PEMBENIHAN TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima)
OLEH :
IBNU
MALKAN HASBI
P3300214005
PROGRAM MAGISTER ILMU PERIKANAN
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembenihan dan pendederan spat tiram
mutiara merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam usaha budidaya mutiara.
Pada saat ini hasil pandederan mamiliki nilai ekonomis dan banyak di butuhkan
perusahaan mutiara untuk meningkatkan target produksi mutiaranya. Akan tetapi,
kendala yang dihadapi pada kegiatan pendederan adalah tingginya mortalitas
secara masal hingga mencapai 98 % mulai dari awal pemeliharaan di laut hingga
mencapai ukuran 7 – 8 cm.
Mutiara merupakan suatu benda keras yang diproduksi di dalam jaringan
lunak (khususnya mantel) dari moluska hidup. Sama seperti cangkang-nya, mutiara terdiri dari kalsium
karbonat dalam bentuk kristal yang telah disimpan dalam
lapisan-lapisan konsentris. Mutiara yang ideal adalah yang berbentuk sempurna
bulat dan halus, tetapi ada juga berbagai macam bentuk lain. Mutiara alami
berkualitas terbaik telah sangat dihargai sebagai batu
permata dan objek keindahan selama berabad-abad, dan oleh karena itu, kata
"mutiara" telah menjadi metafora untuk sesuatu yang sangat langka,
baik, mengagumkan, dan berharga. Salah satu spesies kerang penghasil mutiara
adalah kerang pinctada maxima.
Pinctada maxima merupakan kerang penghasil mutiara yang
terdapat dalam laut yang persebarannya meliputi Philipina, Thailand, Birma,
Australia Dan Indonesia. kerang ini termasuk dalam kelas bivalvia yaitu hewan
yang memiliki dua katub, hewan ini hidup menempel pada substrat di dasar
perairan dikarenakan menyesuaikan dengan cara makannya dan cenderung tidak bisa
bergerak secara bebas. Kerang ini juga bisa digunakan sebagai tolak ukur atau
sebagai indikator kualitas air suatu perairan.
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan
dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui klasifikasi dari
Pinctada maxima.
2. Untuk mengetahui habitat dari Pinctada maxima
3. Untuk mengetahui struktur tubuh
dari Pinctada maxima
4. Untuk mengetahui sistem-sistem
yang terdapat dalam Pinctada maxima meliputi
sitem respirasi, sistem pencernaan,
sistem sirkulasi, sistem saraf dan sistem reproduksi.
5. Untuk mengetahui teknik budidaya
kerang mutiara (Pinctada maxima).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi
Tiram mutiara termasuk dalam phylum mollusca, phylum
ini terdiri atas 6 klas yaitu: Monoplancohora, Amphineura, Gastropoda, Lamellibrachiata, atau Pellecypoda, seaphopoda, dan Cephalopoda (Mulyanto, 1987). Tiram
merupakan hewan yang mempunyai cangkang yang sangat keras dan tidak simetris.
Hewan ini tidak bertulang belakang dan bertubuh lunak (Philum
mollusca).
Gambar 1. Tiram Mutiara
Klasifikasi tiram mutiara menurut mulyanto
(1987) dan Sutaman (1993) adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Sub kingdom : Invertebrata
Philum
: Mollusca
Klas : Pellecypoda
Ordo : Anysomyaria
Famili
: Pteridae
Genus
: Pinctada
Spesies : Pinctada maxima (Jameson 1901)
Menurut Dwiponggo (1976), jenis-jenis tiram mutiara
yang terdapat di Indonesia adalah: Pintada maxima, Pinctada margaritefera, Pinctada fucata, Pinctada
chimnitzii, dan Pteria penguin. Di beberapa daerah Pinctada fucata dikenal juga sebagai Pinctada martensii. Sebagai penghasil mutiara terpenting adalah tiga spesies, yaitu, Pinctada
maxima, Pinctada margaritifera dan Pinctada
martensii.Sebagai jenis yang ukuran terbesar adalah Pinctada
maxima. Untuk membedakan jenis tiram mutiara tersebut, perlu dilakukan pengamatan
morfologi, seperti warna cangkang dan cangkang bagian dalam (Nacre), ukuran serta bentuk.
2.2. Habitat
Tiram mutiara jenis Pinctada sp. yang
banyak dijumpai di berbagai Negara seperti Pilipina, Thailand, Birma, Australia
dan perairan Indonesia, sebenarnya lebih menyukai hidup di daerah batuan karang
atau dasar perairan yang berpasir. Disamping itu juga banyak dijumpai pada
kedalaman antara 20 m – 60 m. Untuk perairan Indonesia sendiri jenis
tiram Pinctada maxima banyak terdapat di wilayah Indonesia
bagian timur, seperti Irian Jaya, Sulawesi dan gugusan laut Arafuru. (Sutaman
1993)
Menurut Sutaman (1993) kondisi dan kualitas air yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan, ukuran dan kualitas mutiara adalah sebagai
berikut :
a. Dasar Perairan
Dasar perairan secara fisik maupun kimia berpengaruh
besar terhadap susunan dan kelimpahan organisme di dalam air termasuk bagi
kehidupan tiram mutiara. Adanya perubahan tanah dasar (sedimen) akibat banjir yang
menyebabkan dasar perairan tertutup lumpur sering menimbulkan kematian
pada tiram terutama yang masih muda. Oleh karena itu dasar perairan yang
berpasir atau berlumpur tidak layak untuk lokasi budidaya tiram mutiara. Dasar
perairan yang cocok untuk budidaya untuk budidaya tiram mutiara ialah dasar
perairan yang berkarang atau mengandung pecahan-pecahan karang. Bisa juga
dipilih dasar perairan yang terbentuk akibat gugusan karang yang sudah mati atau
gunungan-gunungan karang.
b. Kedalam
Kedalaman air dilokasi budidaya mempunyai pengaruh
yang cukup besar terhadap kualitas mutiara. Berdasarkan penelitian semakin
dalam letak tiram yang dipelihara,maka kualitas mutiara yang dihasilkan akan
semakin baik.
Kedalaman perairan yang cocok untuk budidaya tiram mutiara ialah berkisar
antara 15 m s/d 20 m. Pada kedalaman ini pertumbuhan tiram mutiara akan lebih
baik.
c. Arus Air
Banyak sedikitnya kelimpahan plankton sebagai makanan
alami tiram sangat tergantung pada kuat tidaknya arus yang mengalir dilokasi
tersebut. Tiram mutiara memiliki sifat filter feeder. Oleh karena itu tiram
mutiara akan mudah kelaparan pada kondisi arus yang terlalu kuat yang terjadi
selama berjam-jam dalam sehari.
Lokasi yang cocok untuk budidaya tiram mutiara ialah yang terlindung dari
arus yang kuat. Disamping itu pasang surut yang terjadi mampu menggantikan
massa air secara total dan teratur,sehingga ketersediaan oksigen terlarut
maupun plankton segar dapat terjamin.
d. Salinitas
Kualitas mutiara yang terbentuk dalam tubuh tiram
dapat dipengaruhi oleh kadar salinitas yang terlalu tinggi, warna mutiara
menjadi keemasan. Sedangkan pada kadar salinitas di bawah 14% atau di atas 55%
dapat mengakibatkan kematian tiram yang dipelihara secara massal.
Sebenarnya tiram mutiara ini mampu bertahan hidup pada kisaran salinitas
yang luas,yaitu antara 20% – 50%. Tetapi salinitas yang terbaik untuk
pertumbuhan tiram mutiara adalah 32% – 35%.
e. Suhu
Suhu memegang peranan yang sangat penting dalam
pembentukan lapisan mutiara dan pertumbuhan tiram itu sendiri.
Di beberapa Negara, pertumbuhan tiram mutiara yang ideal menunjukan kisaran
suhu yang berbeda-beda. Di jepang, misalnya, pertumbuhan yang terbaik berkisar
antara 200 C – 250 C, sebab pada suhu di atas
280 C menunjukan tanda-tanda yang melemah. Hal ini bisa
dimengerti, karena rata-rata suhu harian di jepang masih relative rendah,
walupun musim panas. Sedangkan di teluk Klutch India, pertumbuhan yang pesat
dicapai pada suhu anatara 230 C – 270 C.
Untuk Negara kita sendiri yang beriklim tropis, pertumbuhan yang terbaik
dicapai pada suhu antara 280 C – 300 C. Pada
iklim ini ternyata sangat menguntungkan untuk budidaya tiram mutiara, sebab
pertumbuhan lapisan mutiara dapat terjadi sepanjang tahun. Sedangkan Negara
yang memiliki empat musim (iklim sub-tropis) biasanya pertumbuhan tiram mutiara
tidak terjadi sepanjang tahun, karena pada suhu air di bawah 130 C
(musim dingin) pelapisan mutiara atau penimbunan zat kapur akan terhenti.
f. Kecerahan
Banyak sedikitnya sinar matahari yang menembus ke
dalam perairan sangat tergantung dari kecerahan air. Semakin cerah perairan
tersebut, maka semakin dalam sinar yang menembus ke dalam perairan. Demekian
pula sebaliknya.
Untuk keperluaan budidaya tiram mutiara selayaknya dipilih lokasi yang
mempunyai kecerahan antara 4,5 m – 6,5 m, sehingga kedalaman pemeliharaan bisa
diusahakan antara 6 m – 7 m. sebab biasanya tiram yang dibudidayakan diletakkan
di bawah kedalaman atau kecerahan rata-rata.
g. Kesuburan Perairan
Tiram sebagai binatang yang tergolong filter
feeder hanya mengandalakan makanan dengan menyerap plankton dari
perairan sekitar, sehingga keberadaan pakan alami memegang peranan yang sangat
penting. Sedangkan keberadaan pakan alami itu sendiri sangat berkaitan erat
dengan kesuburan suatu perairan.
Pada kondisi perairan yang kurang subur (tercemar), komposisi pakan alami
jumlahnya akan sangat sedikit, sehingga kurang mendukung untuk penyediaan pakan yang diperlukan tiram. Padahal
tiram yang dipelihara dalam laut, jelas tidak mungkin diberi pakan tambahan
sebagaimana ikan atau udang yang dipelihara dalam tambak. Oleh karena itu
lokasi budidaya pada kondisi perairan yang subur mutlak diperlukan.
2.3. Struktur Tubuh
Bentuk luar tiram mutiara tampak seperti batu karang
yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Tetapi di balik kekokohan tersebut
terdapat organ yang dapat mengatur segala aktivitas kehidupan dari tiram itu
sendiri. Dalam kelunakan tubuh tiram tersebut terdapat cangkang yang keras
untuk melindungi bagian tubuh agar terhindar dari benturan maupun serangan
hewan lain. Disamping itu, dalam cangkang yang jumlahnya satu pasang dan
mempunyai bentuk yang berlainan itu terdapat mother of pearl atau
lapisan induk mutiara serta nacre yang dapat membentuk lapisan mutiara.
(Sutaman 1993)
Kulit mutiara (Pinctada maxima)
ditutupi oleh sepasang kulit tiram (Shell, cangkan), yang tidak sama
bentuknya, kulit sebelah kanan agak pipih, sedangkan kulit sebelah kiri
agak cembung. Specie ini mempunyai diameter dorsal-ventral dan
anterior-posterior hampir sama sehingga bentuknya agak bundar. Bagian
dorsal bentuk datar dan panjang semacam engsel berwarna hitam. Yang berfungsi
untuk membuka dan menutup cangkang. (Winarto, 2004).
Cangkang tersusun dari zat kapur yang
dikeluarkan oleh epithel luar. Sel epitel luar ini juga menghasilkan
kristal kalsium karbonat (Ca CO3) dalam bentuk kristal argonit
yang lebih dikenal sebagai nacre dan kristal heksagonal kalsit yang
merupakan pembentuk lapisan seperti prisma pada cangkang.
Menurut Sutaman (1993) bentuk cangkang bagian luar
yang keras apabila dipotong atau dibelah secara melintang, maka ada tiga
lapisan yang akan tampak, yaitu lapisan periostrakum yang berada paling atas atau luar,
dan lapisan prismatik yang terdapat di bagian tengah.
Sedangkan lapisan yang agak ke dalam yang berhubungan dengan organ dalam
disebut lapisan nacre atau lapisan mutiara.
Ketiga lapisan tersebut, jika dilihat dari zat
penyuusunnya masing-masing adalah sebagai berikut :
1) Lapisan periostrakom adalah
lapisan kulit terluar yang kasar yang tersusun dari zat organic yang menyerupai
tanduk.
2) Lapisan prismatik, adalah
lapisan kedua yang tersusun dari Kristal-kristal kecil yang berbentuk prisma
dari hexagonal caltice.
3) Lapisan mutiara atau nacre adalah
lapisan kulit sebelah dalam yang tersusun dari kalsium karbonat (CaCO3).
(Sutaman 1993)
Menurut Sutaman (1993) apabila cangkang tiram dibuka,
maka akan terlihat sekumpulan organ tubuh yang berfungsi sebagai pengatur
segala aktivitas kehidupan tiram mutiara itu sendiri. Namun secara umum, organ
tubuh tiram mutiara dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kaki, mantel dan
organ dalam.
a. Kaki
Kaki tiram mutiara merupakan suatu organ tubuh yang
mudah bergerak dan berbentuk seperti lidah yang dapat memanjang dan memendek.
Kaki ini tersusun dari jaringan otot yang menuju ke berbagai jurusan, sehingga
dapat digunakan untuk bergerak terutama waktu masih muda. Sedangkan setelah
agak dewasa dan hidup menempel pada suatu substrat, kaki tidak lagi dugunakan
untuk bergerak, tetapi menggunakan byssusnya untuk menempel. Selain itu, kaki
tiram juga berfungsi untuk membersihkan kotoran yang mungkin menempel pada
insang maupun mantel.
b. Mantel
Mantel merupakan jaringan yang dilindungi oleh
sel-sel epithelial dan dapat membungkus organ bagian dalam. Letaknya berada di
antara cangkang bagian dalam atau epithel luar dengan organ dalam atau mass
viseralis. Sel-sel dari epithel luar ini akan menghasilkan Kristal kalsium
karbonat (CaCO3 ) dalam bentuk Kristal aroganit yang lebih
dikenal denga nama lapisan mutiara. Sel ini juga membentuk bahan organik
protein yang disebut kokhialin sebagai bahan perekat Kristal
kapur. Apabila potongan mantel ditransplantasikan ke dalam tubuh tiram akan
menghasilkan zat kapur.
c. Organ Dalam
Bagian ini letaknya agak tersembunyi setelah mantel
dan merupakan pusat aktivitas kehidupannya yang terdiri dari : insang, mulut,
jantung, susunan syaraf, alat perkembangbiakan, otot, lambung, usus dan anus.
·
Gambar 2. anatomi Pinctada
maxima
2.4. Sistem Pencernaan
Menurut Gosling (2004), seperti halnya pada jenis
kerangan yang lain, tiram mutiara mampu memanfaatkan phytoplankton yang
terdapat secara alamiah di sekitarnya. Tiram mutiara bersifat filter feeder
atau mengambil makanan dengan cara menyaring pakan yang ada di dalam air laut.
Getaran silia pada insang menimbulkan arus air yang masuk ke dalam ronga
mantel. Mulut terlerak pada bagian ujung depan saluran pencernaan atau
disebelah atas kaki. Makanan yang ditelan masuk ke dari mulut kemudian melaui
kerongkongan yang pendek langsung masuk perut, atau saluran kantong tipis pada
perut dengan kulit luar (cuticle) kasar yang berfungsi untuk memisah-misahkan
makanan. Dari perut sisa makanan (kotoran) akan dibuang melalui saluran usus
yang relatif pendek dan bentuknya seperti hurus S kemudian keluar lewat anus
(Velayudhan and Gandhi 1987 dalam Winanto, 2009)
2.5. Sistem sirkulasi
Sistem sirkulasi pada kerang mutiara ini
adalah sitem peredaran terbuka yaitu
Sistem Sirkulasi dari insang memasuki jantung, melewati salah satu dari dua
aurikel. Jantung terbungkus dalam pericardium. Dari ventrikel darah dipompa
baik ke anterior maupun melalui 2 buah aorta menuju ke bagian-bagian tubuh.
Kemudian darah berkumpul lagi dalam vena cava, lalu diangkut ke ginjal, terus
ke insang dan kemabali lagi ke jantung.
Sistem sirkulasinya terbuka, berarti tidak
memiliki pembuluh darah. Pasokan oksigen berasal dari darah yang sangat cair
yang kaya nutrisi dan oksigen yang menyelubungi organ-organnya. Makanan
kerang adalah plankton, dengan cara menyaring. Kerang sendiri merupakan mangsa
bagi cumi-cumi dan hiu.
2.8. Sistem reproduksi
Tiram mutiara mempunyai jenis kalamin terpisah,
kecuali pada beberapa kasus tertentu ditemukan sejumlah individu hermaprodit
terjadi perubahan sel kelamin (sel reversal) biasanya terjadi pada sejumlah
individu setelah memijah atau pada fase awal perkembangan gonad. Fenomena sex
reversal pada tiram mutiara (Pinctada maxima) menunjukan
bahwa jenis kelamin pada tiram teryata tidak tetap.
Bentuk gonad tebal menggembung pada kondisi matang
penuh, gonat menutupi organ dalam (seperti perut, hati, dan lain-lain). Kecuali
bagian kaki pada fase awal, gonad jantan dan betina secara eksternal sangat
sulit dibedakan, keduanya berwarna krem kekuningan. Namun, setelah fase matang
penuh, gonad tiram mutiara (Pinctada maxima) jantan berwarna putih krem,
sedangkan betina berwarna kuning tua.
BAB III
PEMBAHASAN
2.2
Seleksi
kematangan gonad dilakukan setiap 1 bulan sekali untuk memastikan bahwa induk
tersebut siap dipijahkan atau tidak. Seleksi dilakukan dengan cara membuka mantel
bagian dalam dan akan terlihat pada bagian pangkal gonad apakah terdapat sperma
atau sel telur. Sampling dilakukan dengan menggunakan baji, forshape, dan spatula.
pada induk betina akan terlihat berwarna kekuningan dan induk jantan akan terlihat
berwarna putih susu.
2.3 Teknik Rangsangan dan
Pemijahan
Teknik
yang dipergunakan untuk merangsang pemijahan tiram mutiara adalah metode kejut
suhu (thermal shock). Induk ditempatkan dalam pocket keranjang dan direndam
di dalam box Styrofoam I yang berisi pakan berupa campuran fitoplankton. Volume
fitoplankton dan air laut dalam box Styrofoam adalah 1:1. Suhu Styrofoam I adalah
23 oC, sedangkan suhu awal styrofoam II adalah 28 oC.kemudian Suhu Styrofoam II
ditingkatkan sampai 32 0C-33 0C dengan cara memasukkan air panas, jika
pemijahan secara alami tidak dapat dilakukan. Adapun suhu air media penetasan
dalam bak fiber 3 ton dibiarkan dalam suhu ruang, yaitu 28 0C.Pemijahan
dilakukan dengan cara memindah-mindahkan induk dalam pocket keranjang dari
Styrofoam I ke styrofoam II. Selanjutnya dipindahkan ke bak fiber.
2.4 Pemanenan larva
Setelah
induk tiram berhenti memijah, induk tersebut dipindahkan dari bak penetasan ke
dalam styrofoam dan selanjutnya dipelihara di rakit apung maupun long line.
Adapun telur-telur yang dihasilkan dibiarkan terbuahi terlebih dahulu di dalam
bak fiber. Segera setelah proses pemijahan berhenti dipasang aerasi sebanyak
satu titik. Hal ini dilakukan agar peluang terjadinya pembuahan lebih besar.
Setelah telur menetas selama kurang lebih 20 jam setelah terjadi pemijahan
kemudian disaring dengan menggunakan saringan ukuran 40 dan 60 mikron.dan
dipindahkan ke bak pemeliharaan larva dengan volume 3 ton..
Pemeliharaan Larva
2.5.1 Pemberian pakan
Larva
mulai diberi pakan setelah mencapai fase D-Shape (D1). Pakan yang diberikan
berupa fitoplankton jenis Isochrysis galbana, Chaetocheros gracillis, dan Nannoclhoropsis
sp.. Setelah mencapai fase umbo 3, pakan yang diberikan ditambah dengan
fitoplankton jenis Nitzchia sp. dan Tetraselmis chuii. Dilakukan pengamatan terhadap
larva dengan mikroskop sebelum dan 4 jam sesudah larva diberi pakan. Hal ini bertujuan
untuk melihat kondisi larva, terutama isi perut. Fitoplankton yang diberikan
berumur 4-5 hari. Larva diberi pakan sehari sekali, yaitu pada pagi hari jam
10.00. Pakan yang akan diberikan terlebih dahulu disaring dengan planktonet 10
m, kemudian ditampung dalam toples 15 liter. Di dalam toples tersebut kombinasi
pakan yang akan diberikan dicampurkan. Setelah itu, pakan diambil dengan
menggunakan teko berskala dan dimasukkan secara merata ke dalam bak pemeliharaan
larva sesuai dengan jumlah pakan yang akan diberikan.
2.5.2 Pengelolaan kualitas air
Pengelolaan
kualitas air dilakukan dengan cara mengganti air secara total 3-4 hari sekali.
Selain penggantian secara total juga dilakukan penyiponan pada dasar bak dengan
tujuan larva yang kurang sehat yang mengendap pada dasar bak tidak tercampur
dengan larva yang sehat. Air yang akan diganti disedot dengan menggunakan
selang spiral 1 inchi secara bertahap dengan cara mengambil larva yang ada di
permukaan air terlebih dahulu. Larva yang berada di atas cenderung lebih sehat,
jika dibandingkan dengan larva yang berada di dasar. Saringan yang digunakan
disesuaikan dengan ukuran larva. Yakni mulai dari 40 mikron, 80 mikron, 100
mikron, 120 mikron, 150 mikron, 180 mikron, 200 mikron, dan 250 mikron. Setelah
larva tersaring, larva kemudian dimasukkan ke dalam bak 3 ton yang terisi air
baru. Penggantian air ini dilakukan sampai larva siap menempel yakni masuk pada
fase plantygrade dengan ukuran larva kurang lebih 200 – 250 mikron.
2.6 Pemeliharaan Spat
Setelah
melewati fase plantigrade, larva akan tumbuh menjadi spat. Mulai dari penetasan
sampai mencapai fase plantygrade tingkat kelangsungan hidup larva sanagt kecil
yakni mencapai 5 – 10 %. Beberapa factor yang mempengaruhi SR adalah sebagai berikut:
Tingkat kematangan induk, perlakuan saat pemijahan, kualitas pakan, dan kualitas
air media pemeliharaan itu sendiri. Adapun parameter kualitas air yang media pemeliharaan
yang baik sebagai berikut : Pada fase peralihan yakni fase plantygrade menjadi
spat, sifat hidupnya akan cenderung menempel pada substrat. Oleh karena itu,
larva yang mulai tumbuh menjadi spat harus diberikan substrat agar tidak
menempel pada bak pemeliharaan. Substrat yang digunakan biasanya terbuat dari
tali PE atau orcid net dengan kerapatan 80-90%.
2.6.1 Persiapan wadah
Sama
seperti wadah pemeliharaan larva, spat juga dipelihara di dalam bak fiber 3 m3.
Persiapan wadah yang dilakukan sama seperti halnya yang telah dijelaskan di sub
bab 1. Adapun untuk persiapan kolektor adalah kolektor dipotong berukuran 20x30
cm, diikat dengan tali, direndam di dalam air panas selama 1-2 menit, kemudian
dipasangi pemberat timah di bagian bawahnya. Setiap dua buah kolektor tidak
dipotong hingga putus, melainkan bagian tengahnya dibiarkan tetap menyatu. Hal
in bertujuan agar panjang kolektor ketika dipasang sesuai dengan kedalaman bak
sehingga tidak perlu pengikatan kolektor kembali. Kolektor-kolektor tersebut
digantung pada bambu yang dipasang melintang di permukaan bak fiber. Satu bak
fiber 3 m3 dapat menampung kolektor sebanyak 500-700 buah yang disesuaikan
dengan jumlah larva yang ditebar. Setelah kolektor dipasang, bak fiber diisi
dengan air yang telah disaring melalui sand filter, catridge, dan filter bag.
Sistem aerasi dipasang, jumlahnya disesuaikan dengan kepadatan kolektor.
Biasanya aerasi dipasang sebanyak lima titik dan diletakkan menyebar.
2.6.2 Pemberian pakan
Pemberian
pakan baik waktu dan jenis fitoplankton yang diberikan pada spat sama seperti
halnya dengan larva, hanya saja kuantitasnya lebih banyak dari larva.
2.6.3 Pengelolaan kualitas air
Pengelolaan
kualitas air dilakukan dengan cara pergantian air. Pergantian air pada spat
dilakukan dengan cara memindahkan kolektor ke bak fiber lain yang telah berisi
air laut. Pada bak fiber lama air tetap dikuras dengan menggunakan selang
spiral 1 inchi atau melalui saluran output bak yang ujungnya diletakkan
saringan. Hal ini dilakukan untuk mengambil spat yang masih menempel pada
dinding dan dasar bak. Sebelum dilakukan pergantian air total, biasanya
dilakukan resirkulasi pada wadah pemeliharaan, resirkulasi
dilakukan secara bertahap
mulai dari 25 %, 50%, 75%, 100%, dan 150%. Suhu media dipertahankan dengan cara
mengurangi kontak tempat pemeliharaan dengan udara luar, yaitu dengan cara
menutup permukaan bak dengan plastik. Selain itu, kandungan oksigen terlarut
harus dipertahankan dengan cara memberikan aerasi sebanyak 4-6 titik pada bak
pemeliharaan spat.
2.7 Pemanenan dan pengepakan
Pemanenan
dilakukan dengan cara mengangkat kolektor dari bak pemeliharaan. Adapun
pengepakan dilakukan dengan metode kering. Untuk mengangkut spat diperlukan
wadah berupa styrofoam yang besarnya disesuaikan dengan jumlah kolektor yang
akan diangkut.pengepakan dilakukan dengan cara bagian dalam dasar styrofoam diberi
handuk basah , kemudian kolektor disusun di atas handuk basah tersebut. Selain itu,
di sudut styrofoam diletakkan 1 botol plastic es batu yang terbuat dari air
laut. Kemudian styrofoam ditutup rapat dengan plester dan dibungkus kembali
dengan kardus.
KEGIATAN PENDEDERAN
Kegiatan
pendederan merupakan kegiatan lanjutan dari pemeliharaan spat di hatchery yang
akan di lakukan di laut. Pendederan spat tiram mutiara dilakukan dengan menggunakan
dua metode yaitu metode rakit dan metode long line. Dalam satu siklus pendederan
memerlukan waktu selama 10 bulan dengan ukuran spat mencapai 6 – 8 cm.dengan
laju pertumbuhan rata-rata 0,7 cm per bulan dengan SR sekitar 5 -10 %. Kecilnya
SR pada saat pemeliharaan diduga karena adanya masa transisi dari pemeliharaan
di hatchery yang kemudian di pindahkan ke laut..Banyak dijumpai kematian
terjadi pada saat spat berukuran kurang dari 3 cm.
3.1 Teknik pemeliharaan
Teknik
pendederan meliputi penanganan awal sebelum spat diturunkan ke laut, penanganan
pada saat pemeliharaan di laut, dan penanganan pasca panen yang dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut :
Penanganan awal
Sebelum
spat tiram mutiara dari hasil pembenihan di laboraturium dipindahkan ke laut
dilakukan penanganan awal mulai dari penempelan kolektor sebagi substrat pada pocket,pembungkusan
dengan waring, aklimatisasi dengan sistem air mengalir pada bak penampungan,
dan pengangkutan menuju laut. Adapun langkah – langkahnya penanganannya :
-. Benih Spat tiram mutiara
yang masih menempel pada kolektor diikat dengan
posisi diapit diantara dua pocket net yang kemudian
dibungkus dengan menggunakan waring dengan mess size 0,5 mm yang dalam satu
pocketnya
terdapat 4 kolector dengan asumsi kepadatan 300 ekor per
kolektor.
-. Aklimatisasi Awal dengan
menempatkan pocket yang berisi kolektor pada bak penampungan dengan sistim
sirkulasi air selama 1 jam.
-. Pengangkutan dengan metode kering
menggunakan speed boot yang kemudian digantung pada long line dengan kedalaman
3 – 5 m di bawah permukan air laut.
Penanganan saat pemeliharaan
-. Pada saat spat berumur 1
minggu di lakukan pengontrolan pertumbuhan spat yang masih hidup dan menempel
pada kolektor, apabila spat yang menempel pada kolektor banyak, setelah berumur
15 hari dilakukan penggantian waring dengan mess size 1 mm.
-. 15 hari berikutnya
dilakukan penggantian waring dengan mess size 2 mm
-. Pada saat spat berukurn 1,5
-2 cm yakni setelah spat berumur 1,5 – 2 bulan
dilakukan pembongkaran dengan
cara melepaskan spat yang menempel pada
kolektor dengan memotong bisus
dengan menggunaan pisau tajam.
-. Spat yang telah di lepaskan
dari kolektor dibersihkan bagian permukaannya
dengan menggunakan sikat gigi
halus kemudian ditempatkan pada pocket timbangan dengan cara di tabur dengan
kepadatan 50 – 60 ekor/pocket. Spat yang telah ditabur pada pocket timbangan
digantung pada rakit apung pada posisi horisontal, dengan tujuan agar spat yang
telah ditabur dapat menempel dan tidak mengumpul.
-. Setelah 1 minggu spat
digantung dengan posisi horisontal dan spat pada kondisi sudah menempel,
kemudian penggantungan spat pada pocket timbangan dilakukan pada posisi
vertikal seperti biasanya.
-. 15 hari kemudian dilakukan
penggantian waring dengan ukuran waring yang sama, dengan tujuan agar
memperlancar sirkulasi air.
-. Pemeliharaan spat pada
pocket timbangan dilakukan hingga spat berukuran 3 cm dengan lama pemeliharaan
1 bulan. Kemudian spat dibongkar dan dibersihkan untuk dipindahkan ke pocket
layar.
-. Pada pemeliharaan spat di
pocket layar setiap 2 minggu sekali dilakukan pembersihan dengan cara disemprot
menggunakan mesin semprot bertekanan, lama pemeliharaan spat di pocket layar
yakni 1 bulan.
-. Setelah pemeliharaan di
pocket layar dilakukan pembongkaran dan pembersihan yang kemudian spat di
tempatkan pada pocket net ukuran A14 dengan kepadatan 36 ekor/pocket
-. Setelah spat ditempatkan
pada pocket net, pembersihan dan penggantian pocket serta waring dilakukan
setiap 1 bulan sekali tergantung tingkat kekotorannya.
-. Spat yang sudah berukuran 6
– 8 cm dan siap jual di tempatkan pada pocket A18 dan tetap dibungkus dengan
menggunakan waring mess size 2 mm
3.2 Metode pemeliharaan
Pendederan
spat tiram mutiara menggunakan dua metode yaitu metode rakit dan longline.
Metode rakit digunakan untuk menggantung sementara pocket yang berisi spat yang
sudah dibersihkan hingga spat dapat menempel pada pocketnya. Sedangkan metode longline
digunakan untuk menggantung spat mulai dari awal pemeliharaan hingga siap
jual. Perlakuan yang dilakukan selama pemeliharaan spat tiram mutiara yaitu
aklimatisasi yang dilakukan sebelum spat dipindahkan ke laut, pergantian waring
pembungkus pocket, pembersihan spat, penjarangan dan seleksi menurut ukuran. Pada
pendederan spat tiram mutiara (P. maxima) menggunakan dua metode yaitu :
1. Metode rakit : yaitu teknik
pendederan dengan menggunakan rakit apung sebagai tempat untuk menggantung
pocket yang berisikan kolektor spat dari hatchery hingga spat berukuran 1 cm
dan siap dibongkar untuk dibersihkan dan dijarangkan. Rakit apung terbuat dari
bambu/kayu dengan ukuran panjang 14 x 7m dilengkapi dengan pelampung strofoam,
tali gantungan yang terbuat dari Tali PE 7 mm dengan panjang 5 m yang
diletakkan dengan jarak 1 m antara tali.
2. Metode longline :
yaitu teknik pendederan dengan menggunakan longline sebagai tempat untuk
menggantung pocket yang berisikan spat dari ukuran 1 cm yang baru di bongkar
dari kolektor hingga ukuran siap panen. Longline terbuat dari tali PE
22mm dengan panjang 100 m dilengkapi bola pelampung sebanyak 20 buah dengan diameter
40 cm dengan jarak pemasangan setiap pelampung yaitu 5 m dan terdapat 5 tali
gantungan berjarak antar tali 80 cm dengan panjang tali 6 m, jadi dalam 1 unit longline
terdapat 100 tali gantungan pocket. Adapun kegiatan yang harus dilakukan
selama pemeliharaan adalah Pembersihan dan penjarangan serta seleksi menurut
ukuran. Pembersihan dilakukan setiap bulan sekali setelah penebaran,
pembersihan pertama dengan mengangkat spat dari kolektor dan cangkang
dibersihkan dengan menggunakan sikat gigi halus. Setelah bersih spat kemudian
ditempatkan pada pocket yang diselubungi waring dan digantung pada longline.
Seleksi pada spat dilakukan dengan tujuan mengklasifikasikan spat sesuai dengan
ukuran, antara spat yang cepat dan lambat dalam pertumbuhannya. Seleksi
dilakukan pada saat penjarangan. Tujuan penjarangan adalah mengurangi tingkat
kepadatan spat persatuan ruang. Penjarangan mulai dilakukan pada saat
pembongkaran spat pada kolektor yang ukurannya sudah mencapai 1 cm. Seiring
meningkatnya ukuran spat maka akan terjadi kompetisi terhadap ruang
pemeliharaan dan pakan. Sering kali spat saling menempel antara satu dengan
yang lain sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan spat yang tidak normal. Teknik
penjarangan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Mengangkat pocket dari laut
yang diselubungi dengan waring.
2. Mengangkat spat yang masih
menempel pada kolektor dengan cara memotong bisusnya dengan menggunakan pisau
kecil secara hati-hati agar bisus tidak tertarik. Kemudian ditampung pada ember
plastik yang berisi air laut yang mengalir. Air laut dipompa dengan mesin pompa
air laut dan dialirkan pada bak penampungan.
3. Membersihkan kulit luar
spat dengan menggunakan sikat gigi yang halus satu persatu dan kemudian spat
dipelihara pada pocket dengan kepadatan 40 – 50 ekor per pocket.
4. Pocket yang sudah berisi
spat tersebut dibungkus kembali dengan waring yang bermata jaring 2 mm,
kemudian digantung sementara pada rakit apung.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari uraian di atas adalah sebagai berikut:
1.
Keberhasilan pembenihan secara teknis dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya pada kegiatan:
a. Penyediaan pakan
hidup
b. Sterilisasi media
pemeliharaan
c. Tingkat kematangan
induk
d. Cara Pemijahan
e. Perlakuan
penetasan telur
f. Pemberian pakan
g. Pemeliharaan larva
2.
Masa transisi yang cukup kritis dalam kehidupan spat terjadi setelah
dipindahkan pemeliharaan di laut, sehingga tingkat hidup dari spat hasil
pendederan masih sangat kecil.
3.
Pada kegiatan pendederan perlu dilakukan penjarangan dan pergantian waring dengan
tujuan agar pertumbuhan spat tidak terhambat. Sebab seiring meningkatnya
pertumbuhan akan terjadi kompetisi terhadap ruang pemeliharaan dan pakan.
Saran
Perlu dilakukan pengkajian – pengkajian
lebih lanjut pada setiap tahapan kegiatan dalam pembenihan tiram mutiara
sehingga dapat meningkatkan hasil produksi benih. Serta mengantisipasi terjadinya
kematian masal pada saat spat berukuran kecil. Sebab kematian banyak terjadi
pada saat spat berukuran kurang dari 3 cm.
Daftar Pustaka
Direktorat
Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, 1994
Tidak ada komentar:
Posting Komentar