Rabu, 22 Juli 2015

Penentuan potensial lokasi budidaya r. laut mata kuliah pengindraan jarak jauh


Penentuan Potensial Lokasi Budidaya Rumput Laut dengan Metode Citra Satelit
Kelompok I
Dosen Prof Achmad Mustafa




Program Studi Ilmu Perikanan
Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin
2015
Ibnu Malkan Hasbi    P3300214005
Beryaldi Agam          P3300214015
Al Furkan                   P3300214305
Mirna                          P3300214017
Andi Masriah             P3300214303

I.    Pendahuluan
Penginderaan jauh atau inderaja (remote sensing) adalah seni dan ilmu untuk mendapatkan informasi tentang obyek, area atau fenomena melalui analisa terhadap data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah ataupun fenomena yang dikaji.
Secara umum dapat dikatakan bahwa penginderaan jauh dapat berperan dalam mengurangi secara signifikan kegiatan survey terestrial dalam inventarisasi dan  monitoring sumberdaya alam. Kegiatan survey terestris dengan adanya teknologi ini hanya dilakukan untuk membuktikan suatu jenis obyek atau fenomena yang ada dilapangan untuk disesuaikan  dengan hasil analisa data.
Peluang pengembangan usaha perikanan dan kelautan Indonesia memiliki prospek yang baik. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang mempunyai peluang pengembangan produksi dan peluang ekspor yang baik adalah rumput laut. Penentuan lokasi budidaya rumput laut sangat penting dilakukan karena karakteristik rumput laut yang hidup dengan cara melekat pada substrat dan tidak dapat berpindah tempat. Tumbuhan ini hidup dengan cara menyerap nutrien dari perairan dan melakukan fotosintesis, sehingga pertumbuhannya membutuhkan faktor-faktor fisika dan kimia perairan seperti gerakan air, suhu, kadar garam (salinitas), nitrat, dan fosfat serta pencahayaan sinar matahari. Nutrien yang diperlukan oleh rumput laut dapat langsung diperoleh dari air laut melalui gerakan air atau biasa disebut arus. Gerakan air tersebut berperan dalam mempertahankan sirkulasi zat hara yang berguna untuk pertumbuhan. 


II.   Pembahasan
A.   Citra Satelit
Citra merupakan masukan data atau hasil observasi dalam proses penginderaan jauh. Penginderaan Jauh atau Remote Sensing didefinisikan sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena tersebut. Citra dapat diartikan sebagai gambaran yang tampak dari suatu obyek yang sedang diamati, sebagai hasil liputan atau rekaman suatu alat pemantau/sensor, baik optik, elektrooptik, optik-mekanik maupun elektromekanik. Citra memerlukan proses interpretasi atau penafsiran terlebih dahulu dalam pemanfaatannya. Citra Satelit merupakan hasil dari pemotretan/perekaman alat sensor yang dipasang pada wahana satelit ruang angkasa dengan ketinggian lebih dari 400 km dari permukaan bumi.
B.   Prinsip Perekaman Sensor
Prinsip perekaman oleh sensor dalam pengambilan data melalui metode penginderaan jauh dilakukan berdasarkan perbedaan daya reflektansi energi elektromagnetik masing-masing objek di permukaan bumi.  Daya reflektansi yang berbeda-beda oleh sensor akan direkam dan didefinisikan sebagai objek yang berbeda yang dipresentasikan dalam sebuah citra.
Gambar 1. Proses perekaman permukaan bumi oleh sensor Penginderaan Jauh.

