerat di sekitar operculumnya pada mata jaring. Di Indonesia penamaan gill net ini beraneka ragam, ada yang menyebutnya berdasarkan jenis ikan yang tertangkap (jaring koro, jaring udang, dan sebagainya), ada pula yang di sertai dengan nama tempat ( jaring udang bayeman, dan sebagainya
Gill net sering di sebut jaring insang karena yang menjadi sasaran penangkapan ikan adalah insangnya. Sebab insang dapat terjerat (giled) pada mata jaring ketika ikan menerobos jaring supaya ikan mau menerobos jaring, jaring yang di gunakan dari nilon sehingga ikan tidak dapat melihatnya.
b. Kontruksi Gill Net
Adapun kontruksi jaring insang terdiri atas beberapa bagian antaralain:
a) Jaring utama
Jaring utama adalah sebuah lembaran jaring yang tergantung pada tali ris atas. Martasuganda (2002) mengatakan bahwa diameter dan ukuran benang darimata jaring umumnya disesuaikan dengan ikan atau habitat perairan lainnya yangdijadikan target penangkapan. Menurut Sparre dan Venema (1992) ada empat caratertangkapnya ikan oleh jaring insang, yaitu tertangkap secara terjerat tepat dibelakang mata (snagged), terjerat di belakang tutup insang (gilled) dan terjerat didepan sirip punggung (wedged), dan ikan terbelit akibat bagian tubuh yangmenonjol (gigi, rahang, sirip) tanpa harus menerobos mata jaring (entangled).
b) Tali ris atas
Tali ris atas adalah tempat untuk menggantungkan jaring utama dan talipelampung.Untuk menghindari agar jaring insang terbelit sewaktu dioperasikan(terutama pada bagian tali ris atasnya) biasanya tali ris atas dibuat rangkap duadengan arah pintalan yang berlawanan (S – Z).
c) Tali ris bawah
Tali ris bawah ini berfungsi sebagai tempat melekatnya pemberat. Martasuganda (2002) mengatakan bahwa panjang tali ris bawah lebih panjang daritali ris atas dengan tujuan supaya kedudukan jaring insang di perairan dapatterentang dengan baik.
d) Tali pelampung
Tali pelampung adalah tali yang dipakai untuk memasang pelampung yangterbuat dari bahan sintetis seperti haizek, vinylon, polyvinyl chloride, saran ataubahan lainnya yang bisa dijadikan tali pelampung.Untuk menyambungkan antarapiece yang satu dengan piece lainnya bagian tali pelampung dari tiap ujung jarringutama biasanya dilebihkan 30-50 cm (Martasuganda, 2002).
e) Pelampung
Pada jaring insang dasar, pelampung hanya berfungsi untuk mengangkat tali ris atas saja agar jaring insang dapat berdiri tegak (vertikal) di dalam air. Untuk jaring insang pertengahan dan jaring insang permukaan, disampingpelampung yang melekat pada tali ris atas diperlukan juga pelampung tambahanyang berfungsi sebagai tanda di permukaan perairan. Pelampung yang dipakaibiasanya terbuat dari bahan styrofoam, polyvinyl chloride, plastik, karet atau benda lainnya yang mempunyai daya apung. Jumlah, berat, jenis dan volumepelampung yang dipasang dalam satu piece menentukan besar kecilnya dayaapung (buoyancy). Besar kecilnya daya apung yang terpasang pada satu piecesangat berpengaruh terhadap baik buruknya hasil tangkapan.
f) Pemberat
Pemberat berfungsi untuk menenggelamkan badan jaring.Pemberat padajaring insang umumnya terbuat dari timah, besi dan semen cor.
g) Tali selambar
Tali selambar adalah tali yang dipasang pada kedua ujung alat tangkapuntuk mengikat ujung jaring insang pada pelampung tanda, serta ujung lainnyadiikatkan pada kapal.Panjang tali selambar yang digunakan umumnya 25-50meter tergantung ukuran alat tangkap dan kapal yang digunakan.Dalam operasi penangkapan, jaring insang biasanya terdiri dari beberapa tinting (piece) jaring yang digabung menjadi satu sehingga merupakan satu unit jaring yang panjang, yang panjangnya tergantung dari banyaknya tinting yang akan dioperasikan. Alat penangkap ini dapat dioperasikan dengan cara dihanyutkan, dipasang secara menetap pada suatu perairan, dengan cara dilingkarkan, ataupun dengan cara menyapu dasar perairan.
Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut di atas, maka jarring insang terdiri atau dapat di bedakan atas jarring insang hanyut, jarring insang tetap, jarring insang lingkar, jarring klitik dan trammel net. Klasifikasi jaring insang berdasarkan metode pengoperasian Jaring insang menetap (setgillnet/fixedgillnet),Jaring insang giring (frightening gillnet/drive gillnet ), dan jarring insang hanyut (driftgillnet), jaring insang lingkar.
c. Metode Pengoperasian
Bila kapal telah sampai di daerah pengkapan, maka persiapa alat di mulai, yaitu ( Miranti 2007 )
1) Posisi kapal ditempatkan sedemikian rupa agar arah angin datangnya dari tempat penurunan alat.
2) Setelah kedudukan/posisi kapal sesuai dengan yang dihendaki, jaring dapat diturunkan. Penurunan jaring dimulai dari penurunan jangkar, pelampung tanda ujung jaring atau tali slambar belakang, dan terakhir pelampung tanda.
3) Pada saat penurunan jaring, yang harus diperhatikan adalah arah arus laut. Karena kedudukan jaring yang paling baik adalah memotong arus antara 450-900.
4) Penaikan alat dan pengambilan ikan. Setelah jaring dibiarkan didalam perairan sekitar 3-5 jam, jaring dapat diangkat ( dinaikkan ) ke atas kapal untuk ambil ikannya. Bila hasil penagkapan baik, jaring dapat didiamkan selama kira-kira 3 jam sedangkan bila hasil penangkapan sangat kurang jaring dapat lebih lama di diamkan di dalam perairan yaitu sekitar 5 jam. Bila lebih lamadari 5 jam akan mengakibatkan ikan-ikan yang tertangkap sudah mulai membusuk atau kadang-kadang dimakan oleh ikan yang lebih besar. Urutan pengangkatan alat ini adalah merupakan kebalikan dari urutan penurunan alat yang dimulai dari pelampung tanda. Apabila ada ikan yang tertangkap, lepaskan ikan tersebut dari jaring dengan hat-hati agar ikan tidak sampai terluka. Untuk hal tersebut bila perlu dengan cara memotong satu atau dua kaki ( bar ) pada mata jaring agar ikan dilepas tidak sampai luka/rusak. Ikan-ikan yang sudah terlepas dari jaring segera di cuci dengan air laut yang bersih dan langsung dapat di simpan kedalam palka, dengan dicampur pecahan es atau garam secukupnya agar ikan tidak lekas membusuk.
