IKAN
BADA DI DANAU MANINJAU
Danau
Maninjau merupakan salah satu danau alami di Indonesia. Secara geografis Danau
Maninjau terletak antara 0012’26,63”LS-0025’02,80”LS dan 100 007’43,74’43,74”BT-100016’22,48”BT pada ketinggian
461,5 m di atas permukaan laut (Apip et al., 2003). Danau Maninjau
merupakan danau multi fungsi yang dimanfaatkan oleh multi sektor yaitu ekonomi,
ekologi, dan sosial. Salah satu sektor ekonomi penting di Danau Maninjau yaitu
sektor perikanan baik tangkap maupun budidaya. Beberapa jenis ikan asli yang
hidup di perairan Danau Maninjau adalah ikan panjang (Anguilla mauritania),
asang (Osteochilus gnatopogon), nilem (Osteochilus hasselti),
rinuak (Rosterang ryroania), gariang (Tor douronensis, T. tambroides),
gabus (Channa striata), baung (Mystus nemurus) dan ikan
bada (Rasbora argyrotaenia).
Data
morfologi danau maninjau sebagai berikut :
Terdapat
empat sungai di Danau Maninjau yaitu Batang Antokan, Batang Tumayo, Batang
Amparan, dan Batang Kurambik. Batang Antokan merupakan satu-satunya outlet di
Danau Maninjau yang bermuara ke Samudera Hindia (BPS Kabupaten Agam, 2006).
Danau Maninjau merupakan salah satu danau yang multiguna karena danau ini
dimanfaatkan oleh banyak sektor yaitu sektor ekonomi, ekologi, dan sosial.
Pemanfaatan danau dari segi ekonomi yaitu pada bidang pariwisata, perikanan
tangkap dan budidaya, sumber air untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
yang terdapat di Muko-muko, Kenagarian Koto Malintang dan sumber air untuk irigasi.
PLTA
di Maninjau mulai dioperasikan pada tahun 1983. Hal ini menyebabkan sistem
penggelontoran alami danau terganggu karena air tidak lagi keluar melalui
Batang Antokan melainkan melalui intake turbin dengan debit 13,39 m3/s.
Selain mengganggu sistem penggelontoran alami, tertutupnya Batang Antokan juga
menghambat migrasi ikan panjang (Anguilla mauritania) yang akan memijah
sehingga saat ini ikan panjang merupakan ikan langka di Danau Maninjau.
Perikanan
budidaya sangat berkembang di Danau Maninjau. Hal ini terlihat dari jumlah
Karamba Jaring Apung (KJA) yang ada. KJA terdapat di sekeliling danau. Hampir
tidak ada nagari yang tidak memiliki KJA, bahkan KJA juga terdapat di kawasan
yang peruntukannya untuk konservasi dan kawasan wisata yaitu di Muko-muko, Koto
Malintang. Pemilik KJA berasal dari dalam maupun dari luar Kecamatan Tanjung Raya.
Pada tahun 2006 jumlah KJA mencapai 4.484 unit dengan 1.610 pemilik dan pada
awal 2008 jumlahnya sudah mencapai 12.106 unit. Hal ini berdasarkan komunikasi
pribadi (Juli, 2008) dengan petugas Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan
(PEPERLA) setempat.
