Jumat, 03 Maret 2017

TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima)

PEMBENIHAN TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima)




OLEH :
IBNU MALKAN HASBI
P3300214005



PROGRAM MAGISTER ILMU PERIKANAN
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Pembenihan dan pendederan spat tiram mutiara merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam usaha budidaya mutiara. Pada saat ini hasil pandederan mamiliki nilai ekonomis dan banyak di butuhkan perusahaan mutiara untuk meningkatkan target produksi mutiaranya. Akan tetapi, kendala yang dihadapi pada kegiatan pendederan adalah tingginya mortalitas secara masal hingga mencapai 98 % mulai dari awal pemeliharaan di laut hingga mencapai ukuran 7 – 8 cm.
Mutiara merupakan suatu benda keras yang diproduksi di dalam jaringan lunak (khususnya mantel) dari moluska hidup. Sama seperti cangkang-nya, mutiara terdiri dari kalsium karbonat dalam bentuk kristal yang telah disimpan dalam lapisan-lapisan konsentris. Mutiara yang ideal adalah yang berbentuk sempurna bulat dan halus, tetapi ada juga berbagai macam bentuk lain. Mutiara alami berkualitas terbaik telah sangat dihargai sebagai batu permata dan objek keindahan selama berabad-abad, dan oleh karena itu, kata "mutiara" telah menjadi metafora untuk sesuatu yang sangat langka, baik, mengagumkan, dan berharga. Salah satu spesies kerang penghasil mutiara adalah kerang pinctada maxima.
Pinctada maxima merupakan kerang penghasil mutiara yang terdapat dalam laut yang persebarannya meliputi Philipina, Thailand, Birma, Australia Dan Indonesia. kerang ini termasuk dalam kelas bivalvia yaitu hewan yang memiliki dua katub, hewan ini hidup menempel pada substrat di dasar perairan dikarenakan menyesuaikan dengan cara makannya dan cenderung tidak bisa bergerak secara bebas. Kerang ini juga bisa digunakan sebagai tolak ukur atau sebagai indikator kualitas air suatu perairan.
1.3.  Tujuan Penulisan
Tujuan  dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui klasifikasi dari Pinctada maxima.
2.    Untuk mengetahui habitat dari Pinctada maxima
3.    Untuk mengetahui struktur tubuh dari Pinctada maxima
4.    Untuk mengetahui sistem-sistem yang terdapat dalam Pinctada maxima meliputi sitem     respirasi, sistem pencernaan, sistem sirkulasi, sistem saraf dan sistem reproduksi.
5.    Untuk mengetahui teknik budidaya kerang mutiara (Pinctada maxima).






















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Klasifikasi
Tiram mutiara termasuk dalam phylum mollusca, phylum ini terdiri atas 6 klas yaitu: Monoplancohora, Amphineura, Gastropoda, Lamellibrachiata, atau Pellecypoda, seaphopoda, dan Cephalopoda (Mulyanto, 1987). Tiram merupakan hewan yang mempunyai cangkang yang sangat keras dan tidak simetris. Hewan ini tidak bertulang belakang dan bertubuh lunak (Philum mollusca).
Gambar 1. Tiram Mutiara
Klasifikasi tiram mutiara menurut mulyanto (1987) dan Sutaman (1993) adalah sebagai berikut :
Kingdom          : Animalia
Sub kingdom    : Invertebrata
Philum              : Mollusca
Klas                  : Pellecypoda
Ordo                 : Anysomyaria
Famili               : Pteridae
Genus               : Pinctada
Spesies  : Pinctada maxima (Jameson 1901)
Menurut Dwiponggo (1976), jenis-jenis tiram mutiara yang terdapat di Indonesia adalah: Pintada maxima, Pinctada margaritefera, Pinctada fucata, Pinctada chimnitzii, dan Pteria penguin. Di beberapa daerah Pinctada fucata dikenal juga sebagai Pinctada martensii. Sebagai penghasil mutiara terpenting adalah tiga spesies, yaitu,  Pinctada maxima, Pinctada margaritifera dan Pinctada martensii.Sebagai jenis yang ukuran terbesar adalah Pinctada maxima. Untuk membedakan jenis tiram mutiara tersebut, perlu dilakukan pengamatan morfologi, seperti warna cangkang dan cangkang bagian dalam (Nacre), ukuran serta bentuk.
