Selasa, 28 Juli 2015

Tugas individu matkul dinamika populasi

Mata Kuliah   :  Model-Model Dinamika Populasi dan Evaluasi Stok
Dosen              :  Prof. Dr. Ir. Achmar Mallawa,DEA
 



Model – Model Dinamika Populasi dan
Evaluasi Stok





Oleh :
IBNU MALKAN HASBI                              P3300214005    
ARHAM RUMPA                                       P3300214009
ALPIANI ALWI                                          P330021302
                 


PROGRAM STUDI  ILMU PERIKANAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
1.      Perairan Nordic terdapat suatu populasi kepitingraksasa yang meresahkan. Sebenarnya populasi dimanfaatkan nelayan untuk bahan baku industry pengalengan kepiting Saat ini populasi berkembangdengancepatsehinggakeberadaanpopulasitersebutmengganggukeseimbanganekosistimdiperairantersebut. Pertanyaankenapafenomenainidapatterjadi dan jalan keluarnya.

Jawab :

Ø  Fenomena populasi kepiting raksasa yang terjadi dan berkembang secara cepat sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem lainnya disebabkan oleh karena terjadinya peningkatan suhu akibat pemanasan global. Menurut salah satu ahli Oseanografi bernama Craig Smith,pada tahun 1982 kepiting raksasa hidup pada kedalaman 950 sampai 1400 meter di bawah permukaan laut, dengan suhu minimum 1,2°C akan tetapi akibat pemanasan global meningkat menjadi 1,42°C sehingga perubahan suhu menjadi hangat dan menyebabkan mereka menyebar ke air dangkal. Disamping itu, suhu yang semakin hangat membuat kepiting raksasa tersebut telah optimal untuk memijah. Akibatnya kepiting tersebut menjadi predator puncak pada perairan. Oleh karena itu, untuk menyikapi fenomena populasi kepiting raksasa yang berkembang dengan cepat sehingga keberadaan populasi kepiting tersebut mengganggu
keseimbangan ekosistim diperairan Nordic, maka salah satu solusi yang
terbaik adalah dengan memperlambat laju pemanasan global.
Ø  Peningkatan populasi ini dapat juga disebabkan oleh karena terjadinya proses ekologi yang namanya "trophic cascade". Misalnya species A makan species B. Dan species B makan species C.Bila biomassa species A membludak, otomatis, biomassa species B menurun (karena dimakan habis-habisan oleh species A). Selanjutnya, kalau species B menurun, otomatis species C akan meningkat biomassanya, karena adanya efek "prey release" dari species B. Dan seterusnya saling kait mengait didalam rantai makanan ekosistem. Untuk menjaga bertahannya dinamika populasi tersebut maka dituntut kearifan manusia untuk menjaga bertahannya ekologi pada populasi tersebut agar rantai makanan atau jaring-jaring makanan dapat berjalan dengan baik sehingga predator bisa tetap berfungsi untuk memangsa kepiting tersebut agar tidak membludak dan nelayan dapat mengambil kepiting tersebut dalam jumlah besar sehingga tidak berkembang terlalu pesat.

2.      Ada keluhanpengusahaindustripengalenganikan sardine di daerahJawaTimurbahwabahanbakukadangmelimpahdankadangberkurang.
Carijawabanwhy ? Pendekatan dinamika populasi dan biologi populasi.
Ikan Sardine/lemuru tergolong ikan musiman. Musim tangkapnya terjadi pada bulan Juni sampai September. Masa ini biasa disebut sebagai musim timur. Pada saat itu, massa air dari dasar lautan naik ke permukaan  atau dengan istilah upwelling. Massa air dari dasar laut ini kaya nutrisi sehingga menyuburkan plankton di permukaan. Otomatis, ikan lemuru pun panen makanan. Sementara di atas mereka, para nelayan bersiap-siap memasang jaring.Kebiasaan bergerombol, selain mempermudah mereka mencari makanan, juga mempermudah para nelayan menangkap mereka. Berdasarkan pola migrasinya, pada siang hari kawanan lemuru lebih suka bersembunyi di lapisan perairan yang dalam. Pada malam hari, mereka baru naik ke lapisan permukaan. Itu sebabnya pada malam hari, hasil tangkapan dijamin lebih banyak. Ini salah satu kiat sukses jika mau menangguk lemuru. Perairan pantai utara Jawa Timur masih sangat dipengaruhi oleh “MusimBarat”.Musim ini gelombang laut sangat besar sehingga aktivitas penangkapan ikan berkurang dan akibatnya produksi ikan rendah. Beda halnya dengan musim timur hasil tangkapannya banyak karena cuaca yang mendukung sehingga produksi pengalengan sardine melimpah.Untuk menangani permasalahan ini perlu adanya suatu usaha pendekatan yang memperhatikan aspek biologis yakni dengan cara menganalisis hubungan antara usaha penangkapan ikan dan jumlah persediaan. Selain itu juga dilakukan analisis stabilitas maka dapat dianalisis titik kesetimbangan dan kestabilan serta kesetimbangan bionomick dari model penangkapan ikan, sehingga dapat diketahui dinamika populasi pada perikanan, dimana kendali optimal berperan mendapatkan usaha yang optimal sehingga dapat memaksimalkan keuntungan dari pendapatan ekonomi.