2. PANCING TONDA
Pancing tonda adalah alat penangkapan ikan tradisional yang umumnya di gunakan oleh nelayan tonda untuk menangkap ikan tuna dan pelagis lainnya di laut. Alat tangkap ini memiliki kontruksi yang sama dengan alat tangkap pancing ulur seperti: tali, mata pancing dan umpan, dan dapat dioperasikan pada perairan yang sulit terjangkau oleh alat tangkap lainnya. Pancing tonda merupakan salah satu alat penangkap ikan yang diberi tali panjang dan ditarik oleh kapal atau perahu (Sudirman, 2004). Alat tangkap ini terdiri dari seutas tali panjang, mata pancing dan umpan. Umpan yang di pakai adalah umpan buatan(Ayodhyoa, 1981). Banyak bentuk dan macam pancing tonda (troll line) yang pada prinsipnya adalah sama (Subani & Barus, 1989). Secara umum pancing tonda menarik dan menurunkan satu atau berbeberapa tali pancing denga memakai umpan buatan yang di letakan di belakang kapal yang bergerak. Umpan atau pemikat di rancang dengan warna yang terang atau menyerupai ikan umpan sehingga menarik ikan pemangsa untuk menyambarnya (Von Brandt, 1984). Alat tangkap ini ditujukan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang biasa hidup dekat permukaan, mempunyai nilai ekonomis tinggi dan mempunyai kualitas daging dengan mutu tinggi (Gunarso, 1998).
Pancing tonda ini bukanlah hal yang baru bagi nelayan di indonesia. Alat tangkap ini adalah alat penangkapan ikan yang populer di kalangan nelayan, karena harganya relatif murah dan pengoperasiannya mudah, untuk menangkap ikan di dekat permukaan perairan. Menurut Ayodhyoa (1984) pancing tonda dikelompokan ke dalam alat tangkap pancing dengan beberapa kelebihan yaitu:
a. Metode pengoperasian relatif sederhana
b. Modal yang diperlukan lebih sedikit
c. Dapat menggunakan umpan buatan
d. Syarat-syarat fishing ground relatif lebih sedikit dan dapat bebas memilih
e. Ikan yang tertangkap seekor demi seekor, sehingga kesegarannya dapat terjamin.
Sedangkan kekurangan dari alat pancing tonda adalah
1. Jumlah hasil tangkapan lebih sedikit dibandingkan alat tangkap yang lain
2. Keahlian perseorangan sangatlah berpengaruh pada penentuan tempat, waktu dan syarat-syarat lain.
Dalam pengoperasiannya, pancing tonda menggunakan umpan untuk menarik ikan agar tertangkap. Umpan di kelompokan menjadi dua jenis, yaitu umpan alami dan umpan buatan. Nelayan pancing tonda jarang menggunakan umpan alami, karena mudah lepas dan rusak. Berdasarkan data Ditjen Perikanan (1998) jenis umpan alami yang biasa di gunakan adalah layang (Decapterus sp), kembung (Rastleriger sp), bandeng (Chanos chanos ), belanak (Mugil sp), lemuru (sardinella longiceps) dan tembang (sardinella fimbriata). Sifat umpan alami memiliki banyak kekurangan, sehingga para nelayan pancing tonda, lebih memilih menggunakan umpan buatan pada operasi penangkapan ikan. Menurut Ruivo vide Hendrotomo (1989). Umpan buatan yang biasa dipakai berasal dari bulu ayam yang halus, sendok, tali plastik, karet plastik dan bahan lainnya yang memiliki sifat yang menyerupai umpan asli baik ukuran, bentuk, warna dan gerakannya pada saat berada di dalam air. Umpan berfungsi untuk memberikan rangsangan (stimulus) yang bersifat fisik maupun kimia, sehingga dapat memberikan respon pada ikan tertentu.
Berikut alasan penggunaan umpan buatan pada pancing tonda yaitu:
1. Harga relatif murah dan mudah didapat.
2. Dapat dipakai berulang-ulang
3. Dapat di simpan dalam waktu yang lama
4. Warna dapat memikat ikan
5. Ukuran dapat disesuaikan dengan bukaan mulut ikan
Umpan buatan yang digunakan pada penelitian ini adalah umpan yang berasal dari benang sutra yang terbentuk menjadi benang berumbai-berumbai. Benang sutra ini berasal dari kokon (air liur atau ludah ulat sutera) yang dikumpulkan, kemudian diolah dengan sederhana dan canggih oleh mesin atau tangan (1992).
Pancing tonda umunya dioperasikan dengan kapal kecil, jumlah nelayan yang mengoperasikannya sebanyak 4-6 orang yang terdiri dari satu orang nahkoda merangkap fishing master, satu orang juru mesin dan 2-4 orang ABK yang masing-masing mengoperasikan satu atau lebih pancing pada saat operasi penangkapan berlangsung. Pada umumnya panjang perahu berkisar antara 5-20 meter dengan ruang kemudi dibagian depan kapal (haluan) dan dek tempat berkerja berada di bagian belakang kapal (buritan) (Sainsburry 1971). Kapal yang digunakan pada pengoperasian penangkapan ini adalah perahu motor tempel dan perahu kayu dari jenis congkleng (perahu bercadik) yang memiliki panjang 11 meter dan terbuat dari bahan kayu (DKP Sumatra Barat 2011). Kecepatan perahu pada saat menonda mempengaruhi keberhasilan penangkapan sesuai dengan tujuan ikan sasaran. Kapal untuk menangkap ikan pelagis jenis ikan umpan, kecepatan menonda harus lambat (1-3 knot). Waktu penangkapan ikan cakalang dan tuna muda di pagi hari dengan kecepatan perahu sekitar 4-5 knot, dan pada siang hari kecepatan menonda sekitar 7-8 knot (Nugroho, 1992).
Hasil tangkapan utama untuk tonda perairan permukaan yaitu tongkol,cakalang, tenggiri, madidihang, setuhuk, alu-alu, sunglir, beberapa jenis kwe. Hasil tangkapan lapisan dalam terutama berupa cumi-cumi, sedangkan untuk lapisan dasar terutama manyung, pari, cucut, gulamah, senangin, kerapu, dan lain lain (Subani & Barus, 1989). Jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan antara lain: baby tuna, cakalang, tenggiri, dan lainnya melalui bagian belakang maupun samping kapal yang bergerak tidak terlalu cepat dilakukan penarikan sejumlah tali pancing dengan mata-mata pancing yang umumnya tersembunyi dalam umpan buatan. Ikan-ikan akan memburu dan menangkap umpan-umpan buatan tersebut, hal ini tentu saja memungkinkan mereka untuk tertangkap (Gunarso, 1998).
Secara global, terdapat 7 spesies ikan tuna yang memiliki nilai ekonomis penting, yaitu albacore (Thunnus alalunga), bigeye tuna (Thunnus obesus), Atlantic bluefin tuna (Thunnus thynnus), pacific bluefin tuna(Thunnus oreintalis), southern bluefin tuna (Thunnus maccoyii), yellowfin tunam (Thunnus albacares), dan skipjack tuna (Katsuwonus pelamis), kecuali pacific bluefin dan southern bluefin tuna, kelima spesies tuna lainnya hidup dan berkembang di perairan Samudra Pasifik, Atlantik, dan Hindia (Dahuri, 2008). Penyebaran jenis-jenis tuna tidak dipengaruhi oleh perbedaan bujur melainkan dipengaruhi oleh perbedaan lintang (Nakamura, 1969). Di perairan Indonesia, yellowfin tuna dan bigeye tuna didapatkan di perairan pada daerah antara 15o LU–15o LS, dan melimpah pada daerah antara 0-15o LS seperti daerah pantai Selatan Jawa dan Barat Sumatera (Nurhayati, 1995). Penyebaran ikan-ikan tuna di kawasan barat Indonesia terutama terdapat di perairan Samudra Hindia. Pada perairan tersebut terjadi percampuran antara perikanan tuna lapis dalam, yang dieksploitasi dengan alat rawai tuna, dengan perikanan tuna permukaan yang dieksploitasi menggunakan alat tangkap pukat cincin, gillnet, tonda dan payang (Sedana 2004). Menurut Dahuri (2008), ikan madidihang dan mata besar terdapat di seluruh wilayah perairan laut Indonesia. Sedangkan, albacore hidup di perairan sebelah barat Sumatera, selatan Bali sampai dengan Nusa Tenggara Timur. Ikan tuna sirip biru selatan hanya hidup di perairan sebelah selatan Jawa sampai ke perairan Samudra Hindia bagian selatan yang bersuhu rendah (dingin)
F. Fasilitas-fasilitas TPI Paotere
Adapun fasilitas yang terdapat di TPI Paotere :
1. Fasilitas pokok
a. Dermaga
Dermaga adalah tempat kapal di tambatkan di pelabuhan. Dermaga adalah juga tempat berlangsungnya kegiatan bongkar muat barang dan naik turunnya orang atau penumpang dari dan ke atas kapal. Di dermaga juga di lakukan kegiatan untuk mengisi bahan kapal, memasok kapal, dengan air minum, air bersih, dan mengatur saluran untuk air kotor/limbah yang akan di proses lebih lanjut di pelabuhan.
b. Kolam pelabuhan
Kolam pelabuhan adalah lokasi tempat dimana kapal berlabuh, berolah gerak, melakukan aktivitas bongkar muat, mengisi perbekalan yang terlindung dari ombakdan mempunyai kedalaman yang cukup untuk kapal beroperasi di pelabuhan itu. Agar terlindung dari ombak biasanya kolam pelabuhan di lindungi pemecah gelombang.
2. Fasilitas fungsional
a. Tempat pelelangan ikan
Tempat pelelangan ikan atau yang di singkat dengan TPI yaitu pasar yang biasanya terletak di dalam pelabuhan/pangkalan pendaratan ikan, dan di tempat tersebut terjadi transaksi penjualan ikan/ hasil laut secara lelang maupun tidak ( tidak termasuk TPI yang menjual/melelang ikan darat.
b. Instilasi penyalur BBM
Instalasi penyalur BBM adalah tempat nelayan untuk membeli bahan bakar minyak ( BBM ) agar tidak perlu lagi jauh untuk membeli bahan bahar minyak ( BBM ).
c. Pabrik es
Pabrik es adalah suatu unit produksi untuk membuat dan menghasilkan es dalam bentuk es balok ataupun flake ice sebagai bahan pembantu untuk mendinginkan hasil perikanan dalam rangka mempertahankan mutu ikan
d. Kantor perikanan
Kantor perikanan adalah adalah bidang usaha dan kelembagaan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dinas perikanan penyiapan koordinasi, fasilitas perumusan dan pelaksanaan kebijakan, evaluasi serta pelaporan pelaksanaan pemberdayaan nelayan kecil.
e. Toilet/wc
Toilet adalah yang umumnya di gunakan sebagai pembuangan kotoran, yaitu urin dan feses
3. Fasilitas penunjang
a. Kios penjual
Kios penjualan adalah sebuah tempat tertutup yang di dalamnya terjadi kegiatan perdagangan dengan isi benda atau barang. Kios penjualan umumnya menjual makanan dan minuman
b. Lahan parkir
Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara karena ditinggalkan oleh pengemudinya.
c. Pos satpam
Pos satpam adalah satuan kelompok petugas yang di bentuk oleh instansi/proyek/badan usaha untuk melakukan=- keamanan fisik dalam rangka penyelenggaraan keamanan swakarsa di lingkungan kerjanya
Lampiran 1 hasil tangkapan
Gambar 1.Ikan tembang Gambar 2.Ikan tuna
Lampiran 2 alat tangkap
Alat tangkap gillnet (jaring)
Alat tangkap pancing tonda
Lampiran 3 fasilitas TPI Paotere
Pabrik es Tempat penjualan ikan
Instalasi penyalur BBM Kios penjualan
Dermaga Lahan parkir
Toilet Pos satpam
Foto praktek 1 Foto praktek 2
Peraktek 2
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Utoyo.1987.jurnal penelitian perikanan laut, volume 41.publisher; balai penelitian perikanan laut.12
Zulbainarni, nimmi 2016 “ gill net (jaring insang” Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Institut Pertanian Bogor dilihat pada 16 November 2018.