2.2.  Habitat
Tiram mutiara jenis Pinctada sp. yang banyak dijumpai di berbagai Negara seperti Pilipina, Thailand, Birma, Australia dan perairan Indonesia, sebenarnya lebih menyukai hidup di daerah batuan karang atau dasar perairan yang berpasir. Disamping itu juga banyak dijumpai pada kedalaman antara 20 m – 60 m. Untuk perairan Indonesia sendiri jenis tiram Pinctada maxima banyak terdapat di wilayah Indonesia bagian timur, seperti Irian Jaya, Sulawesi dan gugusan laut Arafuru. (Sutaman 1993)
Menurut Sutaman (1993) kondisi dan kualitas air yang berpengaruh terhadap pertumbuhan, ukuran dan kualitas mutiara adalah sebagai berikut :
a.    Dasar Perairan
Dasar perairan secara fisik maupun kimia berpengaruh besar terhadap susunan dan kelimpahan organisme di dalam air termasuk bagi kehidupan tiram mutiara. Adanya perubahan tanah dasar (sedimen) akibat banjir yang menyebabkan dasar perairan  tertutup lumpur sering menimbulkan kematian pada tiram terutama yang masih muda. Oleh karena itu dasar perairan yang berpasir atau berlumpur tidak layak untuk lokasi budidaya tiram mutiara. Dasar perairan yang cocok untuk budidaya untuk budidaya tiram mutiara ialah dasar perairan yang berkarang atau mengandung pecahan-pecahan karang. Bisa juga dipilih dasar perairan yang terbentuk akibat gugusan karang yang sudah mati atau gunungan-gunungan karang.
b.    Kedalam
Kedalaman air dilokasi budidaya mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap kualitas mutiara. Berdasarkan penelitian semakin dalam letak tiram yang dipelihara,maka kualitas mutiara yang dihasilkan akan semakin baik.
Kedalaman perairan yang cocok untuk budidaya tiram mutiara ialah berkisar antara 15 m s/d 20 m. Pada kedalaman ini pertumbuhan tiram mutiara akan lebih baik.
c.    Arus Air
Banyak sedikitnya kelimpahan plankton sebagai makanan alami tiram sangat tergantung pada kuat tidaknya arus yang mengalir dilokasi tersebut. Tiram mutiara memiliki sifat filter feeder. Oleh karena itu tiram mutiara akan mudah kelaparan pada kondisi arus yang terlalu kuat yang terjadi selama berjam-jam dalam sehari.
Lokasi yang cocok untuk budidaya tiram mutiara ialah yang terlindung dari arus yang kuat. Disamping itu pasang surut yang terjadi mampu menggantikan massa air secara total dan teratur,sehingga ketersediaan oksigen terlarut maupun plankton segar dapat terjamin.
d.   Salinitas
Kualitas mutiara yang terbentuk dalam tubuh tiram dapat dipengaruhi oleh kadar salinitas yang terlalu tinggi, warna mutiara menjadi keemasan. Sedangkan pada kadar salinitas di bawah 14% atau di atas 55% dapat mengakibatkan kematian tiram yang dipelihara secara massal.
Sebenarnya tiram mutiara ini mampu bertahan hidup pada kisaran salinitas yang luas,yaitu antara 20% – 50%. Tetapi salinitas yang terbaik untuk pertumbuhan tiram mutiara adalah 32% – 35%.
e.    Suhu
Suhu memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan lapisan mutiara dan pertumbuhan tiram itu sendiri.
Di beberapa Negara, pertumbuhan tiram mutiara yang ideal menunjukan kisaran suhu yang berbeda-beda. Di jepang, misalnya, pertumbuhan yang terbaik berkisar antara 20C – 25C, sebab pada suhu di atas 28C menunjukan tanda-tanda yang melemah. Hal ini bisa dimengerti, karena rata-rata suhu harian di jepang masih relative rendah, walupun musim panas. Sedangkan di teluk Klutch India, pertumbuhan yang pesat dicapai pada suhu anatara 23C – 27C.
Untuk Negara kita sendiri yang beriklim tropis, pertumbuhan yang terbaik dicapai pada suhu antara 28C – 30C. Pada iklim ini ternyata sangat menguntungkan untuk budidaya tiram mutiara, sebab pertumbuhan lapisan mutiara dapat terjadi sepanjang tahun. Sedangkan Negara yang memiliki empat musim (iklim sub-tropis) biasanya pertumbuhan tiram mutiara tidak terjadi sepanjang tahun, karena pada suhu air di bawah 13C (musim dingin) pelapisan mutiara atau penimbunan zat kapur akan terhenti.
f.     Kecerahan
Banyak sedikitnya sinar matahari yang menembus ke dalam perairan sangat tergantung dari kecerahan air. Semakin cerah perairan tersebut, maka semakin dalam sinar yang menembus ke dalam perairan. Demekian pula sebaliknya.