Pada
umumnya jenis ikan yang dibudidayakan adalah ikan nila dan majalaya. Hasil
panen ikan didistribusikan ke wilayah di dalam dan luar Sumatera Barat. Perikanan
tangkap berlangsung setiap hari dalam sepanjang tahun. Alat tangkap yang
digunakan oleh nelayan beragam yaitu jaring insang, perangkap, anco, bagan, dan
tubo (racun). Namun saat ini penggunaan tubo (racun) untuk menangkap ikan sudah
jarang dilakukan oleh nelayan. Jaring insang dengan ukuran mata jaring ¾ inch
merupakan alat tangkap yang umum digunakan untuk menangkap ikan bada, dan
perangkap merupakan alat tangkap yang dioperasikan pada saluran air masuk (inlet)
Danau Maninjau. Ikan bada merupakan target tangkapan utama karena merupakan
komoditas perikanan penting dan bernilai ekonomi tinggi. Ikan bada dimanfaatkan
sebagai ikan konsumsi dalam bentuk segar maupun asap. Selain ikan bada juga terdapat
ikan panjang (Anguilla mauritania), asang (Osteochilus gnatopogon),
nilem (Osteochilus hasselti), rinuak (Rosterang ryroania),
gariang (Tor douronensis, T. tambroides), gabus (Channa
striata), baung (Mystus nemurus) dan gastropoda yang sangat populer
di Maninjau khususnya dan Sumatera Barat umumnya yaitu ”pensi”. Sumberdaya ikan
yang terkenal dan menjadi ciri khas Maninjau yaitu bada, rinuak, dan pensi.
Ikan
bada merupakan sumberdaya perikanan penting sebagai ikan konsumsi bernilai
ekonomi tinggi di Danau Maninjau. Harga ikan bada mencapai Rp.100-200 per ekor
untuk ikan segar dan Rp.140.000 per kilogram untuk ikan asap. Oleh karena itu,
menangkap ikan bada merupakan salah satu lapangan pekerjaan utama bagi nelayan
sekitar danau. Penangkapan terhadap ikan bada berlangsung setiap hari dalam
sepanjang tahun. Sama halnya dengan sumberdaya ikan lainnya, ikan bada
merupakan sumberdaya yang sifatnya dapat diperbaharui (renewable). Hal
ini berarti jika sumberdaya ikan diambil sebagian, maka sisa ikan yang
tertinggal memiliki kemampuan untuk memperbaharui dirinya dengan berkembang
biak (Nikijuluw, 2002). Berdasarkan sifat yang dimiliki oleh sumberdaya ikan
tersebut, maka diperlukan suatu upaya pengelolaan perikanan bada agar
pemanfaatannya dapat berkelanjutan.
Menurut Nelson (1984) dan Kottelat (1993) ikan
bada dimasukkan dalam klasifikasi:
Filum
: Chordata
Kelas
: Osteichthyes
Ordo
: Cypriniformes
Famili
: Cyprinidae
Genus
: Rasb ora
Spesies
: Rasbora argyrotaenia
Nama
umum : Silver Rasbora (Sterba, 1969)
Nama
Indonesia : Wader pati, Luncar andong, Luncar pare, Paray, Cecereh,
Pantau, Seluang (Saanin, 1968)
Rasbora
argyrotaenia memiliki
ciri morfologi batang ekor dikelilingi 14 sisik; 1-1½ sisik antara gurat sisi
dan awal sirip perut; garis warna gelap memanjang berawal dari operkulum sampai
pangkal sirip ekor dan membatasi bagian belakang badannya; jarak dorso-hypural
jika ditarik ke depan akan terletak pada mata atau di depan mata. Variasi
bentuk badan dan warna pada spesies ini banyak sekali. Panjang standar ikan ini
dapat mencapai 110 mm (Kottelat, 1993) dan panjang total 17 cm (Sterba, 1969).
Daerah penyebaran Rasbora argyrotaenia yaitu Jepang, China, Thailand,
Kepulauan Malay (Sterba, 1969), dan Indonesia di Sumatera, Borneo dan Jawa
(Kottelat, 1993). Ikan betina memiliki perut yang cembung dan semua sirip
hampir tidak berwarna. Ikan jantan memiliki tubuh yang lebih langsing (Sterba,
1969).
Rasbora
spp termasuk
ikan yang aktif. Suhu lingkungan perairan yang sesuai untuk kelompok ikan ini
adalah sekitar 24-25 0C. Makanan kelompok Rasbora spp beragam khususnya
krustasea kecil dan larva akan lebih disukai. Telur ikan yang sudah dibuahi
akan menetas setelah 24-30 jam dan akan menempel pada tumbuhan air. Setelah
menetas anak ikan dapat berenang bebas setelah 3-5 hari. Pertumbuhan ikan muda
akan cepat jika makanan hidup tersedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar