FILSAFAT ILMU PERIKANAN
IBNU MALKAN HASBI
P3300214005
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS ILMU KELAUTAN
DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
A.
Pengertian Filsafat
Filsafat
ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun
historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaiknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Kelahiran filsafat di Yunani
menunjukkan pola pemikiran bangsa Yunani dari pandangan mitologi akhirnya
lenyap dan pada gilirannya rasiolah yang dominan.
Perubahan
dari pola pikir mite-mite kerasio membawa implikasi yang tidak kecil. Alam
dengan segala gejalanya, yang selama itu ditakuti kemudian didekati dan bahkan
bisa dikuasai. Perubahan yang mendasar adalah ditemukannya hukum-hukum alam dan
teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik alam semesta
maupun pada manusia sendiri.
Untuk
memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian
filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang
disusun oleh Ismaun (2001)
- Robert Ackerman “philosophy
of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by
comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is
clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”.
(Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang
pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap
kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu,
tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari
praktek ilmiah secara aktual.
- Lewis White Beck “Philosophy
of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and
tries to determine the value and significance of scientific enterprise as
a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode
pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah
sebagai suatu keseluruhan)
- A. Cornelius Benjamin “That
philosopic disipline which is the systematic study of the nature of
science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and
its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang
pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu,
khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan,
serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual).
Filsafat Ilmu Perikanan
Perjalanan sains dan teknologi juga sangat berperan di dalam
pembangunan sistem kelautan dan perikanan di dunia secara global dan Indonesia
pada khususnya. Sebagai tilik kaji melihat pasang surut perkembangan Kelautan
dan Perikanan di Indonesia, manakala banyak orang awam berpendapat bahwa kita
adalah negara maritim, saya melihat bagaimana perikanan tangkap di Indonesia di
tinjau dari aspek filsafat dan analisis keberlanjutannya adalah murapakan
cermin yang curam bahwa secara Ontologis, kita adalah negara maritim kaya
dengan potensi perikanan laut Indonesia yang terdiri atas potensi perikanan pelagis
dan perikanan demersal tersebar pada hampir semua bagian perairan laut
Indonesia yang ada seperti pada perairan laut teritorial, perairan laut
nusantara dan perairan laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Luas perairan laut
Indonesia diperkirakan sebesar 5.8 juta km2 dengan garis pantai terpanjang di
dunia sebesar 81.000 km dan gugusan pulau-pulau sebanyak 17.508, memiliki
potensi ikan yang diperkirakan terdapat sebanyak 6.26 juta ton pertahun yang
dapat dikelola secara lestari dengan rincian sebanyak 4.4 juta ton dapat
ditangkap di perairan Indonesia dan 1.86 juta ton dapat diperoleh dari perairan
ZEEI.
Pemanfaatan potensi perikanan laut Indonesia ini walaupun
telah mengalami berbagai peningkatan pada beberapa aspek, namun secara
signifikan belum dapat memberi kekuatan dan peran yang lebih kuat terhadap
pertumbuhan perekonomian dan peningkatan pendapatan masyarakat nelayan
Indonesia. Sisi Epistimologisnya bahwa profil nelayan tradisional walaupun pada
umumnya cukup terampil menggunakan peralatan yang dimilikinya dengan sarana
penangkapan ikan dan kemampuan yang sangat terbatas dan seringkali sulit untuk
ditingkatkan ke arah yang lebih modern. Posisi ekonomi nelayan yang sangat rendah
diakibatkan karena modal terbatas, produktivitas yang rendah dengan hasil tangkapan
ikan yang tidak menentu sebagai akibat pengaruh musim, juga dengan jaminan
pemasaran ikan yang tidak menentu karena masih terdapatnya berbagai kendala
dalam penentuan harga jual pada tingkat nelayan.
Hal lain yang juga menarik adalah kondisi psikologis dan
sosologis masyarakat nelayan, umumnya berada dalam lingkungan hidup sosial yang
cenderung tidak memikirkan hari depannya, dan karenanya kurang kesadaran untuk
menyimpan sebagian pendapatan yang diperolehnya terutama pada saat musim ikan.
Kondisi seperti di atas ternyata merupakan peluang bagi tumbuh suburnya para
tengkulak, dengan memanfaatkan berbagai macam kelemahan yang dimiliki para
nelayan tradisional. Aspek Theologi, ada satu prinsip yang harus dipegang dalam
kebijakan perikanan dan kelautan saat ini dan yang akan datang bahwa "
Bagaimanapun juga nelayan Indonesia harus mampu menjadi tuan rumah di lautnya
sendiri". Untuk mencapai hal tersebut, maka harus diupayakan
mentransformasi para nelayan tradisonal kita menjadi nelayan modern yang tangguh
untuk memanfaatkan semua potensi sumberdaya ikan yang ada, yang sekaligus dapat
memainkan peran ganda dalam membantu menjalankan fungsi pengawasan terhadap
berbagai praktek ilegal yang dilakukan di laut, terutama oleh nelayan-nelayan
kapal asing yang masih berseliwuran menangkap ikan di perairan Indonesia tanpa
dapat dihentikan.
B.
Objek Filsafat
1.Objek
Material filsafat
Yaitu
suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu
atau hal yang diselidiki, di Pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu
yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.
Menurut
Drs. H.A.Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang
ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala
sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu:
·
Ada
yang bersifat umum (ontologi), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada
pada umumnya.
·
Ada
yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak (theodicae) dan
tidak mutlak yang terdiri dari manusia (antropologi metafisik) dan alam
(kosmologi).