Untuk keperluaan budidaya tiram mutiara selayaknya dipilih lokasi yang mempunyai kecerahan antara 4,5 m – 6,5 m, sehingga kedalaman pemeliharaan bisa diusahakan antara 6 m – 7 m. sebab biasanya tiram yang dibudidayakan diletakkan di bawah kedalaman atau kecerahan rata-rata.
g.    Kesuburan Perairan
Tiram sebagai binatang yang tergolong filter feeder hanya mengandalakan makanan dengan menyerap plankton dari perairan sekitar, sehingga keberadaan pakan alami memegang peranan yang sangat penting. Sedangkan keberadaan pakan alami itu sendiri sangat berkaitan erat dengan kesuburan suatu perairan.
Pada kondisi perairan yang kurang subur (tercemar), komposisi pakan alami jumlahnya akan sangat sedikit, sehingga kurang mendukung untuk penyediaan pakan yang diperlukan tiram. Padahal tiram yang dipelihara dalam laut, jelas tidak mungkin diberi pakan tambahan sebagaimana ikan atau udang yang dipelihara dalam tambak. Oleh karena itu lokasi budidaya pada kondisi perairan yang subur mutlak diperlukan.
2.3.  Struktur Tubuh
Bentuk luar tiram mutiara tampak seperti batu karang yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Tetapi di balik kekokohan tersebut terdapat organ yang dapat mengatur segala aktivitas kehidupan dari tiram itu sendiri. Dalam kelunakan tubuh tiram tersebut terdapat cangkang yang keras untuk melindungi bagian tubuh agar terhindar dari benturan maupun serangan hewan lain. Disamping itu, dalam cangkang yang jumlahnya satu pasang dan mempunyai bentuk yang berlainan itu terdapat mother of pearl atau lapisan induk mutiara serta nacre yang dapat membentuk lapisan mutiara. (Sutaman 1993)
Kulit mutiara  (Pinctada  maxima)  ditutupi oleh sepasang kulit tiram (Shell, cangkan), yang tidak sama bentuknya, kulit sebelah kanan agak pipih, sedangkan kulit sebelah kiri  agak cembung. Specie ini mempunyai diameter dorsal-ventral dan anterior-posterior hampir sama  sehingga bentuknya agak bundar. Bagian dorsal bentuk datar dan panjang semacam engsel berwarna hitam. Yang berfungsi untuk membuka dan menutup cangkang. (Winarto, 2004).
Cangkang tersusun dari  zat kapur yang dikeluarkan oleh epithel luar. Sel epitel luar ini juga menghasilkan kristal  kalsium karbonat (Ca CO3) dalam bentuk kristal argonit yang lebih dikenal sebagai nacre dan kristal heksagonal kalsit  yang merupakan pembentuk lapisan seperti prisma pada cangkang.
Menurut Sutaman (1993) bentuk cangkang bagian luar yang keras apabila dipotong atau dibelah secara melintang, maka ada tiga lapisan yang akan tampak, yaitu lapisan periostrakum yang berada paling atas atau luar, dan lapisan prismatik yang terdapat di bagian tengah. Sedangkan lapisan yang agak ke dalam yang berhubungan dengan organ dalam disebut lapisan nacre atau lapisan mutiara.
Ketiga lapisan tersebut, jika dilihat dari zat penyuusunnya masing-masing adalah sebagai berikut :
1)      Lapisan periostrakom adalah lapisan kulit terluar yang kasar yang tersusun dari zat organic yang menyerupai tanduk.
2)      Lapisan prismatik, adalah lapisan kedua yang tersusun dari Kristal-kristal kecil yang berbentuk prisma dari hexagonal caltice.
3)      Lapisan mutiara atau nacre adalah lapisan kulit sebelah dalam yang tersusun dari kalsium karbonat (CaCO3). (Sutaman 1993)
Menurut Sutaman (1993) apabila cangkang tiram dibuka, maka akan terlihat sekumpulan organ tubuh yang berfungsi sebagai pengatur segala aktivitas kehidupan tiram mutiara itu sendiri. Namun secara umum, organ tubuh tiram mutiara dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kaki, mantel dan organ dalam.
a.    Kaki
Kaki tiram mutiara merupakan suatu organ tubuh yang mudah bergerak dan berbentuk seperti lidah yang dapat memanjang dan memendek. Kaki ini tersusun dari jaringan otot yang menuju ke berbagai jurusan, sehingga dapat digunakan untuk bergerak terutama waktu masih muda. Sedangkan setelah agak dewasa dan hidup menempel pada suatu substrat, kaki tidak lagi dugunakan untuk bergerak, tetapi menggunakan byssusnya untuk menempel. Selain itu, kaki tiram juga berfungsi untuk membersihkan kotoran yang mungkin menempel pada insang maupun mantel.
b.    Mantel
Mantel  merupakan jaringan yang dilindungi oleh sel-sel epithelial dan dapat membungkus organ bagian dalam. Letaknya berada di antara cangkang bagian dalam atau epithel luar dengan organ dalam atau mass viseralis. Sel-sel dari epithel luar ini akan menghasilkan Kristal kalsium karbonat (CaCO) dalam bentuk Kristal aroganit yang lebih dikenal denga nama lapisan mutiara. Sel ini juga membentuk bahan organik protein yang disebut kokhialin sebagai bahan perekat Kristal kapur. Apabila potongan mantel ditransplantasikan ke dalam tubuh tiram akan menghasilkan zat kapur.
c.    Organ Dalam
Bagian ini letaknya agak tersembunyi setelah mantel dan merupakan pusat aktivitas kehidupannya yang terdiri dari : insang, mulut, jantung, susunan syaraf, alat perkembangbiakan, otot, lambung, usus dan anus.
·          
Gambar 2.  anatomi Pinctada maxima
2.4.  Sistem Pencernaan
Menurut Gosling (2004), seperti halnya pada jenis kerangan yang lain, tiram mutiara mampu memanfaatkan phytoplankton yang terdapat secara alamiah di sekitarnya. Tiram mutiara bersifat filter feeder atau mengambil makanan dengan cara menyaring pakan yang ada di dalam air laut. Getaran silia pada insang menimbulkan arus air yang masuk ke dalam ronga mantel. Mulut terlerak pada bagian ujung depan saluran pencernaan atau disebelah atas kaki. Makanan yang ditelan masuk ke dari mulut kemudian melaui kerongkongan yang pendek langsung masuk perut, atau saluran kantong tipis pada perut dengan kulit luar (cuticle) kasar yang berfungsi untuk memisah-misahkan makanan. Dari perut sisa makanan (kotoran) akan dibuang melalui saluran usus yang relatif pendek dan bentuknya seperti hurus S kemudian keluar lewat anus (Velayudhan and Gandhi 1987 dalam Winanto, 2009)
2.5.  Sistem sirkulasi
Sistem sirkulasi pada kerang mutiara ini adalah sitem peredaran terbuka  yaitu Sistem Sirkulasi dari insang memasuki jantung, melewati salah satu dari dua aurikel. Jantung terbungkus dalam pericardium. Dari ventrikel darah dipompa baik ke anterior maupun melalui 2 buah aorta menuju ke bagian-bagian tubuh. Kemudian darah berkumpul lagi dalam vena cava, lalu diangkut ke ginjal, terus ke insang dan kemabali lagi ke jantung.
Sistem sirkulasinya terbuka, berarti tidak memiliki pembuluh darah. Pasokan oksigen berasal dari darah yang sangat cair yang kaya nutrisi dan oksigen yang menyelubungi organ-organnya.  Makanan kerang adalah plankton, dengan cara menyaring. Kerang sendiri merupakan mangsa bagi cumi-cumi dan hiu.
2.8.  Sistem reproduksi
Tiram mutiara mempunyai jenis kalamin terpisah, kecuali pada beberapa kasus tertentu ditemukan sejumlah individu hermaprodit terjadi perubahan sel kelamin (sel reversal) biasanya terjadi pada sejumlah individu setelah memijah atau pada fase awal perkembangan gonad. Fenomena sex reversal pada tiram mutiara (Pinctada maxima) menunjukan bahwa jenis kelamin pada tiram teryata tidak tetap.
Bentuk gonad tebal menggembung pada kondisi matang penuh, gonat menutupi organ dalam (seperti perut, hati, dan lain-lain). Kecuali bagian kaki pada fase awal, gonad jantan dan betina secara eksternal sangat sulit dibedakan, keduanya berwarna krem kekuningan. Namun, setelah fase matang penuh, gonad tiram mutiara (Pinctada maxima) jantan berwarna putih krem, sedangkan betina berwarna kuning tua.





BAB III
PEMBAHASAN
2.2
Seleksi kematangan gonad dilakukan setiap 1 bulan sekali untuk memastikan bahwa induk tersebut siap dipijahkan atau tidak. Seleksi dilakukan dengan cara membuka mantel bagian dalam dan akan terlihat pada bagian pangkal gonad apakah terdapat sperma atau sel telur. Sampling dilakukan dengan menggunakan baji, forshape, dan spatula. pada induk betina akan terlihat berwarna kekuningan dan induk jantan akan terlihat berwarna putih susu.
2.3 Teknik Rangsangan dan Pemijahan
Teknik yang dipergunakan untuk merangsang pemijahan tiram mutiara adalah metode kejut suhu (thermal shock). Induk ditempatkan dalam pocket keranjang dan direndam di dalam box Styrofoam I yang berisi pakan berupa campuran fitoplankton. Volume fitoplankton dan air laut dalam box Styrofoam adalah 1:1. Suhu Styrofoam I adalah 23 oC, sedangkan suhu awal styrofoam II adalah 28 oC.kemudian Suhu Styrofoam II ditingkatkan sampai 32 0C-33 0C dengan cara memasukkan air panas, jika pemijahan secara alami tidak dapat dilakukan. Adapun suhu air media penetasan dalam bak fiber 3 ton dibiarkan dalam suhu ruang, yaitu 28 0C.Pemijahan dilakukan dengan cara memindah-mindahkan induk dalam pocket keranjang dari Styrofoam I ke styrofoam II. Selanjutnya dipindahkan ke bak fiber.
2.4 Pemanenan larva
Setelah induk tiram berhenti memijah, induk tersebut dipindahkan dari bak penetasan ke dalam styrofoam dan selanjutnya dipelihara di rakit apung maupun long line. Adapun telur-telur yang dihasilkan dibiarkan terbuahi terlebih dahulu di dalam bak fiber. Segera setelah proses pemijahan berhenti dipasang aerasi sebanyak satu titik. Hal ini dilakukan agar peluang terjadinya pembuahan lebih besar. Setelah telur menetas selama kurang lebih 20 jam setelah terjadi pemijahan kemudian disaring dengan menggunakan saringan ukuran 40 dan 60 mikron.dan dipindahkan ke bak pemeliharaan larva dengan volume 3 ton..


Pemeliharaan Larva
2.5.1 Pemberian pakan
Larva mulai diberi pakan setelah mencapai fase D-Shape (D1). Pakan yang diberikan berupa fitoplankton jenis Isochrysis galbana, Chaetocheros gracillis, dan Nannoclhoropsis sp.. Setelah mencapai fase umbo 3, pakan yang diberikan ditambah dengan fitoplankton jenis Nitzchia sp. dan Tetraselmis chuii. Dilakukan pengamatan terhadap larva dengan mikroskop sebelum dan 4 jam sesudah larva diberi pakan. Hal ini bertujuan untuk melihat kondisi larva, terutama isi perut. Fitoplankton yang diberikan berumur 4-5 hari. Larva diberi pakan sehari sekali, yaitu pada pagi hari jam 10.00. Pakan yang akan diberikan terlebih dahulu disaring dengan planktonet 10 m, kemudian ditampung dalam toples 15 liter. Di dalam toples tersebut kombinasi pakan yang akan diberikan dicampurkan. Setelah itu, pakan diambil dengan menggunakan teko berskala dan dimasukkan secara merata ke dalam bak pemeliharaan larva sesuai dengan jumlah pakan yang akan diberikan.
2.5.2 Pengelolaan kualitas air
Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara mengganti air secara total 3-4 hari sekali. Selain penggantian secara total juga dilakukan penyiponan pada dasar bak dengan tujuan larva yang kurang sehat yang mengendap pada dasar bak tidak tercampur dengan larva yang sehat. Air yang akan diganti disedot dengan menggunakan selang spiral 1 inchi secara bertahap dengan cara mengambil larva yang ada di permukaan air terlebih dahulu. Larva yang berada di atas cenderung lebih sehat, jika dibandingkan dengan larva yang berada di dasar. Saringan yang digunakan disesuaikan dengan ukuran larva. Yakni mulai dari 40 mikron, 80 mikron, 100 mikron, 120 mikron, 150 mikron, 180 mikron, 200 mikron, dan 250 mikron. Setelah larva tersaring, larva kemudian dimasukkan ke dalam bak 3 ton yang terisi air baru. Penggantian air ini dilakukan sampai larva siap menempel yakni masuk pada fase plantygrade dengan ukuran larva kurang lebih 200 – 250 mikron.
2.6 Pemeliharaan Spat
Setelah melewati fase plantigrade, larva akan tumbuh menjadi spat. Mulai dari penetasan sampai mencapai fase plantygrade tingkat kelangsungan hidup larva sanagt kecil yakni mencapai 5 – 10 %. Beberapa factor yang mempengaruhi SR adalah sebagai berikut: Tingkat kematangan induk, perlakuan saat pemijahan, kualitas pakan, dan kualitas air media pemeliharaan itu sendiri. Adapun parameter kualitas air yang media pemeliharaan yang baik sebagai berikut : Pada fase peralihan yakni fase plantygrade menjadi spat, sifat hidupnya akan cenderung menempel pada substrat. Oleh karena itu, larva yang mulai tumbuh menjadi spat harus diberikan substrat agar tidak menempel pada bak pemeliharaan. Substrat yang digunakan biasanya terbuat dari tali PE atau orcid net dengan kerapatan 80-90%.
2.6.1 Persiapan wadah
Sama seperti wadah pemeliharaan larva, spat juga dipelihara di dalam bak fiber 3 m3. Persiapan wadah yang dilakukan sama seperti halnya yang telah dijelaskan di sub bab 1. Adapun untuk persiapan kolektor adalah kolektor dipotong berukuran 20x30 cm, diikat dengan tali, direndam di dalam air panas selama 1-2 menit, kemudian dipasangi pemberat timah di bagian bawahnya. Setiap dua buah kolektor tidak dipotong hingga putus, melainkan bagian tengahnya dibiarkan tetap menyatu. Hal in bertujuan agar panjang kolektor ketika dipasang sesuai dengan kedalaman bak sehingga tidak perlu pengikatan kolektor kembali. Kolektor-kolektor tersebut digantung pada bambu yang dipasang melintang di permukaan bak fiber. Satu bak fiber 3 m3 dapat menampung kolektor sebanyak 500-700 buah yang disesuaikan dengan jumlah larva yang ditebar. Setelah kolektor dipasang, bak fiber diisi dengan air yang telah disaring melalui sand filter, catridge, dan filter bag. Sistem aerasi dipasang, jumlahnya disesuaikan dengan kepadatan kolektor. Biasanya aerasi dipasang sebanyak lima titik dan diletakkan menyebar.
2.6.2 Pemberian pakan
Pemberian pakan baik waktu dan jenis fitoplankton yang diberikan pada spat sama seperti halnya dengan larva, hanya saja kuantitasnya lebih banyak dari larva.
2.6.3 Pengelolaan kualitas air
Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara pergantian air. Pergantian air pada spat dilakukan dengan cara memindahkan kolektor ke bak fiber lain yang telah berisi air laut. Pada bak fiber lama air tetap dikuras dengan menggunakan selang spiral 1 inchi atau melalui saluran output bak yang ujungnya diletakkan saringan. Hal ini dilakukan untuk mengambil spat yang masih menempel pada dinding dan dasar bak. Sebelum dilakukan pergantian air total, biasanya dilakukan resirkulasi pada wadah pemeliharaan, resirkulasi
dilakukan secara bertahap mulai dari 25 %, 50%, 75%, 100%, dan 150%. Suhu media dipertahankan dengan cara mengurangi kontak tempat pemeliharaan dengan udara luar, yaitu dengan cara menutup permukaan bak dengan plastik. Selain itu, kandungan oksigen terlarut harus dipertahankan dengan cara memberikan aerasi sebanyak 4-6 titik pada bak pemeliharaan spat.
2.7 Pemanenan dan pengepakan
Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat kolektor dari bak pemeliharaan. Adapun pengepakan dilakukan dengan metode kering. Untuk mengangkut spat diperlukan wadah berupa styrofoam yang besarnya disesuaikan dengan jumlah kolektor yang akan diangkut.pengepakan dilakukan dengan cara bagian dalam dasar styrofoam diberi handuk basah , kemudian kolektor disusun di atas handuk basah tersebut. Selain itu, di sudut styrofoam diletakkan 1 botol plastic es batu yang terbuat dari air laut. Kemudian styrofoam ditutup rapat dengan plester dan dibungkus kembali dengan kardus.
KEGIATAN PENDEDERAN
Kegiatan pendederan merupakan kegiatan lanjutan dari pemeliharaan spat di hatchery yang akan di lakukan di laut. Pendederan spat tiram mutiara dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode rakit dan metode long line. Dalam satu siklus pendederan memerlukan waktu selama 10 bulan dengan ukuran spat mencapai 6 – 8 cm.dengan laju pertumbuhan rata-rata 0,7 cm per bulan dengan SR sekitar 5 -10 %. Kecilnya SR pada saat pemeliharaan diduga karena adanya masa transisi dari pemeliharaan di hatchery yang kemudian di pindahkan ke laut..Banyak dijumpai kematian terjadi pada saat spat berukuran kurang dari 3 cm.
