Selasa, 28 Februari 2017

Review Jurnal Lamun Halophila Monoecious Baru Sulawesi

New monoecious seagrass of Halophila sulawesii
(Hydrocharitaceae) from Indonesia
Lamun Halophila Monoecious Baru Sulawesii (Hydrocharitaceae) dari Indonesia
KELOMPOK
IBNU MALKAN HASBI  P3300214005
WAHYUDDIN  P3300214401
Lamun Monoecious Baru Halophila Sulawesii (Hydrocharitaceae) dari Indonesia
Abstrak
Sebuah lamun spesies baru, Halophila sulawesii, lebih lanjut akan dijelaskan di bagian Halophila. Spesies ini memiliki penampilan vegetatif yang sama denganHalophila ovalis (R. Br.) JD Hook dengan ovate laminae, dan telah dilaporkan sebagai '' Halophila ovalis deep water '' dalam berbagai literature. Namun, H. ovalis merupakan jenis tumbuhan dioecious sedangkan H. sulawesii merupakan jenis tumbuhan monoecious, ciri yang menyerupai H. Capricorni Larkum, yaitu adanya sebuah bunga yang berjenis kelamin jantan atau betina pada flora axils yang terpisah pada rhizoma yang sama. Baik H. sulawesii maupun H. Capricorni memiliki gigi kecil yang sangat halus di sisi laminalnya Namun, permukaan laminal pada spesies terdahulu tidak memiliki rambut - rambut, sedangkan spesies yang baru memiliki beberapa rambut abaxial yang kaku. H. sulawesii ditemukan di pasir karang antara 10 sampai 30
meter dan tumbuh berdekatan
dengan karang Seriatopora hystrix Dana dan Acropora sp. dan jenis rumput laut lainnya seperti Halophila decipiens Ostenfeld dan Halodule uninervis (Forsaka ° l) Ascherson pada beberapa pulau karang di kepulauan Spermonde di arah barat daya Sulawesi, Indonesia.
Kata kunci: Halophila; Padang lamun; Spesies baru; Monoecious; Sulawesi
1.      Pendahuluan
Lamun Halophila ovalis memiliki penyebaran geografis yang luas di garis pantai beriklim tropis dan hangat di Indo-Barat Samudra Pasifik dan dikenal sebagai spesies eurybiontic (den Hartog, 1970). Spesis ini tumbuh dengan kondisi salinitas, suhu dan  intensitas cahaya, dan yang kurang. Dilaporkan bahwa spesies ini terbentang mulai dari level mid-tidal” hingga kedalaman 60 meter di permukaan lumpur halus sampai patahan karang yang kasar (den Hartog, 1970). H. ovalis merupakan spesies dioecious yang berbunga dan berbuah sepanjang tahun di perairan tropis (den Hartog, 1970; Kuo dan den Hartog, 2001).
Serangkaian studi tentang ekologi dan eko-fisiologis yang melibatkan  '' H. ovalis deep water '' yang berasal dari kepulauan Spermonde, barat daya Sulawesi, Indonesia, menekankan adaptasi dan produksi lamun di lingkungan yang memiliki cahaya yang kurang (Erftemeijer, 1993; rftemeijer et al, 1993;. Verheij dan Erftemeijer, 1993; Erftemeijer dan Stapel, 1999). Eric Verheij menyimpan '' H. ovalis deep water '' di  dalam Herbarium Nasional (L), Leiden, Belanda. Hasil pengujian yang sangat detail pada H. Ovalis deep water '' dan material lain yang terkandung  dalam spesies H. ovalis deep water ini dikumpulkan dan ditempatkan di berbagai herbarium di dunia, akhirnya menyimpulkan bahwa Halophila deep water yang berasal dari kepulauan Spermonde tidak termasuk H. ovalis, tetapi, pada kenyataannya, merupakan Spesies Halophila dengan struktur bunga monoecious yang berbeda dari biasanya.
Spesies baru, Halophila sulawesii, tumbuh di air yang dalam disekitar pulau-pulau karang di kepulauan Spermonde barat daya Sulawesi, Indonesia. Spesies ini berhubungan erat dengan H. ovalis dan H. Capricorni tetapi berbeda dalam karakteristik vegetatif dan reproduktif yang mendukung spesies ini sebagai spesies baru.
2.      Gambaran dari Spesies Baru
2.1.  H. sulawesii sp. Nov
Differt a H. ovalis planta monoica, rhioma tenui, 0.3–0.5 mm diam.; laminis ovatis vel leviter ellipticis, 16–21 mm longis, 7.5–12 mm latis, marginibus minute serratis, pagina glabra, nervis lateralibus 12–14 (–16), raro ramifiscantibus, nervo intramarginali 0.5–1 mm margine; floribus solitariis, masculis et feminiesis in eadem rhizoma in surculis floralibus discretis; pedicello floris masculini 15–25 mm longo; caule basali floris femineo 2–4 mm longo, styles 10–30 mm longis; fruti immaturi hypanthio 7–10 mm longo, seminibus immaturis c. 10.
Jenis: Indonesia, Sulawesi bagian selatan, Kepulauan Spermonde, pulau Samalona, Sisi utara, 15 m, 4 Agustus 1989. E Verheij 0388 (holo: L992071980; iso: L992071964, L
992071956, L 992.071.935).
Rimpang merayap, tipis, 0,3-0,8 mm, ruas hingga 50 mm; skala 2 meliputi permukaan atas dan bawah, , ujung sedikit berlekuk, permukaan tidak berambut di seluruh tepinya. Daun berada pada simpul rimpang, tangkai daun (5-) 10-25 mm, subterete, berdaging, transparan. Lamina tipis, rapuh, berbentuk bulat panjang, bagian paling atas bersudut lebih dari 90, dasar subtruncate, jarang terapit dan sedikit miring, tepinya bergigi, permukaan licin; cross-vena 12-14 (-16), Bercabang jarang, setiap sisi mempunyai pelepah, alternatif, sub opposite atau sebaliknya, sekitar 30-408; vena intramarginal mencolok, ruang antara tepi lamina ke vena intramarginal 0.5-1 mm. Monoecious. Satu bunga jantan atau betina pada simpul yang berbeda di rimpang yang sama. Bunga jantan, axillary, pangkal 1,5 2 mm, dibatasi oleh dua daun subequal; daun eliptik berbentuk seperti pisau, bagian paling atas tertutup, dasar terpotong, 7-9 mm, lebar 1,5 mm, keseluruhannya bersisi, membelit; pedicel sampai ukuran 25 mm, silinder, ramping, berdaging, hialin; tepal 3, elips lebar, bagian paling atas tertutup dan tumpul, dasar terpotong, 4-5 mm dengan 1 mm, cekung, membelit; benang sari 3, 2-3 mm. Bunga  betina dengan batang yang berbeda 2-4 mm; daun oval, dan lonjong, bagian teratas tumpul, dasar tidak terpotong,
7-8,5 mm,
lebar 1 mm, keseluruhan bertepi; ellipsoid ovarium, 1,5 2 mm; style 3, 10-30 mm, tidak sama, semua dimasukkan di titik yang sama, papillose adaxially, abaxial yang halus; buah muda 4 mm, lebar 2,5 mm; hypanthium 7-10 mm; benih dewasa tidak terlihat.