Selasa, 14 Maret 2017
Ekosisitem estuaria
EKOSISTEM ESTUARIA
Oleh:
P3300214005
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
EKOSISTEM ESTUARIA
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Estuari adalah jenis perairan yang memiliki variasi yang tinggi ditinjau dari
faktor fisik, kimia, biologi, ekologi dan jenis habitat yang terbentuk di
dalamnya. Oleh karena itu interaksi antara komponen fisik, kimia dan biologi
yang membentuk suatu ekosistem sangat kompleks. Hal ini disebabkan karena
dinamika dari estuari sangat besar, baik dalam skala waktu yang pendek karena
adanya pasang surut maupun dalam skala waktu yang panjang karena adanya
pergantian musim.
Pada ekosistem estuari ini terbentuk habitat-habitat yang memiliki ciri khas
tersendiri dengan organisme-organisme penyusunnya yang spesifik seperti Habitat
Rawa Asin. Oleh karena itu ekosistem estuary sangat erat kaitannya dengan
habitat rawa asin. Hal ini disebabkan karena organisme tersebut harus mampu
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Respon dari tingkah laku
organisme tersebut dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya juga beragam
dan memiliki ciri khas tersendiri. Pada batas ambang toleransi organisme
terhadap lingkungan membatasi keberadaannya di suatu organisme. Organisme yang
mampu bertahap pada kondisi fisik dan kimia perairan dapat tetap hidup dan
tinggal nyaman di habitatnya, tetapi bagi organisme yang tidak mampu bertahan
pada ambang toleransinya akan menjadi organisme pengunjung transisi, dimana
pada saat sesuai dengan batas ambangnya organisme ini akan masuk ke habitat di
estuari, tetapi jika tidak maka organisme ini akan meninggalkan daerah estuari
ini.
Seperti halnya pada setiap ekosistem, pada ekosistem estuari ini juga dibentuk
oleh komponen biotic dan abiotik yang saling berinteraksi satu sama lain.
Keanekaragaman komponen biotic dan abiotik yang terdapat didalamnya menyebabkan
terjadinya interaksi yang cukup kompleks dan menarik untuk diteliti. Namun
ekosistem estuary ini ternyata tidak cukup dikenal oleh masyarakat pada umumnya
dan jarang sekali dibahas atau disosialisasikan, padahal ekosistem estuary ini
memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan
makalah mengenai Ekosistem Estuari ini adalah sebagai berikut :
-
Untuk mengetahui dan memahami komposisi
organisme laut di daerah estuary
-
Untuk mengetahui keadaan ekosistem estuary,
khususnya keadaan rawa asin
-
Untuk mengetahui komponen – komponen biotic dan
abiotik dalam daerah muara (estuary) beserta interaksi/ hubungan timbal balik
yang terbentuk didalamnya.
-
Untuk mengetahui keanekaragaman organisme dan
adaptasi organisme (makhluk hidup) yang terdapat dalam daerah estuary terhadap
lingkungannya.
-
Untuk mengetahui pemanfaatan organisme –
organisme penyusun ekosistem estuary tersebut terhadap bidang perikanan.
-
Memperkenalkan dan memberikan informasi mengenai
ekosistem estuary.
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ekosistem Estuaria
Ekosistem estuary merupakan
bagian dari ekosistem air laut yang terdapat dalam zona litoral ( kelompok
ekosistem pantai ). Estuaria merupakan tempat pertemuan air tawar dan air asin.
Estuaria adalah suatu perairan semi tertutup yang terdapat di hilir
sungai dan masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan terjadinya
percampuran air laut dan air tawar dari sungai atau drainase yang berasal dari
muara sungai, teluk, rawa pasang surut. [1]
Ekosistem estuaria terdapat pada wilayah
pertemuan antara sungai dan laut. Tempat ini berperan sebagai daerah peralihan
antara kedua ekosistem akuatik. Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya
sungai dengan laut. Estuari sering dipagari oleh lempengan lumpur intertidal
yang luas atau rawa garam. Salinitas air berubah secara bertahap mulai dari
daerah air tawar ke laut. Salinitas ini juga dipengaruhi oleh siklus harian
dengan pasang surut airnya. Nutrien dari sungai memperkaya daerah estuari.
Komunitas tumbuhan yang hidup di
estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas
hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada
beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat
kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar. Estuari juga merupakan
tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air.
Bentuk estuaria bervariasi dan
sangat bergantung pada besar kecilnya air sungai, kisaran pasang surut, dan
bentuk garis pantai. Kebanyakan estuaria didominasi subtrat lumpur yang berasal
dari endapan yang dibawa oleh air tawar maupun air laut. Karena partikel yang
mengendap kebanyakan bersifat organik, subtrat dasar estuaria biasanya kaya
akan bahan organik. Bahan organic ini menjadi cadangan makanan utama bagi
organisme estuaria.
Dengan kondisi lingkungan fisik
yang bervariasi dan merupakan daerah peralihan antara darat dan laut, estuari
mempunyai pola pencampuran air laut dan air tawar yang tersendiri. Menurut
(Kasim, 2005) [2], pola pencampuran sangat dipengaruhi oleh sirkulasi air,
topografi , kedalaman dan pola pasang surut karena dorongan dan volume air akan
sangat berbeda khususnya yang bersumber dari air sungai. Berikut pola
pencampuran antara air laut dengan air tawar:
1.
Pola dengan dominasi air laut (Salt wedge
estuary) yang ditandai dengan desakan dari air laut pada lapisan bawah
permukaan air saat terjadi pertemuan antara air sungai dan air laut. Salinitas
air dari estuaria ini sangat berbeda antara lapisan atas air dengan salinitas
yang lebih rendah dibanding lapisan bawah yang lebih tinggi.
2.
Pola percampuran merata antara air laut dan air
sungai (well mixed estuary). Pola ini ditandai dengan pencampuran yang merata
antara air laut dan air tawar sehingga tidak terbentuk stratifikasi secara vertikal,
tetapi stratifikasinya dapat secara horizontal yang derajat salinitasnya akan
meningkat pada daerah dekat laut.
3.
Pola dominasi air laut dan pola percampuran
merata atau pola percampuran tidak merata (Partially mixed estuary). Pola ini
akan sangat labil atau sangat tergantung pada desakan air sungai dan air laut.
Pada pola ini terjadi percampuran air laut yang tidak merata sehingga hampir
tidak terbentuk stratifikasi salinitas baik itu secara horizontal maupun secara
vertikal.
4.
Pada beberapa daerah estuaria yang mempunyai
topografi unik, kadang terjadi pola tersendiri yang lebih unik. Pola ini
cenderung ada jika pada daerah muara sungai tersebut mempunyai topografi dengan
bentukan yang menonjol membetuk semacam lekukan pada dasar estuaria. Tonjolan
permukaan yang mencuat ini dapat menstagnankan lapisan air pada dasar perairan
sehingga, terjadi stratifikasi salinitas secara vertikal. Pola ini menghambat
turbulensi dasar yang hingga salinitas dasar perairan cenderung tetap dengan
salinitas yang lebih tinggi.
2.2 Klasifikasi Estuaria
Berdasarkan
stratifikasinya, estuaria diklasifikasikan menjadi tiga jenis[3], yaitu :
1. Estuaria berstratifikasi nyata atau baji
garam
Dicirikan oleh adanya batas yang
jelas antara air tawar dan air laut, didapatkan dilokasi dimana aliran air
tawar lebih dominan dibanding penyusupan air laut.
2.
Estuaria
bercampur sempurna atau estuaria homogen vertical
Pengaruh pasang surut sangat dominant dan kuat
sehingga air bercampur sempurna dan tidak membentuk stratifikasi.
3. Estuaria berstratifikasi sebagian (moderat)
Aliran air tawar seimbang dengan
masuknya air laut bersama arus pasang.
Berdasarkan salinitas ( kadar garamnya ), estuaria dibedakan
menjadi tiga jenis, yaitu :
- Oligohalin yang
berkadar garam rendah ( 0,5% – 3 % )
- Mesohalin yang
berkadar garam sedang ( 3% – 17 %)
- Polihalin yang
berkadar garam tinggi, yaitu diatas 17 %
2.3 Karakteristik Estuaria
Karakteristik ( ciri – ciri ) ekosistem estuaria adalah sebagai berikut :
a.
Keterlindungan
Estuaria merupakan perairan semi
tertutup sehingga biota akan terlindung dari gelombang laut yang memungkinkan
tumbuh mengakar di dasar estuaria dan memungkinkan larva kerang-kerangan
menetap di dasar perairan.
b.
Kedalaman
Kedalaman estuaria relatif
dangkal sehingga memungkinkan cahaya matahari mencapai dasar perairan dan
tumbuhan akuatik dapat berkembang di seluruh dasar perairan, karena dangkal
memungkinkan penggelontoran (flushing) dengan lebih baik dan cepat serta
menangkal masuknya predator dari laut terbuka (tidak suka perairan dangkal).
c.
Salinitas air
Air tawar menurunkan salinitas estuaria dan mendukung
biota yang padat.
d.
Sirkulasi air
Perpaduan antara air tawar dari
daratan, pasang surut dan salinitas menciptakan suatu sistem gerakan dan
transport air yang bermanfaat bagi biota yang hidup tersuspensi dalam air,
yaitu plankton.
e.
Pasang
Energi pasang yang terjadi di
estuaria merupakan tenaga penggerak yang penting, antara lain mengangkut zat
hara dan plangton serta mengencerkan dan meggelontorkan limbah.
f.
Penyimpanan dan pendauran zat hara
Kemampuan menyimpan energi daun
pohon mangrove,lamun serta alga mengkonversi zat hara dan menyimpanya sebagai
bahan organik untuk nantinya dimanfaatkan oleh organisme hewani.
2.4 Tipe-tipe Estuaria
Pembagian tipe-tipe estuari dapat
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu, kekuatan gelombang, pasang surut dan
keberadaan sungai. Kuat lemahnya ketiga faktor ini tergantung dari bentuk
geomorfologinya[4].
Secara umum tipe-tipe estuari dapat dibagi menjadi tujuh tipe, yaitu:
- Embayments and drown
river valleys (Teluk dengan sungai dari lembah bukit)
- Wave-dominated
estuaries (Estuari dengan dominasi gelombang)
- Wave-dominated deltas
(Delta dengan dominasi gelombang)
- Coastal lagoons and
strandplains (Lagun dengan hamparan tanah datar)
- Tide-dominated
estuaries (Estuari dengan dominasi pasang surut)
- Tide-dominated deltas
(Delta dengan dominasi pasang surut)
- Tidal creeks (Daerah
pasang surut dengan banyak anak sungai)
2.5 Produktivitas Hayati Estuaria
Ekosistem estuaria merupakan
ekosistem yang produktif. Produktivitas hayatinya setaraf dengan prokduktivitas
hayati hutan hujan tropik dan ekosistem terumbu karang[5]. Produktivitas hayati estuaria lebih tinggi dibandingkan
dengan produktivitas hayati perairan laut dan perairan tawar. Hal ini
disebabkan oleh factor – factor berikut :
1. Estuaria berperan sebagai penjebak zat
hara.
Jebakan ini bersifat fisik dan
biologis. Ekosistem estuaria mampu menyuburkan diri sendiri melalui :
§ Dipertahankanya
dan cepat didaur ulangnya zat-zat hara oleh hewan-hewan yang hidup di dasar
esutaria seperti bermacam kerang dan cacing.
§ Produksi
detritus, yaitu partikel- partikel serasah daun tumbuhan akuatik makro
(makrofiton akuatik) seperti lamun yang kemudian dimakan oleh bermacam ikan dan
udang pemakan detritus.
§ Pemanfaatan
zat hara yang terpendam jauh dalam dasar lewat aktivitas mikroba (organisme
renik seperti bakteri ), lewat akar tumbuhan yang masuk jauh kedalam dasar
estuary atau lewat aktivitas hewan penggali liang di dasar estuaria seperti
bermacam cacing.
2. Di
daerah tropik estuaria memperoleh manfaat besar dan kenyataanya bahwa
tetumbuhan terdiri dari bermacam tipe yang komposisinya sedemikian rupa
sehingga proses fotosintesis terjadi sepanjang tahun. Estuaria sering memiliki
tiga tipe tumbuhan, yaitu tumbuhan makro (makrofiton) yang hidup di dasar
estuary atau hidup melekat pada daun lamun dan mikrofiton yang hidup
melayang-layang tersuspensi dalam air (fitoplankton). Proses fotosintesis yang
berlansung sepanjang tahun ini menjamin bahwa tersedia makanan sepanjang tahun
bagi hewan akuatik pemakan tumbuhan. Dalam hal ini mereka lebih baik, dinamakan
hewan akuatik pemakan detritus, karena yang dimakan bukan daun segar melainkan
partikel-partikel serasah makrofiton yang dinamakan detritus.
1.
Aksi pasang surut (tide) menciptakan suatu
ekosistem akuatik yang permukaan airnya berfluktuasi. Pasang umumnya makin
besar amplitudo pasang surut, makin tinggi pula potensi produksi estuaria,
asalkan arus pasang tidak tidak mengakibatkan pengikisan berat dari tepi
estuaria. Selain itu gerak bolak-balik air berupa arus pasang yang mengarah
kedaratan dan arus surut yang mengarah kelaut bebas, dapat mengangkut bahan
makanan, zat hara, fitoplanton, dan zooplankton.
2. 6 Peran Ekologis Estuaria
Secara singkat peran ekologi estuaria yang penting
adalah sebagai berikut:
1.
Merupakan sumber zat hara dan bahan organik bagi
bagian estuari yang jauh dari garis pantai maupun yang berdekatan denganya
lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation).
2.
Menyediakan habitat bagi sejumlah spesies ikan
yang ekonomis penting sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makan
(feeding ground).
3.
Memenuhi kebutuhan bermacam spesies ikan dan
udang yang hidup dilepas pantai, tetapi bermigrasi keperairan dangkal dan
berlindung untuk memproduksi dan/atau sebagai tempat tumbuh besar (nursery
ground) anak mereka.
4.
Sebagai potensi produksi makanan laut di
estuaria yang sedikit banyak didiamkan dalam keadaan alami. Kijing yang
bernilai komersial (Rangia euneata) memproduksi 2900 kg daging per ha dan
13.900 kg cangkang per ha pada perairan tertentu di texas.
5.
Perairan estuaria secara umum dimanfaatkan
manusia untuk tempat pemukiman,
6.
Tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan
7.
Jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan
industry
Ada tiga komponen fauna di
estuaria yaitu komponen lautan,air tawar dan air payau.Binatang laut stenohalin merupakan
tipe yang tidak mampu mentolerir perubahan salinitas. Komponen ini terbatas
pada mulut estuaria. Binatang laut eurihalin membentuk subkelompok kedua. Spesies
ini mampu menembus hulu estuaria. Komponen air payau terdiri atas
polikaeta Nereis diversicolor,berbagai tiram(crassostrea),
kerang(Macoma balthica), siput kecil (hydrobia) dan udang
(palaemonetes). Komponen terakhir berasal dari air tawar. Organisme ini tidak
dapat mentolerir salinitas di atas 5‰ dan terbatas hulu estuaria.
Spesies yang tinggal di estuaria
untuk sementara seperti larva, beberapa spesies udang dan ikan yang setelah
dewasa berimigrasi ke laut.Spesies ikan yang menggunakan estuaria sebagai jalur
imigrasi dari laut ke sungai dan sebaliknya seperti sidat dan ikan salmon.
Jumlah spesies yang mendiami
estuaria sebagaimana yang dikemukakan Barnes (1974)[6],pada umumnya jauh lebih sedikit daripada yang mendiami habitat
air tawar atau air asin di sekitarnya. Hal ini karena ketidakmampuan organisme
air tawar mentolerir kenaikan salinitas dan organisme air laut mentolerir
penurunan salinitas estuaria.
2.7.2 Tumbuhan
Hampir semua bagian esturaria
terendam terdiri dari subtract lumpur dan tidak cocok untuk melekatnya
makroalga. Selain karena subtract,pengaruh sinar cahaya yang minim menyebabkan
terbentuknya dua lapisan. Lapisan bawah tanpa tumbuhan hidup dan lapisan
atas mempunyai tumbuhan yang terbatas. Di daerah hilir estuaria terdapat padang
rumput laut (Zostera dan Cymodeca).
Selain itu terdapat padang lamun.
Lamun didefinisikan sebagai satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae)
yang mampu beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi
atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati.
Beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai tumbuhan air
berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar,
serta berbiak dengan biji dan tunas.
Gambar 1. Morfologi lamun
Algae mikro yang hidup sebagai plankton nabati atau hidup melekat pada
daun lamun.
2.7.3 Plankton
Plankton estuaria miskin dalam jumlah spesies. Dengan demikian,yang
ditemukan hanya jenis diatom dan diflagellata.Jenis diatom yang dominan
adalah Skeletonema,Asterionella danMelosira.Sedangkan
diflagellta yang melimpah adalah Gymnodinium,Gonyaulax danCeratium.Banyaknya
zooplankton yang berkembang membuktikan bahwa terjadi keterbatasan
produktivitas fitoplankton.
III.
KESIMPULAN
Estuaria merupakan tempat
pertemuan air tawar dan air asin.Tempat ini berperan sebagai daerah peralihan
antara kedua ekosistem akuatik. Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya
sungai dengan laut. Estuari sering dipagari oleh lempengan lumpur intertidal
yang luas atau rawa garam. Salinitas air berubah secara bertahap mulai dari
daerah air tawar ke laut. Salinitas ini juga dipengaruhi oleh siklus harian
dengan pasang surut aimya. Nutrien dari sungai memperkaya estuari.
Ekosistem estuaria disusun oleh
komponen biotic dan abiotik yang saling melakukan interaksi. Biota yang
menyusun estuaria diantaranya adalah berbagai macam hewan dan tumbuhan.
Hewan yang mendiami
estuaria dapat berbentuk spesies endemik (seluruh hidupnya tinggal di estuaria)
seperti berbagai macam kerang dan kepiting serta berbagai macam ikan, spesies
yang tinggal di estuaria untuk sementara seperti larva, beberapa spesies udang
dan ikan yang setelah dewasa berimigrasi ke laut serta spesies ikan yang
menggunakan estuaria sebagai jalur imigrasi dari laut ke sungai dan sebaliknya
seperti sidat dan ikan salmon.
Secara umum, tumbuhan yang hidup
di ekosistem estuaria adalah Tumbuhan Lamun (sea grass) dan Algae mikro yang
hidup sebagai plankton nabati atau hidup melekat pada daun lamun.
Organism – organism yang hidup di
estuaria melakukan berbagai adaptasi untuk mempertahankan hidupnya, seperti
adaptasi morfologi yang berkaitan dengan bentuk dan ukuran tubuh, adaptasi
fisiologi yang berkaitan dengan pengaturan osmosis dalam tubuh dan adaptasi
tingkah laku ( behavioral ) yang berkaitan dengan hubungan interaksi organisme.
Ekosistem estuaria memiliki
beberapa peranan terhadap alam dan organisme lainnya. Ekosistem estuaria
mempunyai peranan yang cukup besar terhadap keanekaragaman ekosistem di dunia
ini. Oleh karena itu, ekosistem estuaria perlu dijaga kelestariannya, karena
dalam ekosistem estuaria terdapat berbagai organisme yang turut menyusun
keanekaragaman hayati.
DAFTAR
PUSTAKA
Kasim, Ma’Ruf. 2005. Estuary : Lingkungan unik yang sangat penting.http://maruf.wordpress.com/2005/12/27/estuary-lingkungan-unik-yang-sangat-penting/
Kasim, Ma’Ruf. 2005. Pola Percampuran Estuary. http://maruf.wordpress.com/2005/12/22/pola-percampuran-estuary/
NIWA Science. 2007. New Zealand Estuaries. http://www.niwa.cri.nz/edu/students/estuaries.
Nybakken, James W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:PT. Gramedia.
Kasim, Ma’Ruf. 2005. Pola Percampuran Estuary. http://maruf.wordpress.com/2005/12/22/pola-percampuran-estuary/
NIWA Science. 2007. New Zealand Estuaries. http://www.niwa.cri.nz/edu/students/estuaries.
Nybakken, James W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:PT. Gramedia.
[1] Science.
2007. New Zealand Estuaries. Nybakken, James W. 1988. Biologi Laut Suatu
Pendekatan Ekologis. Jakarta:PT. Gramedia.
[2] Kasim,
Ma’Ruf. 2005. Estuary : Lingkungan unik yang sangat penting NIWA
[3] Anshori,
Moch dan Djoko Martono. 2006. Biologi untuk SMA Kelas X. Jakarta
: Pusat perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
[4] Kasim,
Ma’Ruf. 2005. Pola Percampuran Estuary.
[5] Kasim,
Ma’Ruf. 2005. Estuary : Lingkungan unik yang sangat penting NIWA
[6] Science.
2007. New Zealand Estuaries. Nybakken, James W. 1988. Biologi Laut Suatu
Pendekatan Ekologis. Jakarta:PT. Gramedia.
Ilmu Perikanan
FILSAFAT ILMU PERIKANAN
IBNU MALKAN HASBI
P3300214005
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS ILMU KELAUTAN
DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
A.
Pengertian Filsafat
Filsafat
ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun
historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaiknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Kelahiran filsafat di Yunani
menunjukkan pola pemikiran bangsa Yunani dari pandangan mitologi akhirnya
lenyap dan pada gilirannya rasiolah yang dominan.
Perubahan
dari pola pikir mite-mite kerasio membawa implikasi yang tidak kecil. Alam
dengan segala gejalanya, yang selama itu ditakuti kemudian didekati dan bahkan
bisa dikuasai. Perubahan yang mendasar adalah ditemukannya hukum-hukum alam dan
teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik alam semesta
maupun pada manusia sendiri.
Untuk
memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian
filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang
disusun oleh Ismaun (2001)
- Robert Ackerman “philosophy
of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by
comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is
clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”.
(Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang
pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap
kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu,
tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari
praktek ilmiah secara aktual.
- Lewis White Beck “Philosophy
of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and
tries to determine the value and significance of scientific enterprise as
a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode
pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah
sebagai suatu keseluruhan)
- A. Cornelius Benjamin “That
philosopic disipline which is the systematic study of the nature of
science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and
its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang
pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu,
khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan,
serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual).
Filsafat Ilmu Perikanan
Perjalanan sains dan teknologi juga sangat berperan di dalam
pembangunan sistem kelautan dan perikanan di dunia secara global dan Indonesia
pada khususnya. Sebagai tilik kaji melihat pasang surut perkembangan Kelautan
dan Perikanan di Indonesia, manakala banyak orang awam berpendapat bahwa kita
adalah negara maritim, saya melihat bagaimana perikanan tangkap di Indonesia di
tinjau dari aspek filsafat dan analisis keberlanjutannya adalah murapakan
cermin yang curam bahwa secara Ontologis, kita adalah negara maritim kaya
dengan potensi perikanan laut Indonesia yang terdiri atas potensi perikanan pelagis
dan perikanan demersal tersebar pada hampir semua bagian perairan laut
Indonesia yang ada seperti pada perairan laut teritorial, perairan laut
nusantara dan perairan laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Luas perairan laut
Indonesia diperkirakan sebesar 5.8 juta km2 dengan garis pantai terpanjang di
dunia sebesar 81.000 km dan gugusan pulau-pulau sebanyak 17.508, memiliki
potensi ikan yang diperkirakan terdapat sebanyak 6.26 juta ton pertahun yang
dapat dikelola secara lestari dengan rincian sebanyak 4.4 juta ton dapat
ditangkap di perairan Indonesia dan 1.86 juta ton dapat diperoleh dari perairan
ZEEI.
Pemanfaatan potensi perikanan laut Indonesia ini walaupun
telah mengalami berbagai peningkatan pada beberapa aspek, namun secara
signifikan belum dapat memberi kekuatan dan peran yang lebih kuat terhadap
pertumbuhan perekonomian dan peningkatan pendapatan masyarakat nelayan
Indonesia. Sisi Epistimologisnya bahwa profil nelayan tradisional walaupun pada
umumnya cukup terampil menggunakan peralatan yang dimilikinya dengan sarana
penangkapan ikan dan kemampuan yang sangat terbatas dan seringkali sulit untuk
ditingkatkan ke arah yang lebih modern. Posisi ekonomi nelayan yang sangat rendah
diakibatkan karena modal terbatas, produktivitas yang rendah dengan hasil tangkapan
ikan yang tidak menentu sebagai akibat pengaruh musim, juga dengan jaminan
pemasaran ikan yang tidak menentu karena masih terdapatnya berbagai kendala
dalam penentuan harga jual pada tingkat nelayan.
Hal lain yang juga menarik adalah kondisi psikologis dan
sosologis masyarakat nelayan, umumnya berada dalam lingkungan hidup sosial yang
cenderung tidak memikirkan hari depannya, dan karenanya kurang kesadaran untuk
menyimpan sebagian pendapatan yang diperolehnya terutama pada saat musim ikan.
Kondisi seperti di atas ternyata merupakan peluang bagi tumbuh suburnya para
tengkulak, dengan memanfaatkan berbagai macam kelemahan yang dimiliki para
nelayan tradisional. Aspek Theologi, ada satu prinsip yang harus dipegang dalam
kebijakan perikanan dan kelautan saat ini dan yang akan datang bahwa "
Bagaimanapun juga nelayan Indonesia harus mampu menjadi tuan rumah di lautnya
sendiri". Untuk mencapai hal tersebut, maka harus diupayakan
mentransformasi para nelayan tradisonal kita menjadi nelayan modern yang tangguh
untuk memanfaatkan semua potensi sumberdaya ikan yang ada, yang sekaligus dapat
memainkan peran ganda dalam membantu menjalankan fungsi pengawasan terhadap
berbagai praktek ilegal yang dilakukan di laut, terutama oleh nelayan-nelayan
kapal asing yang masih berseliwuran menangkap ikan di perairan Indonesia tanpa
dapat dihentikan.
B.
Objek Filsafat
1.Objek
Material filsafat
Yaitu
suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu
atau hal yang diselidiki, di Pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu
yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.
Menurut
Drs. H.A.Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang
ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala
sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu:
·
Ada
yang bersifat umum (ontologi), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada
pada umumnya.
·
Ada
yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak (theodicae) dan
tidak mutlak yang terdiri dari manusia (antropologi metafisik) dan alam
(kosmologi).
2.
Objek Formal filsafat
Yaitu
sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan
pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu di sorot.
Contoh : Objek materialnya adalah manusia dan
manusia ini di tinjau dari sudut pandangan yang berbeda-beda sehingga ada
beberapa ilmu yang mempelajari manusia di antaranya psikologi, antropologi,
sosiologi dan lain sebagainya.
C.Substansi
Filsafat Ilmu
Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001)
memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1)
fakta atau kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4) logika
inferensi.
1.Fakta
atau kenyataan
Fakta
atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang
filosofis yang melandasinya.
- Positivistik berpandangan bahwa
sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan
sensual lainnya.
- Fenomenologik memiliki dua arah
perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah
teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide dengan fenomena.
Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena
dengan sistem nilai.
- Rasionalistik menganggap suatu
sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional,
dan
- Realisme-metafisik berpendapat
bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiri dengan obyektif.
- Pragmatisme memiliki pandangan
bahwa yang ada itu yang berfungsi.
Di
sisi lain, Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan
fakta ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang
merupakan obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta
ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang
dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta
ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis. Tanpa fakta-fakta ini bangunan
teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang
diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu
deskripsi ilmiah.
2.
Kebenaran (truth)
Sesungguhnya,
terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional,
kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik
(Jujun S. Suriasumantri, 1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori
kebenaran dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi,
kebenaran performatif, kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan,
Noeng Muhadjir menambahkannya satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik.
(Ismaun; 2001).
a.
Kebenaran koherensi
Kebenaran
koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain
dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur
tersebut, baik berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada
tatanan sensual rasional mau pun pada dataran transendental.
b.Kebenaran
korespondensi
Berfikir
benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan
dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan
atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta
dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik
c.Kebenaran
performatif
Ketika
pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan
apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang
filosofik, orang mengetengahkan kebenaran tampilan aktual. Sesuatu benar bila
memang dapat diaktualkan dalam tindakan.
d.Kebenaran
pragmatik
Yang
benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki
kegunaan praktis.
e.Kebenaran
proposisi
Proposisi
adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang dari
yang subyektif individual sampai yang obyektif. Suatu kebenaran dapat diperoleh
bila proposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles, proposisi benar
adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain
yaitu dari Euclides, bahwa proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya,
melainkan dilihat dari benar materialnya.
f.Kebenaran
struktural paradigmatik
Sesungguhnya
kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan perkembangan dari kebenaran korespondensi.
Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis statistik
lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan lainnya.
Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai,
karena akan mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.
3.Konfirmasi
Fungsi
ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau
memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi
absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan
asumsi, postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah
bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat
penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik
dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.
4.Logika
inferensi
Logika
inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika
matematika, yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran
korespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi
antara yang dipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral,
tapi masih bersifat spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general
sehingga inferensi penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan
ideografik.
Post-positivistik
dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional, koheren antara
fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran
koherensi antara fakta dengan skema moral. Realisme metafisik Popper
menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional universal dan Noeng
Muhadjir mengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan kebenaranan
struktural paradigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9)
Di
lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan bahwa penarikan
kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan
menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika
terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan logika deduksi.
D.
Corak dan Ragam Filsafat Ilmu
Ismaun
(2001:1) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya:
- Filsafat ilmu-ilmu sosial yang
berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi, (2) meta fisik dan
(3) metodologi disiplin ilmu.
- Filsafat teknologi yang
bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means. Teknologi bukan lagi
dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.
- Filsafat seni/estetika mutakhir
menempatkan produk seni atau keindahan sebagai salah satu tri-partit,
yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan praktis.
Produk
domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila
etik dimasukkan, maka perlu ditambah koheren dengan moral. Produk alasan
praktis tampil memenuhi kriteria oprasional, efisien dan produktif. Bila etik
dimasukkan perlu ditambah human.manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain,
atau lebih diekstensikan lagi menjadi tidak merusak lingkungan.
Daftar
Pustaka
Achmad Sanusi,.(1998), Filsafah Ilmu, Teori Keilmuan, dan
Metode Penelitian : Memungut dan Meramu Mutiara-Mutiara yang Tercecer, Makalah,
Bandung: PPS-IKIP Bandung.
Achmad Sanusi, (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu :
Implikasinya Bagi Pendidikan, Makalah, Jakarta : MajelisPendidikan Tinggi
Muhammadiyah.
Agraha Suhandi, Drs., SHm.,(1992), Filsafat Sebagai Seni
untuk Bertanya, (Diktat Kuliah), Bandung : Fakultas Sastra Unpad Bandung.
Filsafat_Ilmu,
<http://members.tripod.com/aljawad/artikel/filsafat_ilmu.htm”>
Ismaun, (2001), Filsafat Ilmu, (Diktat Kuliah), Bandung :
UPI Bandung.
Jujun S. Suriasumantri, (1982), Filsafah Ilmu : Sebuah
Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan.
Mantiq,
<http://media.isnet.org./islam/etc/mantiq.htm”>.
Moh. Nazir, (1983), Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia
Indonesia
Muhammad Imaduddin Abdulrahim, (1988), Kuliah Tawhid,
Bandung : Yayasan Pembina Sari Insani (Yaasin)