3.1 Teknik pemeliharaan
Teknik pendederan meliputi penanganan awal sebelum spat diturunkan ke laut, penanganan pada saat pemeliharaan di laut, dan penanganan pasca panen yang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
Penanganan awal
Sebelum spat tiram mutiara dari hasil pembenihan di laboraturium dipindahkan ke laut dilakukan penanganan awal mulai dari penempelan kolektor sebagi substrat pada pocket,pembungkusan dengan waring, aklimatisasi dengan sistem air mengalir pada bak penampungan, dan pengangkutan menuju laut. Adapun langkah – langkahnya penanganannya :
-. Benih Spat tiram mutiara yang masih menempel pada kolektor diikat dengan
posisi diapit diantara dua pocket net yang kemudian dibungkus dengan menggunakan waring dengan mess size 0,5 mm yang dalam satu pocketnya
terdapat 4 kolector dengan asumsi kepadatan 300 ekor per kolektor.
-. Aklimatisasi Awal dengan menempatkan pocket yang berisi kolektor pada bak penampungan dengan sistim sirkulasi air selama 1 jam.
-. Pengangkutan dengan metode kering menggunakan speed boot yang kemudian digantung pada long line dengan kedalaman 3 – 5 m di bawah permukan air laut.
Penanganan saat pemeliharaan
-. Pada saat spat berumur 1 minggu di lakukan pengontrolan pertumbuhan spat yang masih hidup dan menempel pada kolektor, apabila spat yang menempel pada kolektor banyak, setelah berumur 15 hari dilakukan penggantian waring dengan mess size 1 mm.
-. 15 hari berikutnya dilakukan penggantian waring dengan mess size 2 mm
-. Pada saat spat berukurn 1,5 -2 cm yakni setelah spat berumur 1,5 – 2 bulan
dilakukan pembongkaran dengan cara melepaskan spat yang menempel pada
kolektor dengan memotong bisus dengan menggunaan pisau tajam.
-. Spat yang telah di lepaskan dari kolektor dibersihkan bagian permukaannya
dengan menggunakan sikat gigi halus kemudian ditempatkan pada pocket timbangan dengan cara di tabur dengan kepadatan 50 – 60 ekor/pocket. Spat yang telah ditabur pada pocket timbangan digantung pada rakit apung pada posisi horisontal, dengan tujuan agar spat yang telah ditabur dapat menempel dan tidak mengumpul.
-. Setelah 1 minggu spat digantung dengan posisi horisontal dan spat pada kondisi sudah menempel, kemudian penggantungan spat pada pocket timbangan dilakukan pada posisi vertikal seperti biasanya.
-. 15 hari kemudian dilakukan penggantian waring dengan ukuran waring yang sama, dengan tujuan agar memperlancar sirkulasi air.
-. Pemeliharaan spat pada pocket timbangan dilakukan hingga spat berukuran 3 cm dengan lama pemeliharaan 1 bulan. Kemudian spat dibongkar dan dibersihkan untuk dipindahkan ke pocket layar.
-. Pada pemeliharaan spat di pocket layar setiap 2 minggu sekali dilakukan pembersihan dengan cara disemprot menggunakan mesin semprot bertekanan, lama pemeliharaan spat di pocket layar yakni 1 bulan.
-. Setelah pemeliharaan di pocket layar dilakukan pembongkaran dan pembersihan yang kemudian spat di tempatkan pada pocket net ukuran A14 dengan kepadatan 36 ekor/pocket
-. Setelah spat ditempatkan pada pocket net, pembersihan dan penggantian pocket serta waring dilakukan setiap 1 bulan sekali tergantung tingkat kekotorannya.
-. Spat yang sudah berukuran 6 – 8 cm dan siap jual di tempatkan pada pocket A18 dan tetap dibungkus dengan menggunakan waring mess size 2 mm
3.2 Metode pemeliharaan
Pendederan spat tiram mutiara menggunakan dua metode yaitu metode rakit dan longline. Metode rakit digunakan untuk menggantung sementara pocket yang berisi spat yang sudah dibersihkan hingga spat dapat menempel pada pocketnya. Sedangkan metode longline digunakan untuk menggantung spat mulai dari awal pemeliharaan hingga siap jual. Perlakuan yang dilakukan selama pemeliharaan spat tiram mutiara yaitu aklimatisasi yang dilakukan sebelum spat dipindahkan ke laut, pergantian waring pembungkus pocket, pembersihan spat, penjarangan dan seleksi menurut ukuran. Pada pendederan spat tiram mutiara (P. maxima)  menggunakan dua metode yaitu :
1. Metode rakit : yaitu teknik pendederan dengan menggunakan rakit apung sebagai tempat untuk menggantung pocket yang berisikan kolektor spat dari hatchery hingga spat berukuran 1 cm dan siap dibongkar untuk dibersihkan dan dijarangkan. Rakit apung terbuat dari bambu/kayu dengan ukuran panjang 14 x 7m dilengkapi dengan pelampung strofoam, tali gantungan yang terbuat dari Tali PE 7 mm dengan panjang 5 m yang diletakkan dengan jarak 1 m antara tali.