Bahan yang diujikan: INDONESIA, Sulawesi, Kepulauan Spermonde, pulau Samalona 10 m, 30 Agustus 1989, E Verheij 484 (L); pulau yang sama, 30 m, 31 Agustus 1989, E Verheij 464 (L); pulau yang sama, 25 m, 1 September, E Verheij 473 (L); pulau yang sama, 25 m, 3 Oktober 1989, E Verheij 608 (L). Pulau Kudingareng Keke., 20 m, 11 Oktober 1988, E Verheij 0002 (L); Apakah sama., 25 m, 16 Agustus 1989, E Verheij 417 (L); pulau yang sama, 20 m, 19 September 1989, E Verheji 550 (L); pulau yang sama, 20 m, 22 September 1989, E Verheij 542
(L); pulau yang sama, 20 m, 10 Juli 1990, E Verheij 1171 (L).
Pulau Barang Lompo, 25 m, 18 Oktober 1989, E Verheij 676 (L).; Pulau yang sama, sisi timur, 25 m, 3 Mei 1990, E Verheiji 1069 (L); pulau yang sama., 25 m, 3 Mei 1990 E Verheij 1070 (L). Pulau Tulang Tambung., 25 m, 13 Oktober 1989, E Verheij 645 (L); pulau yang sama., sisi timur, 10 m, 13 Oktober 1989, E Verheij 632 (L); pulau yang sama., sisi utara, 20 m, 11 Apr 1990, E Verheij 991 (L).
Penyebaran: H. sulawesii hanya dikenal di beberapa pulau karang termasuk pulau Barang Lompo, Bone Tambung, Barang Kapoposang, Kudingareng Keke, Kudingareng Lompo, Langkai, Samalona di Kepulauan Spermonde, barat daya Sulawesi, Indonesia, antara 430S -  530S, 11910  -  11930E.
Habitat: H. sulawesii tumbuh sebagai padang lamun monospecific di air jernih padav kedalaman 10 sampai 30 m di bawah pasir dengan sedimen karbonat kasar pada tepi bawah lereng karang. Spesies tumbuh berdekatan dengan karang Acropora
sp. dan Seriatopora hystrix
dan area rumput laut Uninervis Halodule dan Halophila decipiens (berbaur dengan spesies ini) (Erftemeijer dan Stapel, 1999).
Biologi: Munculnya bunga dan buah pada H. sulawesii terjadi dari Agustus-Desember. biji terlihat pada Agustus dan Oktober yang menunjukkan bahwa masa dormansi agak pendek dan biji berkecambah segera setelah biji – biji tersebut jatuh dari tanaman induk.

3.      Pembahasan
Spesies baru yang dijelaskan, H. sulawesii, telah dilaporkan sebagai '' H. ovalis deep water '' oleh beberapa peneliti (misalnya Verheij dan Erftemeijer, 1993; Erftemeijer dan Stapel,1999). Pada mulanya, spesies ini memiliki fisik morfologi vegetatif yang sama dengan H. ovalis yang tidak berambut, oval lamina, 12-16 dengan vena di setiap sisi tengah tulang rusuk dan 'relatif halus 'margin lamina (Gambar. 1 dan 2). Namun, setelah melalui
pengujian, H. sulawesii dapat dengan mudah dibedakan dari H. ovalis dengan karakteristik berikut: mempunyai gigi halus pada lamina margin (Gbr. 3), jarang bercabang pada vena, serta ruang lebih luas antara margin lamina dengan vena intra-marjinal (0.5-1 mm) (Gambar 3;. Tabel 1). Lebih penting lagi, berbeda dengan dioecious H. ovalis, tumbuhan H. sulawesii
merupakan bunga yang bersifat monoecious (Gambar. 1 dan 2) seperti H. Capricorni. Pada H. sulawesii dan H. Capricorni satu bunga jantan atau satu bunga betina terbentuk pada simpul yang berbeda dari rimpang yang sama.
Namun, morfologi reproduksi secara rinci menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara H. sulawesii dan H. Capricorni. Panjang Pedicelnya adalah 15-25 mm pada saat bunga mekar, hypanthium adalah 7- 10 mm dan margin daunnya lebih halus dari bunga
pada spesies terdahulu (Gambar. 4), sedangkan panjang pedicelnya adalah 5.5-7.5 mm, hypanthium 2-3 mm dan margin daun yang bergigi kecil (Tabel 1). Selain itu, H. sulawesii berbeda dari H. Capricorni berdasarkan morfologi vegetatifnya, tumbuhan H. sulawesii  agak rapuh dengan diameter rimpang kurang dari 0,5 mm dan lateral tidak terlihat. Bentuk lamina spesies ini oval dengan permukaan lamina yang halus, dan petioles lebih panjang atau sepanjang lamina.
Sebaliknya, tumbuhan H. Capricorni ini sifatnya agak kuat dengan diameter rimpang lebih dari 1 mm dan bercabang samping sekitar 2-8 mm. Bentuk lamina H. Capricorni adalah persegi panjang, permukaan abaxial pada lamina memiliki rambut kaku, dan petiolesnya lebih pendek dari lamina (Tabel 1).
Genus Halophila memiliki jenis sekitar 20 spesies. Dari jumlah tersebut, hanya empat spesies, H. decipiens, H. beccarii Ascherson, H. Capricorni dan H. sulawesii yang bersifat monoecious (Kuo dan den Hartog, 2001; Kuo dkk., 2006). Kecuali H. beccarii, yang termasuk ke dalam jenis monotypic Microhalophila, tiga spesies monoecious lainnya bersama dengan 11 spesies dioecious lain dapat dikategorikan Halophila (den Hartog dan Kuo, 2006; Kuo et al., 2006). Morfologi bunga H. Decipiens dan H. beccarii berbeda dengan H. sulawesii dan H.
Capricorni, seperti yang telah dijelaskan di atas. Dalam H. decipiens, satu
bunga jantan atau betina membentuk pada pangkal yang sama pada kelenjar rimpang dan dilindungi oleh beberapa pasang daun (den Hartog, 1970; Parthasarathy et al, 1988b.; Kuo dan Kirkman,
1995; Kuo et al., 1995). Di sisi lain,
bunga jantan dan bunga betina H. beccarii ditemukan pada pangkal yang sama atau berbeda dari tumbuhan yang sama, dan setiap bunga
dilindungi oleh sepasang
daun yang terpisah (Parthasarathy et al., 1988a; Muta Harah et al., 1999, 2002). Selain itu, habitat dan penyebaran geografis dari 4 spesies monoecious Halophila
      spesies ini berbeda. H. sulawesii hanya diamati dari kedalaman air SW Sulawesi, Indonesia (Verheij dan Erftemeijer, 1993; Erftemeijer dan Stapel, 1999). H. Capricorni juga terdapat diair yg dalam, tetapi hanya terbatas pada laut karang (Larkum, 1995; Lee Long, dkk., 1996). H. decipiens terdapat di daerah intertidal lalu menuju ke air yang dalam. Spesies ini merupakan spesies rumput laut yang paling banyak penyebarannya di dunia (den Hartog, 1970; Kuo dan den Hartog, 2001; den Hartog dan Kuo, 2006). Sedangkan, H. beccarii hanya terdapat di air berlumpur dangkal, dan sering dikaitkan dengan bakau, dan terdapat dari bagian timur Samudera Hindia sampai bagian barat Samudera Pasifik (den Hartog, 1970; Kuo dan den Hartog, 2001).
Berdasarkan penelitian terhadap material H. Sulawesii yang terbatas, periode bunga mekar pada bunga jantan dan betina dari rimpang yang sama ternyata berbeda. Telah diamati bahwa perkembangan bunga betina selalu lebih maju dibandingkan bunga jantan, fenomena tersebut, yang dikenal sebagai protogyny, menunjukkan bahwa tumbuhan jenis monoecious ini satu jarang melakukan penyerbukan sendiri tersebut. Survey untuk menyelidiki penyebaran dan reproduksi dari spesies monoecious ini sangat diharapkan karena hingga saat ini material herbarium belum memberikan kesimpulan akhir tentang spesies ini.