2.
Objek Formal filsafat
Yaitu
sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan
pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu di sorot.
Contoh : Objek materialnya adalah manusia dan
manusia ini di tinjau dari sudut pandangan yang berbeda-beda sehingga ada
beberapa ilmu yang mempelajari manusia di antaranya psikologi, antropologi,
sosiologi dan lain sebagainya.
C.Substansi
Filsafat Ilmu
Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001)
memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1)
fakta atau kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4) logika
inferensi.
1.Fakta
atau kenyataan
Fakta
atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang
filosofis yang melandasinya.
- Positivistik berpandangan bahwa
sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan
sensual lainnya.
- Fenomenologik memiliki dua arah
perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah
teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide dengan fenomena.
Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena
dengan sistem nilai.
- Rasionalistik menganggap suatu
sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional,
dan
- Realisme-metafisik berpendapat
bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiri dengan obyektif.
- Pragmatisme memiliki pandangan
bahwa yang ada itu yang berfungsi.
Di
sisi lain, Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan
fakta ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang
merupakan obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta
ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang
dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta
ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis. Tanpa fakta-fakta ini bangunan
teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang
diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu
deskripsi ilmiah.
2.
Kebenaran (truth)
Sesungguhnya,
terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional,
kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik
(Jujun S. Suriasumantri, 1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori
kebenaran dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi,
kebenaran performatif, kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan,
Noeng Muhadjir menambahkannya satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik.
(Ismaun; 2001).
a.
Kebenaran koherensi
Kebenaran
koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain
dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur
tersebut, baik berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada
tatanan sensual rasional mau pun pada dataran transendental.
b.Kebenaran
korespondensi
Berfikir
benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan
dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan
atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta
dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik
c.Kebenaran
performatif
Ketika
pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan
apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang
filosofik, orang mengetengahkan kebenaran tampilan aktual. Sesuatu benar bila
memang dapat diaktualkan dalam tindakan.
d.Kebenaran
pragmatik
Yang
benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki
kegunaan praktis.
e.Kebenaran
proposisi
Proposisi
adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang dari
yang subyektif individual sampai yang obyektif. Suatu kebenaran dapat diperoleh
bila proposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles, proposisi benar
adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain
yaitu dari Euclides, bahwa proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya,
melainkan dilihat dari benar materialnya.
f.Kebenaran
struktural paradigmatik
Sesungguhnya
kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan perkembangan dari kebenaran korespondensi.
Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis statistik
lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan lainnya.
Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai,
karena akan mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.
3.Konfirmasi
Fungsi
ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau
memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi
absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan
asumsi, postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah
bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat
penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik
dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.
4.Logika
inferensi
Logika
inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika
matematika, yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran
korespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi
antara yang dipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral,
tapi masih bersifat spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general
sehingga inferensi penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan
ideografik.
Post-positivistik
dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional, koheren antara
fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran
koherensi antara fakta dengan skema moral. Realisme metafisik Popper
menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional universal dan Noeng
Muhadjir mengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan kebenaranan
struktural paradigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9)
Di
lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan bahwa penarikan
kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan
menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika
terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan logika deduksi.
D.
Corak dan Ragam Filsafat Ilmu
Ismaun
(2001:1) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya:
- Filsafat ilmu-ilmu sosial yang
berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi, (2) meta fisik dan
(3) metodologi disiplin ilmu.
- Filsafat teknologi yang
bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means. Teknologi bukan lagi
dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.
- Filsafat seni/estetika mutakhir
menempatkan produk seni atau keindahan sebagai salah satu tri-partit,
yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan praktis.
Produk
domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila
etik dimasukkan, maka perlu ditambah koheren dengan moral. Produk alasan
praktis tampil memenuhi kriteria oprasional, efisien dan produktif. Bila etik
dimasukkan perlu ditambah human.manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain,
atau lebih diekstensikan lagi menjadi tidak merusak lingkungan.
Daftar
Pustaka
Achmad Sanusi,.(1998), Filsafah Ilmu, Teori Keilmuan, dan
Metode Penelitian : Memungut dan Meramu Mutiara-Mutiara yang Tercecer, Makalah,
Bandung: PPS-IKIP Bandung.
Achmad Sanusi, (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu :
Implikasinya Bagi Pendidikan, Makalah, Jakarta : MajelisPendidikan Tinggi
Muhammadiyah.
Agraha Suhandi, Drs., SHm.,(1992), Filsafat Sebagai Seni
untuk Bertanya, (Diktat Kuliah), Bandung : Fakultas Sastra Unpad Bandung.
Filsafat_Ilmu,
<http://members.tripod.com/aljawad/artikel/filsafat_ilmu.htm”>
Ismaun, (2001), Filsafat Ilmu, (Diktat Kuliah), Bandung :
UPI Bandung.
Jujun S. Suriasumantri, (1982), Filsafah Ilmu : Sebuah
Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan.
Mantiq,
<http://media.isnet.org./islam/etc/mantiq.htm”>.
Moh. Nazir, (1983), Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia
Indonesia
Muhammad Imaduddin Abdulrahim, (1988), Kuliah Tawhid,
Bandung : Yayasan Pembina Sari Insani (Yaasin)
1 komentar:
Dapatkan keuntungan dengan bergabung di Janji99.com
Untuk info lebih lanjut bisa langsung klik DISINI!
Posting Komentar