2. Metode longline : yaitu teknik pendederan dengan menggunakan longline sebagai tempat untuk menggantung pocket yang berisikan spat dari ukuran 1 cm yang baru di bongkar dari kolektor hingga ukuran siap panen. Longline terbuat dari tali PE 22mm dengan panjang 100 m dilengkapi bola pelampung sebanyak 20 buah dengan diameter 40 cm dengan jarak pemasangan setiap pelampung yaitu 5 m dan terdapat 5 tali gantungan berjarak antar tali 80 cm dengan panjang tali 6 m, jadi dalam 1 unit longline terdapat 100 tali gantungan pocket. Adapun kegiatan yang harus dilakukan selama pemeliharaan adalah Pembersihan dan penjarangan serta seleksi menurut ukuran. Pembersihan dilakukan setiap bulan sekali setelah penebaran, pembersihan pertama dengan mengangkat spat dari kolektor dan cangkang dibersihkan dengan menggunakan sikat gigi halus. Setelah bersih spat kemudian ditempatkan pada pocket yang diselubungi waring dan digantung pada longline. Seleksi pada spat dilakukan dengan tujuan mengklasifikasikan spat sesuai dengan ukuran, antara spat yang cepat dan lambat dalam pertumbuhannya. Seleksi dilakukan pada saat penjarangan. Tujuan penjarangan adalah mengurangi tingkat kepadatan spat persatuan ruang. Penjarangan mulai dilakukan pada saat pembongkaran spat pada kolektor yang ukurannya sudah mencapai 1 cm. Seiring meningkatnya ukuran spat maka akan terjadi kompetisi terhadap ruang pemeliharaan dan pakan. Sering kali spat saling menempel antara satu dengan yang lain sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan spat yang tidak normal. Teknik penjarangan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Mengangkat pocket dari laut yang diselubungi dengan waring.
2. Mengangkat spat yang masih menempel pada kolektor dengan cara memotong bisusnya dengan menggunakan pisau kecil secara hati-hati agar bisus tidak tertarik. Kemudian ditampung pada ember plastik yang berisi air laut yang mengalir. Air laut dipompa dengan mesin pompa air laut dan dialirkan pada bak penampungan.
3. Membersihkan kulit luar spat dengan menggunakan sikat gigi yang halus satu persatu dan kemudian spat dipelihara pada pocket dengan kepadatan 40 – 50 ekor per pocket.
4. Pocket yang sudah berisi spat tersebut dibungkus kembali dengan waring yang bermata jaring 2 mm, kemudian digantung sementara pada rakit apung.







BAB IV
PENUTUP
 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari uraian di atas adalah sebagai berikut:
1. Keberhasilan pembenihan secara teknis dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pada kegiatan:
a. Penyediaan pakan hidup
b. Sterilisasi media pemeliharaan
c. Tingkat kematangan induk
d. Cara Pemijahan
e. Perlakuan penetasan telur
f. Pemberian pakan
g. Pemeliharaan larva
2. Masa transisi yang cukup kritis dalam kehidupan spat terjadi setelah dipindahkan pemeliharaan di laut, sehingga tingkat hidup dari spat hasil pendederan masih sangat kecil.
3. Pada kegiatan pendederan perlu dilakukan penjarangan dan pergantian waring dengan tujuan agar pertumbuhan spat tidak terhambat. Sebab seiring meningkatnya pertumbuhan akan terjadi kompetisi terhadap ruang pemeliharaan dan pakan.

Saran
Perlu dilakukan pengkajian – pengkajian lebih lanjut pada setiap tahapan kegiatan dalam pembenihan tiram mutiara sehingga dapat meningkatkan hasil produksi benih. Serta mengantisipasi terjadinya kematian masal pada saat spat berukuran kecil. Sebab kematian banyak terjadi pada saat spat berukuran kurang dari 3 cm.




Daftar Pustaka





Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, 1994





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

window.setTimeout(function() { document.body.className = document.body.className.replace('loading', ''); }, 10);