Ucapan Terima Kasih
Saya berterima kasih kepada P. Wilson untuk diagnosis Latin, L.-Y. Kuo untuk gambar dan foto-foto, dan H. Kirkman, J. Vermaat, dan dua peninjau anonim atas komentar konstruktif yang sangat berharga dan pada naskah ini. Saya mengucapkan terima kasih kurator dan staf berbagai herbarium atas kerjasamanya dan dukungan selama saya mempelajari koleksi mereka, dan khususnya Dr.Willem F. Prud'homme van Reine Nasional Herbarium Nederland, Leiden, Belanda, yang menyediakan bantuan dan keramahannya selama kunjungan saya ke herbarium.
Gambar. 1. Sebuah foto tumbuhan Halophila sulawesii yang kering yang menunjukkan satu Bunga jantan (Mf) dan dua bunga betina (F1, F2) terjadi pada rimpang yang sama (Ra). Bunga  jantan memiliki pedicel memanjang pada saat bunga mekar. Gaya memanjang (St) yang terdapat dalam F1 tetapi tidak ada dalam F2. Sepasang lamina oval dengan panjang petioles terbentuk pada simpul rimpang (Ra).

Gambar. 2. Sebuah gambar tumbuhan Halophila sulawesii yang memperlihatkan satu bunga jantan (Mf) dan satu bunga betina pada pangkal yang sama dan dua bunga betina (F1, F2) yang muncul pada rimpang yang sama (Ra). Gaya memanjang terjadi pada F1 tetapi tidak pada F2. Sepasang lamina oval (L) dengan tangkai daun yang panjang (P) dan akar (Rt) muncul pada simpul rimpang.

Gambar. 3. Sebuah foto Halophila sulawesii margin lamina yang menunjukkan duri atau margin bergigi kecil. Ruang yang luas antara margin lamina dan vena intramarginal (iv).

Gambar. 4. gambar Detil bunga Halophila sulawesii. A: bunga jantan pada saat bunga mekar dengan batang yang pendek (Pu), sebuah pedicel yang memanjang (Pd), membuka tapels (Te) dan benang sari (Sm), spathes (Sp) meliputi dasar bunga. B: Bunga betina setelah bunga mekar dengan gaya terlepas dari hypanthium (Hy) tetapi memiliki sedikit biji - biji muda (Ys). Spathes (Sp) menutupi bunga tetapi tidak berfungsi sebagai pedunculus (batang) (Pu).

window.setTimeout(function() { document.body.className = document.body.className.replace('loading', ''); }, 10);