3.      Gambarkan dinamikanya ikan pelagis besar, pelagis kecil dan uraikan parameter dinamika populasi yang paling berpengaruh
Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu jenis ikan pelagis dan ikan demersal. Ikan pelagis adalah kelompok ikan yang berada pada lapisan permukaan hingga kolom air dan mempunyai ciri khas utama, yaitu dalam beraktivitas selalu membentuk gerombolan (schooling) dan melakukan migrasi untuk berbagai kebutuhan hidupnya. Sedangkan ikan demersal adalah ikan-ikan yang berada pada lapisan yang lebih dalam hingga dasar perairan, dimana umumnya hidup secara soliter dalam lingkungan spesiesnya, (Nelwan A.,2004).
Ikan pelagis berdasarkan ukurannya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu ikan pelagis besar, misalnya jenis ikan tuna, cakalang, tongkol, dan lain-lain, serta ikan pelagis kecil, misalnya ikan layang, teri, kembung, dan lain-lain. Penggolongan ini lebih dimaksudkan untuk memudahkan dalam pemanfaatan dan pengelolaan, karena karakter aktivitas yang berbeda kedua kelompok jenis ikan tersebut, (Nelwan A.,2004).
Menurut Fauziya et al., (2010), school atau kawanan merupakan struktur paling penting dalam kehidupan beberapa populasi ikan pelagis. Untuk alasan tersebut maka ikan pelagis tidak dapat hidup sendiri contohnya ikan sardine, namun manusia memanfaatkan schooling untuk menangkap ikan pelagis (contoh alat tangkap trawl dan purse seine) dalam jumlah yang banyak karena ikan dalam kondisi berkelompok nilai kepadatannya akan berbeda dibandingkan jika dalam kondisi scatter atau terpencar. Pembentukan kelompok pada ikan dipengaruhi oleh tingkah laku migrasi ikan dalam kolom perairan sehingga tujuan pengelolaan dan pendugaan stok ikan secara praktis, informasi mengenai karakteristik migrasi sangatlah penting.
Zona potensi ikan ditentukan dengan kombinasi data/peta sebaran suhu permukaan laut, kandungan klorofil, pola arus laut, cuaca, serta karakter toleransi biologis ikan terhadap suhu air. Dari hasil pengamatan secara multitemporal dapat diketahui bahwa sebaran suhu permukaan laut di wilayah perairan laut Indonesia berubah dengan cepat (Hasyim B., 2004).




Sumberdaya ikan pelagis kecil
Ikan pelagis kecil hidup pada daerah pantai yang relatif kondisi lingkungannya tidak stabil menjadikan kepadatan ikan juga berfluktuasi dan cenderung muda mendapat tekanan akibat kegiatan pemanfaatan, karena daerah pantai mudah dijangkau oleh aktivitas manusia. Jenis ikan pelagis kecil yang dimaksudkan adalah ikan layang, kembung, tembang, teri, dan lain-lain.
Sumberdaya ikan pelagis kecil diduga merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang paling melimpah di perairan Indonesia dan mempunyai potensi sebesar 3,2 juta (Widodo et al,  1998dalam Nelwan A., 2004). Sumberdaya ini merupakan sumberdaya neritik, karena terutama penyebarannya adalah di perairan dekat pantai, di daerah-daerah dimana terjadi proses penaikan air (upwelling) dan sumberdaya ini dapat membentuk biomassa yang sangat besar (Csirke, 1988 dalam Nelwan A., 2004).
Penyebaran ikan pelagis kecil di Indonesia merata di seluruh perairan, namun ada beberapa yang dijadikan sentra daerah penyebaran seperti Lemuru (Sardinella Longiceps) banyak tertangkap di Selat Bali, Layang (Decapterus spp) di Selat Bali, Makassar, Ambon dan Laut Jawa, Kembung Lelaki (Rastrelinger kanagurta) di Selat Malaka dan Kalimantan, Kembung Perempuan (Rastrelinger neglectus) di Sumatera Barat, Tapanuli dan Kalimantan Barat, (Suyedi R., 2001).

Sumberdaya ikan pelagis besar
Ikan pelagis besar hidup pada laut lepas dengan kondisi lingkungan relatif  stabil, disamping itu ikan pelagis besar umumnya melakukan migrasi sepanjang tahun dengan jarak jauh. Secara biologis kelompok cakalang, tuna, dan tongkol termasuk kedalam kategori ikan yang mempunyai tingkah laku melakukan migrasi dengan jarak jauh (highly migratoryspecies) melampaui batas-batas yuridiksi suatu negara. Keadaan tersebut akan menyebabkan penambahan dan pengurangan stok di suatu perairan yang berperan penting dalam sediaan lokal pada saat terjadi musim penangkapan (Nelwan A., 2004).
Ikan Pelagis besar menyebar di perairan yang relatif dalam, bersalinitas tinggi, kecuali ikan tongkol yang sifatnya lebih kosmopolitan dapat hidup di perairan yang relatif dangkal dan bersalinitas lebih rendah. Sifat epipelagis dan oseanis menjadikan penyebaran sumberdaya ikan pelagis besar secara vertikal sangat dipengaruhi lapisan thermoklin yang juga adalah struktur lapisan massa air yang terbentuk akibat perbedaan suhu. Demikian pula penyebaran secara horizontal yang dipengaruhi oleh faktor perbedaan suhu dan juga ketersediaan makanan, (Nelwan A., 2004).

Parameter – parameter yang mempengaruhi adalah:
Ø  Bau perairan,
contohnya Ikan anadromous mampu bermigrasi ke daerah asal dengan melalui beberapa cabang sungai, kemampuan memilih cabang sungai yang benar diduga dilakukan dengan mengenali bau-bauan bahan organik yang terdapat dalam sungai.
Ø  Suhu,
Fluktuasi suhu dan perubahan geografis merupakan faktor penting yang merangsang dan menentukan pengkonsentrasian serta pengelompokkan ikan. Suhu akan mempengaruhi proses metabolisme, aktifitas gerakan tubuh dan berfungsi sebagai stimulus saraf.
Contoh: suhu permukaan yang disukai ikan cakalang berkisar 16-260C, sedangkan suhu tinggi merupakan faktor penghambat bagi ikan salmon untuk bermigrasi (pada suhu 240C tidak ada ikan salmon yang bermigrasi).
Ø  Salinitas,
Ikan cenderung memilih medium dengan salinitas yang lebih sesuai dengan tekanan osmotik tubuh mereka masing-masing. Perubahan salinitas akan merangsang ikan untuk melakukan migrasi ke tempat yang memiliki salinitas yang sesuai dengan tekanan osmotik tubuhnya.
Contoh: Seriola qiuqueradiata menyukai medium dengan salinitas 19 ppt, sedangkan ikan cakalang menyukai perairan dengan kadar salinitas 33-35 ppt.
Ø  Arus pasang surut,
Arus akan mempengaruhi migrasi ikan melalui transport pasif telur ikan dan juvenil dari daerah pemijahan menuju daerah asuhan dan mungkin berorientasi sebagai arus yang berlawanan pada saat spesies dewasa bermigrasi dari daerah makanan menuju ke daerah pemijahan. Ikan dewasa yang baru selesai memijah juga memanfaatkan arus untuk kembali ke daerah makanan.
Ø  Intensitas cahaya,
Perubahan intensitas cahaya sangat mempengaruhi pola penyebaran ikan, tetapi respon ikan terhadap perubahan intensitas cahaya dipengaruhi oleh jenis ikan, suhu dan tingkat kekeruhan perairan. Ikan mempunyai kecenderungan membentuk kelompok kecil pada siang hari dan menyebar pada malam hari.
Ø  Musim,
Musim akan mempengaruhi migrasi vertikal dan horisontal ikan, migrasi ini kemungkinan dikontrol oleh suhu dan intensitas cahaya. Ikan pelagis dan ikan demersal mengalami migrasi musiman horisontal, mereka biasanya menuju ke perairan lebih dangkal atau dekat permukaan selama musim panas dan menuju perairan lebih dalam pada musim dingin.
Ø  Matahari,
Ikan-ikan pelagis yang bergerak pada lapisan permukaan yang jernih kemungkinan besar menggunakan matahari sebagai kompas mereka, tetapi hal ini mungkin tidak berlaku bagi ikan-ikan laut dalam yang melakukan migrasi akibat pengaruh musim.
Ø  Pencemaran air limbah,
Pencemaran air limbah akan mempengaruhi migrasi ikan, penambahan kualitas air limbah dapat menyebabkan perubahan pola migrasi ikan ke bagian hulu sungai.
Contoh: ikan white catfish pada musim pemijahan banyak terdapat didaerah muara, padahal biasanya ikan ini memijah di hulu sungai, tetapi migrasi mereka terhalang oleh air limbah di hulu sungai.









DAFTAR PUSTAKA
ITS-Undergraduate-15104-Chapter1-632503




















Nilai Valuasi Ekonomi Taman Wisata Matakuliah Valuasi Ekonomi

Dosen
Prof.Dr, Ir. Aris Baso, MS


VALUASI EKONOMI PERIKANAN

VALUASI EKONOMI TAMAN WISATA ALAM PUNTI KAYU PALEMBANG
(Economic Valuation on Punti Kayu Recreation Park Palembang)*
Oleh/By:
Bambang Tejo Premono dan/and Adi Kunarso



IBNU MALKAN HASBI
 P3300214005



PROGRAM MAGISTER ILMU PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

I.    PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Indonesia sebagai negara tropis me-miliki keanekaragaman hayati (biodiver-sity) terbesar ketiga di dunia, baik meli-puti daratan, udara, dan perairan. Potensi yang dimiliki tersebut memiliki peranan yang penting dalam pengembangan kepa-riwisataan khususnya wisata alam. Poten-si Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang dimiliki berupa keaneka-ragaman flora dan fauna, keunikan budaya tradisional, bentang alam, gejala alam, dan peninggalan sejarah yang kesemua-nya dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Pengembangan kegiatan pariwisata alam mempunyai dampak positif dan ne-gatif, baik dari segi ekonomi, sosial, ling-kungan dan masyarakat sekitar. Dampak positif dalam pengembangan dapat beru-pa peningkatan pendapatan masyarakat, menambah  pendapatan dan devisa nega-ra, membuka kesempatan kerja dan usaha bagi masyarakat sekitar serta meningkat-kan kesadaran masyarakat akan arti pen-ting konservasi sumberdaya alam. Dam-pak negatif yang sering muncul dalam pe-ngembangan kegiatan kepariwisataan ini berupa tindakan pengrusakan (vandalis-me) terhadap obyek wisata tersebut, baik bangunan maupun obyek alamnya.
Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, kawasan taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk diman-faatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam.
Adapun kriteria untuk penunjukan dan penetapan sebagai kawasan taman wisata alam (TWA) adalah sebagai beri-kut:
1. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem geja-la alam serta formasi geologi yang menarik;
2. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian fungsi potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam;
3. Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pa-riwisata alam.
Hutan sebagai barang publik membe-rikan tiga macam nilai yaitu: (1) nilai ka-rena digunakan (user value) seperti orang mengunjungi hutan tersebut, (2) nilai pi-lihan (option value) seperti dalam hal memberikan kepuasan karena adanya hu-tan tersebut, dan (3) nilai keberadaan (existence value) yang merupakan kepu-asan seseorang di atas nilai penggunaan dan nilai pilihannya, dari hanya mengeta-hui bahwa hutan tersebut ada dan bahwa orang lain dan generasi yang akan datang yang ingin melihat hutan tersebut dapat melakukannya (Suparmoko, 2005).
Penilaian (valuation) sumberdaya alam adalah alat ekonomi yang diguna-kan untuk mengestimasi nilai uang dari barang dan jasa yang diberikan oleh sum-berdaya alam melalui teknik penilaian tertentu. Barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam dan lingkungan se-perti nilai rekreasi, nilai keindahan, dan sebagainya yang tidak dapat diperdagang-kan dan sulit mendapatkan data mengenai harga dan kuantitas dari barang dan jasa tersebut. Nilai yang dihasilkan dari sum-berdaya alam dapat dikategorikan dalam nilai guna ordinal, karena manfaat atau kenikmatan yang diperoleh dari meng-konsumsi barang-barang tidak dapat di-kuantifikasikan (Sukirno, 2004). Pende-katan yang digunakan untuk menilai (va-luation) terhadap sumberdaya alam dan lingkungan dengan teknik pengukuran ti-dak langsung (indirect) menggunakan metode biaya perjalanan (Travel Cost Method/TCM). Pendekatan biaya perja-lanan merupakan metode valuasi dengan cara mengestimasi kurva permintaan ba-rang-barang rekreasi terutama rekreasi lu-ar (outdoor recreation).
Manfaat ekonomi taman wisata alam selama ini belum banyak diketahui secara pasti karena sifatnya yang intangible (ti-dak terukur). Penilaian terhadap taman wisata alam sangat penting untuk dike-tahui sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan dan pengelolaan yang berkelanjutan. Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu merupakan salah satu kawasan taman wisata alam yang cukup potensial dan mempunyai prospek yang cukup bagus untuk dikembangkan, namun kurang didukung dengan data dan informasi yang komprehensif. Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu merupa-kan salah satu lokasi wisata alam yang ada di Kota Palembang, Sumatera Se-latan. Kawasan ini telah mengalami per-ubahan peruntukan, dari kebun percobaan tanaman kayu menjadi taman wisata alam. Sejak tahun 1999, pengelolaan.
taman wisata alam ini dilakukan oleh pi-hak ketiga (swasta) di bawah pengawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan.
Pemanfaatan hasil hutan nonmarket-able seperti TWA Punti Kayu sering ti-dak diukur (terabaikan) dalam menghi-tung kontribusi nilai ekonomi hutan, akibatnya data tentang nilai ekonomi kuanti-tatifnya masih sangat kurang atau bahkan belum ada. Oleh sebab itu, maka perlu di-lakukan penghitungan nilai ekonomi TWA Punti Kayu sebagai bahan pertim-bangan dalam perencanaan dan pengelo-laan TWA Punti Kayu di masa mendatang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang: (1) karak-teristik pengunjung TWA Punti Kayu yang mempengaruhi permintaan rekreasi, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan ke TWA Punti Kayu, (3) menduga persamaan permintaan man-faat rekreasi dari TWA Punti Kayu, (4) valuasi ekonomi TWA Punti Kayu.



II. METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di TWA Punti Kayu Palembang yang secara administrasi pemerintahan terletak di Keca-matan Sukarame, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Penelitan ini dila-kukan antara bulan Agustus sampai dengan September 2007, meliputi kegiatan wawancara terhadap pengunjung TWA Punti Kayu dan pengumpulan data sekun-der. Taman Wisata Alam Punti Kayu di-pilih karena merupakan satu-satunya sa-rana rekreasi alam di Kota Palembang yang memiliki jumlah kunjungan yang cukup besar dan segmen pengunjung yang sangat beragam. Dengan pengelola-an yang baik TWA Punti Kayu dapat menjadi sumber pendapatan daerah yang potensial.
B. Pengumpulan Data
Pengumpulan data meliputi data pri-mer dan data sekunder. Pengumpulan da-ta primer dilakukan dengan menggunakan teknik incendental sampling (responden merupakan seseorang yang kebetulan di-jumpai atau ditemui saat itu), melalui wa-wancara dengan bantuan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari PT Indosuma Pu-tra Citra sebagai pengelola TWA Punti Kayu, BKSDA Sumatera Selatan, Badan Pusat Statistik, dan instansi terkait lain-nya. Data ini meliputi karakteristik obyek rekreasi seperti letak, luas, keadaan biolo-gis, potensi wisata, aksesibilitas, fasilitas rekreasi, jumlah pengunjung setiap tahun, jumlah penduduk, daerah asal serta jum-lah penduduk per kecamatan dan per ka-bupaten di Provinsi Sumatera Selatan.
C. Analisis Data
Data yang diperoleh dikelompokkan menurut daerah asal pengunjung, kemu-dian dianalisis secara deskriptif, selanjut-nya digunakan untuk menentukan/meng-hitung besaran:
1. Faktor-faktor yang berpengaruh ter-hadap kunjungan ke TWA Punti Ka-yu. Untuk menentukan faktor-faktor sosial ekonomi yang berpengaruh ter-hadap permintaan produk dari jasa lingkungan rekreasi wisata alam digu-nakan analisis linier berganda. Model umum regresi linier berganda adalah:
Y= βo+β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+β6X6+μ
Keterangan :
Y : Permintaan rekreasi; βo : Intersep; β1 s.d β6 : Koefisien regresi yang akan dihitung; X1 : Biaya perjalanan; X2 : Pendapatan/uang saku per bulan; X3 ; Jumlah penduduk keca-matan asal pengunjung; X4 : Pendidikan; X5 : Umur; X6 : Jumlah waktu kerja per hari; μ : Disturbance term.
Agar didapatkan hasil Best Liniear Unbiased Estimator (BLUE), model analisis regresi berganda dilakukan evaluasi ekonometri dengan asumsi klasik yaitu uji multikolinieritas, uji heterokedastisitas, dan uji autokorela-si.

2. Penilaian (valuasi) ekonomi TWA Punti Kayu. Pendekatan yang diguna-kan yaitu menggunakan metode biaya perjalanan (TCM). Penilaian pende-katan ini dengan menghitung biaya perjalanan yang dikeluarkan pengun-jung selama kegiatan rekreasi, mulai dari berangkat sampai kembali lagi ke tempat asal dan pengeluaran lain sela-ma di perjalanan dan di dalam tempat rekreasi, antara lain mencakup kon-sumsi, karcis, dokumentasi, dan par-kir.

3. Menyusun persamaan permintaan re-kreasi di TWA Punti Kayu dengan pendekatan metode biaya perjalanan (TCM), menggunakan kurva permin-taan yang merupakan hubungan anta-ra jumlah kunjungan per 1.000 pendu-duk daerah (zona) pengunjung dengan biaya perjalanan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menentukan fungsi permintaan tersebutadalah ber-dasarkan Bahruni (1993) dalam Dji-jono (2002):



a. Menentukan jumlah kunjungan tahun 2006/2007
b. Menduga distribusi (persentase) dae-rah asal pengunjung berdasarkan sensus pengunjung di pintu masuk:
Pi=JCi/nx100%
Keterangan:
Pi : Persentase kunjungan dari daerah  (zona) i
JCi : Jumlah kunjungan contoh dari zona  i
n : Jumlah total kunjungan contoh  (jumlah contoh)
c. Menentukan jumlah kunjungan per ta-hun dari daerah (zona) tertentu (JKi)
JKi=Pi x JKT
Keterangan:
JKi : Jumlah kunjungan per tahun dari  daerah (zona) i
Pi : Jumlah pengunjung zona i
JKT : Jumlah kunjungan pada tahun tertentu
d. Menentukan jumlah kunjungan dari zona tertentu per 1.000 penduduk (Yi)
Yi=JKi/JPix100%
Keterangan :
Yi : Jumlah kunjungan dari zona i
JKi : Jumlah pengunjung zona i
JPi : Jumlah penduduk kecamatan asal pengunjung per 1.000 orang zona ke-i
e. Menentukan biaya perjalanan rata-rata dari zona tertentu (X1i) yang ditentu-kan berdasarkan biaya perjalanan responden (Bpi)
Xli= Xi/ni
Keterangan :
X1i : Biaya perjalanan rata-rata dari zona i
Xi : Biaya perjalanan responden zona i
ni : Jumlah responden zona i
f. Menentukan nilai ekonomi dengan pe-ngunjung per 1.000 penduduk sebagai penduduk Y dan biaya perjalanan wi-sata sebagai X1
4. Nilai ekonomi didapatkan dari persa-maan fungsi permintaan dengan meng-hitung nilai total kesediaan berkorban, nilai yang dikorbankan dan surplus konsumen pengunjung yang berkun-jung ke TWA Punti Kayu dilakukan dengan mengkonversi nilai tersebut dengan total jumlah penduduk di selu-ruh zona pengunjung dengan formula sebagai berikut:
Total Nilai= Nilai rata-rata x Jumlah penduduk/1000






III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian
1. Letak dan Luas
Taman Wisata Alam Punti Kayu se-cara geografis terletak antara 103º11’- 103º40” BT dan 3º11’- 3º12’ LS. Secara administrasi pemerintahan, TWA Punti Kayu terletak di dalam wilayah Valuasi Ekonomi Taman Wisata Alam…(B. T. Premono; A. Kunarso)  17
2. Topografi
Secara umum keadaan lapangan di kawasan TWA Punti Kayu adalah meru-pakan daerah yang datar sampai berge-lombang dengan ketinggian antara 3-20 m dpl. Kelerengan sebagian besar datar (0-8%) dan sebagian kecil landai (8-15%). Daerah yang tinggi seluas 33,7 ha merupakan tanah kering yang ditumbuhi hutan pinus, sedangkan sisanya merupa-kan tanah rawa seluas 6,2 ha yang ditum-buhi semak belukar. Curah hujan bulanan di TWA Punti Kayu dan wilayah sekitarnya berkisar an-tara 42-442 mm, dengan angka curah hu-jan tahunannya sebesar 2.385 mm. Jum-lah hari hujan bulanan di TWA Punti Ka-yu berkisar antara 7-19 hari dengan jum-lah hari hujan setahunnya sebesar 154 ha-ri. Berdasarkan data curah hujan dan hari hujan tahunannya, maka dapat dihitung intensitas hujan rata-rata sebesar 15,5 mm/jam. Suhu rata-rata bulanan berkisar antara 26,0-27,0ºC dengan kelembaban udara tahunannya sebesar 86% (BKSDA, 2003).
3. Flora dan Fauna
a. Flora
Kawasan TWA Punti Kayu terdiri da-ri vegetasi hutan pinus (Pinus merkusii), hutan rawa, tanaman penghijauan, semak belukar, dan alang-alang. Jenis tumbuhan yang mendominasi kawasan tersebut ada-lah pinus, sedangkan jenis lainnya adalah mahoni (Swietenia mahagoni), kayu putih (Melaleuca leucadendron), akasia (Aca-cia auriculiformis), dan simpur (Dillenia sp.). Tanaman penghijauan/peneduh yang ditanam pada kawasan yang dibuka dan pinggir jalan, antara lain akasia (Acacia mangium) dan gmelina (Gemelina arbo-rea) (BKSDA, 2003).
Jenis tumbuhan yang dapat dijumpai di hutan rawa, antara lain nipah (Nypa fruticans), waru (Hibicus sp.), dan pada bagian rawa yang digenangi air terdapat bunga teratai (Nymphaea nouchali). Tumbuhan bawah terdiri dari semak be-lukar (Melastoma sp.) dan alang-alang (Imperata cylindrica) (BKSDA, 2003).
b. Fauna
Fauna yang dapat dijumpai di dalam kawasan TWA Punti Kayu terdiri dari ti-ga kelas, yaitu mamalia, aves, dan reptil. Jenis-jenis dari kelas mamalia di antara-nya beruk (Macaca nervistrina), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), be-ruang madu (Helarctos malayanus), dan owa (Hylobates sp.). Kelas aves di anta-ranya burung raja udang (Alcedo coco-erulesceus), merak (Pavo muticus), kaka-tua jambul kuning (Cacatua gallerita tri-toni), kucica (Turdus obscuris), dan pren-jak (Philloscopus sarasinorum). Kelas reptilia di antaranya biawak (Vorarus sal-vator) dan ular piton (Phyton sp.). Satwa-satwa ini dibedakan menjadi tiga katego-ri, yaitu satwa sebagai atraksi, satwa un-tuk di kandang, dan satwa yang dilepas/ bebas di alam (BKSDA, 2003).
4. Aksesibilitas
Taman Wisata Alam Punti Kayu ter-letak pada ruas jalan provinsi yang meng-hubungkan Kota Palembang dengan Ban-dara Sultan Mahmud Badarudin II. Akse-sibilitas lokasi kawasan tersebut ke pusat Kota Palembang sangat tinggi karena le-taknya hanya sekitar enam km dan kenda-raan umum seperti bis kota dan angkutan kota tersedia sepanjang waktu (pagi hing-ga malam hari).
B. Karakteristik Pengunjung
Taman Wisata Alam Punti Kayu me-rupakan salah satu potensi wisata alam yang ada di Kota Palembang dan menjadi daya tarik bagi pengunjung, baik dari da-lam kota dan luar Kota Palembang. Karakteristik pengunjung akan mempe-ngaruhi pengembangan ekowisata (rekre-asi) dan permintaan pasar ekowisata. Pe-ngaruh tersebut merupakan hubungan an-tara kebutuhan wisata dengan kemampu-an ekonomi pengunjung.
Secara umum pengunjung di TWA Punti Kayu didominasi oleh kalangan muda-mudi (umur rata-rata 21,4 tahun) dengan pendidikan menengah ke atas. Penghasilan per bulan pengunjung TWA Punti Kayu rata-rata sebesar Rp 703.571. Karakteristik pengunjung selengkapnya meliputi umur, pendidikan, penghasilan/ uang saku, biaya konsumsi, dan waktu kerja per hari disajikan pada Tabel 1.
Dari Tabel 1 dapat dilihat variasi pe-ngunjung yang datang ke TWA Punti Ka-yu mulai dari umur, pendidikan, pengha-silan, biaya konsumsi per hari sampai waktu kerja per hari, sehingga dapat dika-takan TWA Punti Kayu sebagai tempat rekreasi alam yang terbuka bagi siapa sa-ja.
C. Distribusi dan Motivasi Pengun-jung
Pengunjung TWA Punti Kayu berda-sarkan jenis kelamin memiliki persentase yang hampir seimbang antara laki-laki (53,63%) dan perempuan (46,36%). Pe-ngunjung berdasarkan cara kunjungan umumnya datang berdua dengan teman atau kerabat (42,72%), bersama rom-bongan (27,27%), dan sendiri (5,45%). Adapun tujuan utama kunjungan ke TWA Punti Kayu adalah untuk rekreasi, meng-hilangkan kejenuhan (61,81%), menik-mati pemandangan dan hewan (33,63%) serta tujuan lainnya, seperti aktivitas pe-motretan dan acara perpisahan (4,54%).
Motivasi menjadi faktor pendorong seseorang untuk melakukan suatu tindak-an dalam mencapai tujuan yang diingin-kan, begitu pula dengan pengunjung di TWA Punti Kayu. Proporsi motivasi pe-ngunjung dapat dilihat pada Tabel 2.  Frekuensi kunjungan dipengaruhi oleh tingkat kepuasan pengunjung terha-dap TWA Punti Kayu dan keterbatasan obyek wisata alam yang ada. Proporsi frekuensi kunjungan pengunjung di TWA Punti Kayu dapat dilihat pada Tabel 3.  Proporsi pengunjung berdasarkan je-nis pekerjaannya dapat dilihat pada Tabel 4. Kelompok pengunjung pelajar, maha-siswa, dan wiraswasta yang besar menun-jukkan bahwa waktu kerja yang sedikit menyebabkan mereka dapat menikmati rekreasi untuk mengisi waktu luang.
Jenis kendaraan yang digunakan pe-ngunjung di TWA Punti Kayu, sebagian besar adalah sarana transportasi umum (43,63%), sepeda motor (26,36%), mobil pribadi (13,63%), dan kendaraan sewaan (16,36%). Akses untuk mencapai lokasi TWA Punti Kayu yang mudah menye-babkan banyak pengunjung mengguna-kan transportasi umum dan sepeda motor untuk mencapai lokasi.
D. Nilai Ekonomi Wisata
Penentuan nilai ekonomi untuk sum-berdaya alam dan lingkungan seperti wi-sata alam dilakukan secara tidak langsung dengan pendekatan metode biaya perja-lanan (TCM). Pendekatan ini untuk meni-lai manfaat yang diberikan dengan ada-nya suatu kawasan wisata seperti hutan, danau, dan sebagainya (Suparmoko, 2005). Perhitungannya berdasarkan be-sarnya biaya yang dikeluarkan untuk me-lakukan kunjungan wisata ke tempat wi-sata. Biaya yang dikeluarkan meliputi bi-aya transportasi pulang-pergi, biaya kon-sumsi selama kegiatan wisata, biaya do-kumentasi, dan biaya lainnya (seperti kar-cis masuk, asuransi, dan parkir). Pengun-jung dengan tempat tinggal yang dekat dengan daerah wisata alam akan mem-bayar biaya transportasi yang lebih murah daripada mereka yang tinggal dengan ja-rak yang lebih jauh. Hal ini juga akan di-pengaruhi oleh jenis transportasi yang di-gunakan (Lowe and Lewis, 1980; Supar-moko, 2005).
Untuk memproyeksikan nilai ekono-mi wisata alam dengan pendekatan meto-de biaya perjalanan, maka dilakukan sis-tem zonasi berdasarkan daerah asal, de-ngan asumsi untuk pengunjung dari zona yang sama akan mengeluarkan biaya transportasi yang sama. Semakin jauh tempat tinggal seseorang yang datang memanfaatkan fasilitas rekreasi, maka pengunjung lebih banyak mengeluarkan biaya perjalanan dibandingkan dengan yang tinggal dekat obyek tersebut. De-ngan demikian, mereka yang bertempat tinggal lebih dekat dan biaya perjalanan-nya lebih rendah akan memiliki surplus konsumen yang lebih besar.
Berdasarkan sistem zonasi tersebut, maka pengunjung TWA Punti Kayu diba-gi menjadi 16 zona. Besarnya biaya per-jalanan yang terdiri dari biaya transporta-si, biaya konsumsi, dan biaya lainnya da-pat dilihat dari Tabel 5.
Data jumlah penduduk per kecamatan didapatkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Ogan Ilir, Ogan Kome-ring Ilir, Musi Banyuasin, dan Kota Pa-lembang. Jumlah kunjungan dari masing-Vol. VII No.1 : 13-23, 2010 20  masing zona sangat bervariasi antara 3-12 orang. Jumlah kunjungan dari masing-masing zona kemudian ditransformasi menjadi jumlah kunjungan per 1.000 pen-duduk. Besarnya jumlah kunjungan per 1.000 penduduk dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel (Table) 5. Biaya perjalanan pengunjung Taman Wisata Alam Punti Kayu, Sumatera Selatan masing-masing zona (Visitor travel cost of Punti Kayu Recreation Park, South Sumatra by zone)
Tabel (Table) 6. Jumlah pengunjung Taman Wisata Alam Punti Kayu, jumlah penduduk, biaya perjalanan wisata alam, dan jumlah pengunjung per 1.000 penduduk masing-masing zona (Number of visitor of Punti Kayu Recreation Park, population, travel cost, and number of visitor per 1,000 inhabitants by zone)
Nilai ekonomi wisata alam ditentukan melalui karakteristik pengunjung yang mempengaruhi tingkat kunjungan berda-sarkan biaya perjalanan, pendapatan/uang saku, jumlah penduduk per zona asal pe-ngunjung, pendidikan, umur, dan waktu kerja. Nilai dari tingkat kunjungan, biaya perjalanan, dan karakteristik pengunjung lainnya yang dikategorikan berdasarkan zonasi dapat dilihat pada Tabel 7.
Untuk mengetahui pengaruh faktor biaya perjalanan, pendapatan/uang saku, jumlah penduduk, pendidikan, umur, dan waktu kerja terhadap jumlah kunjungan seperti pada Tabel 8, digunakan analisis kuantitatif dengan model regresi bergan-da. Dari hasil regresi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan rekreasi dida-patkan model persamaan regresi sebagai berikut : Y = 2,763 + 2,428e - 0,5X1 -1,63e0,5X3 - 0,376X6.
Berdasarkan hasil analisis regresi pa-da Tabel 8 didapatkan hasil bahwa faktor biaya perjalanan, jumlah penduduk per
Keterangan (Remarks) :
Y : Jumlah pengunjung per 1.000 penduduk (orang)
X1 : Biaya perjalanan (rupiah)
X2 : Pendapatan/uang saku per bulan (rupiah)
X3 : Jumlah penduduk kecamatan asal pengunjung (orang)
X4 : Pendidikan ( tahun)
X5 : Umur (tahun)
X6 : Jumlah waktu kerja per hari (jam)
kecamatan, dan jumlah waktu luang me-miliki pengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan. Hanya faktor biaya perjalanan yang memiliki pengaruh positif terhadap kunjungan, sedangkan faktor jumlah pen-duduk per kecamatan dan jumlah waktu kerja memiliki pengaruh negatif. Nilai koefisien determinasi (r2) dari Tabel 8 di-dapatkan nilai positif (0,767). Hal ini menggambarkan bahwa variabel bebas (biaya perjalanan, pendapatan, jumlah penduduk kecamatan, pendidikan, umur, dan jumlah waktu kerja) mampu menje-laskan variasi perubahan pada variabel terikat (jumlah pengunjung) sebesar 76,7%; sisanya dipengaruhi oleh varia-bel-variabel lain yang tidak dilibatkan da-lam penelitian ini.
Hasil dari regresi merupakan fungsi permintaan produk rekreasi terhadap bia-ya perjalanan, digunakan sebagai acuan untuk menyusun kurva permintaan guna menduga nilai ekonomi wisata alam. Pen-dugaan nilai ekonomi wisata TWA Punti Kayu menggunakan biaya perjalanan de-ngan menganggap variabel lainnya tetap (digunakan nilai rata-rata), karena biaya perjalanan dapat menggambarkan kese-diaan membayar dari konsumen, merupa-kan biaya yang harus dikorbankan konsu-men untuk mendapatkan jasa rekreasi alam tersebut. Penggunaan nilai rata-rata untuk variabel lain berpengaruh terhadap persamaan intersep, sehingga persamaan menjadi Y = -4,018 + 0,0002428 X1. Se-lanjutnya diinversi menjadi X11 = 165.485,997 + 41.186 Y. Perhitungan to-tal nilai ekonomi (rata-rata kesediaan ber-korban, nilai yang dikorbankan, dan sur-plus konsumen) dilakukan dengan meng-integralkan persamaan hasil inversi de-ngan batas bawah pada saat Y = 0 dan ba-tas atas Y rata-rata. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh kesediaan berkor-ban, nilai yang dikorbankan, dan surplus konsumen masing-masing adalah Rp 365.932,215 per 1.000 penduduk, Rp 165.485,997 per 1.000 penduduk, dan Rp 200.446,218 per 1.000 penduduk.
Nilai yang diperoleh dari Tabel 9 me-rupakan hasil dari analisis kurva permin-taan pada saat biaya perjalanan rata-rata Rp 36.869,56 di mana surplus konsumen lebih besar dibandingkan nilai yang di-korbankan. Surplus konsumen adalah perbedaan antara kepuasaan yang diper-oleh seseorang di dalam mengkonsum-sikan sejumlah barang dengan pembayar-an yang harus dibuat untuk memperoleh barang tersebut. Hal ini terjadi pada wi-sata alam dengan daya tarik unik (Klem-pener, 1996). Pada wisata alam dengan daya tarik unik, ketika harga naik maka jumlah pengunjung tidak turun secara ce-pat, karena tidak terdapat obyek wisata lain sebagai substitusi. Hal ini juga terjadi pada TWA Punti Kayu yang merupakan satu-satunya obyek wisata alam yang ada di Kota Palembang. Penurunan jumlah pengunjung pada obyek wisata alam de-ngan daya tarik unik terjadi bila terjadi kerusakan atau penurunan kualitas obyek wisata tersebut (Klempener, 1996).




IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Faktor yang mempengaruhi permin-taan rekreasi adalah biaya perjalanan yang memiliki pengaruh positif ter-hadap kunjungan, sedangkan faktor jumlah penduduk per kecamatan dan jumlah waktu kerja memiliki penga-ruh negatif.
2. Pendugaan persamaan permintaan manfaat ekonomi rekreasi dari Ta-man Wisata Alam Punti Kayu berda-sarkan metode biaya perjalanan yaitu Y = -4,018 + 0,0002428 X1 dengan r2 = 0,767.
3. Nilai ekonomi Taman Wisata Alam Punti Kayu berupa kesediaan berkor-ban, nilai yang dikorbankan, dan sur-plus konsumen per 1.000 penduduk masing-masing adalah Rp 365.932,215, Rp 165.485,907, dan Rp 200.446,218.
B. Saran
1. Perlu pemeliharaan dan peningkatan kualitas sarana prasana yang telah tersedia untuk memberikan kenya-manan bagi pengunjung.
2. Perlu dilakukan upaya peningkatan/ penambahan sarana prasana yang di-perlukan bagi pengunjung serta pe-nambahan atraksi wisata alam untuk meningkatkan jumlah pengunjung.




DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Kabupaten Ogan Ilir Da-lam Angka. BPS Kabupaten Ogan Ilir.

Anonim. 2006. Kabupaten Ogan Kome-ring Ilir Dalam Angka 2005. BPS Ogan Komering Ilir.

Anonim. 2006. Palembang Dalam Angka 2005/206. BPS Kota Palembang.

Anonim. 2006. Kabupaten Musi Banyu Asin Dalam Angka. BPS Musi Ba-nyu Asin.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan. 2003. Rencana Pengelolaan Taman Wisa-ta Alam Punti Kayu Periode tahun 2004-2028. Kota Palembang Pro-vinsi Sumatera Selatan. Tidak di-publikasikan.

Departemen Kehutanan. 2002. Keputusan Menteri Kehutanan No. 9273 /Kpts-II/2002 tanggal 7 Oktober 2002 ten-tang Penetapan Kawasan Taman Wisata Alam Punti Kayu Kota Pa-lembang.

Djijono. 2002. Valuasi Ekonomi Meng-gunakan Metode Perjalanan Travel Cost Taman Wisata

Hutan di Ta-man Wan Abdul Rachman, Provinsi Lampung. www.Tumoutou.net  /70205123/dijiono.pdf diakses pada tanggal 5 Mei 2007.

Klempener,W.D. 1996. Forest Resources Economics and Finance. McGraw-Hill.Inc.

Lowe, J.F. and D. Lewis. 1980. The Eco-nomic of Environmental Manage-ment. Philip Alan Publishers Limit-ed.

Sukirno, S. 2004. Pengantar Teori Mikro-ekonomi. PT. RajaGrafindo Persa-da. Jakarta.

Suparmoko. 2005. Neraca Sumberdaya Alam. BPFE. Yogyakarta.


Undang-Undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. www.dephut.go.id. /INFORMASI/UNDANG2/uu/5_90 .htm. diakses pada tanggal 5 Mei 2007.
window.setTimeout(function() { document.body.className = document.body.className.replace('loading', ''); }, 10);