Gelombang elektromagnetik yang dipantulkan permukaan bumi akan melewati atmosfer sebelum direkam oleh sensor.  Awan, debu, atau partikel-partikel lain yang berada di atmosfer akan membiaskan pantulan gelombang ini. Atas dasar pembiasan yang terjadi, sebelum dilakukan analisa terhadap citra diperlukan kegiatan koreksi radiometrik.
Radiometric correction (Koreksi radiometrik)
Koreksi radiometrik perlu dilakukan pada data citra dengan berbagai alasan:
1.    Stripping atau banding seringkali terjadi pada data citra yang  diakibatkan oleh ketidakstabilan detektor.  Striping atau banding merupakan fenomena ketidak konsistenan perekaman detector untuk band dan areal perekaman yang sama.
2.    Line dropout kadang terjadi sebagai akibat dari detektor yang gagal berfungsi dengan tiba-tiba. Jangka waktu kerusakan pada kasus ini biasanya bersifat sementara.
3.    Efek atmosferik merupakan fenomena yang disebabkan oleh debu, kabut, atau asap seringkali menyebabkan efek bias dan pantul pada detektor, sehingga fenomena yang berada di bawahnya tidak dapat terekam secara normal.
Dengan kata lain, koreksi radiometrik dilakukan agar informasi yang terdapat dalam data citra dapat dengan jelas dibaca dan diinterpretasikan. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa:
·         Penggabungan data (data fusion). Yaitu menggabungkan citra dari  sumber yang berbeda pada area yang sama untuk membantu di dalam interpretasi. Sebagai contoh adalah menggabungkan data Landsat-TM dengan data SPOT.
·         Colodraping.  Yaitu menempelkan satu jenis data citra di atas data yang lainya untuk membuat suatu kombinasi tampilan sehingga memudahkan untuk menganalisa dua atau lebih variabel.  Sebagai contoh adalah citra vegetasi dari satelit ditempelkan di atas citra foto udara pada area yang sama.
·         Penajaman kontras. Yaitu memperbaiki tampilan citra dengan memaksimumkan kontras antara pencahayaan dan penggelapan atau menaikan dan merendahkan harga data suatu citra.
·         Filtering.  Yaitu memperbaiki  tampilan citra dengan mentransformasikan nilai-nilai digital citra, seperti mempertajam batas area yang mempunyai nilai digital yang sama (enhance edge), menghaluskan citra dari noise (smooth noise), dan lainnya.
·         Formula.       Yaitu    membuat        suatu  operasi           matematika    dan     memasukan   nilai-nilai digital citra pada operasi matematika tersebut, misalnya  Principal Component Analysis (PCA).
C.   Karateristik Data Citra
Data Citra satelit sebagai hasil dari perekaman satelit memiliki beberapa karakter yaitu:
1.      Karakter spasial atau yang lebih dikenal sebagai resolusi spasial,  bahwa data citra  penginderaan jauh memiliki luasan terkecil yang dapat direkam oleh sensor. Sebagai contoh untuk Landsat TM memiliki luasan terkecil yang mampu direkam adalah 30 x 30 m dan mampu merekam daerah selebar 185 km. 1 Scene citra landsat memiliki luas 185 km x 185 km.
2.    Karakteristik spektral atau lebih sering disebut sebagai resolusi spektral, Data penginderaan jauh direkam pada julat panjang gelombang tertentu. Masing-masing satelit biasanya membawa lebih dari satu jenis sensor dimana tiap sensor akan memiliki kemampuan untuk merekam julat panjang gelombang tertentu.
3.    Karakteristik Temporal, Bahwa citra satelit dapat merekam suatu wilayah secara  berulang dalam waktu tertentu, sebagai contoh satelit  Landsat 3 dapat melakukan perekaman ulang terhadap satu wilayah setelah selang 18 hari.  
D.   Konsep Pengolahan Citra
Secara umum pengolahan citra terbagi kedalam:
1.    Pre-processing citra, merupakan pengolahan awal sebelum proses  pengklasifikasian.  Dalam kegiatan ini, koreksi citra (geometrik dan radiometrik) dilakukan.
2.    Klasifikasi citra, merupakan tahap intrepretasi informasi pada citra  yang dibuat berdasarkan klas katagori tertentu.
Metoda klasifikasi secara umum terbagi menjadi dua:
·      Klasifikasi tidak terbimbing (un-supervised classification), merupakan metoda klasifikasi yang memberikan keleluasaan bagi computer untuk mengklasifikasikan citra secara mandiri.
·      Klasifikasi terbimbing (supervised classification), merupakan metoda klasifikasi yang memberikan bimbingan kepada  komputer dalam proses klasifikasinya.
E.    Diagram Alir Penentuan Lokasi Budidaya Rumput Laut







F.    Kriteria kesesuaian lahan budidaya rumput laut
G.   Contoh Hasil Penentuan Kelayakan Lokasi Budidaya Rumput Laut di Perairan Teluk Gerupuk, Pulau Lombok dengan Menggunakan Citra Satelit
1.    Penentuan Suhu
Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh radiasi matahari, posisi matahari, letak geografis, musim, kondisi awan, serta proses interaksi antara air dan udara, penguapan, dan hembusan angin.
Gambar 2. Sebaran suhu dari data penginderaan jauh
2.    Penentuan Sebaran Muatan Padatan Tersuspensi
Muatan Padatan Tersuspensi (MPT) berkolerasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, maka nilai kekeruhan juga semakin tinggi. Namun, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan seperti halnya dengan air laut. 
Gambar 3. Sebaran muatan padatan tersuspensi dari data penginderaan jauh.

3.    Keterlindungan Lokasi
Keterlindungan lokasi merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan budidaya rumput laut. Pemilihan lokasi pada daerah yang terlindung akan mengurangi dampak kerusakan tersebut. Secara geografis kondisi alam, perairan teluk merupakan suatu wilayah yang telindung dari hempasan gelombang yang berpotensi sebagai daerah budidaya rumput laut di masa yang akan datang. Teluk adalah perairan laut yang menjorok masuk ke dalam daratan, oleh karena itu perairan teluk relatif terlindung dari ombak besar. 
Gambar 4. Keterlindungan
4.    Sebaran Arus
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut, maupun gerakan bergelombang panjang, seperti pasang surut.
Gambar 5. Sebaran arus
Lokasi untuk budidaya rumput laut harus terlindung dari arus dan hempasan ombak yang terlalu kuat dan apabila hal tersebut terjadi, maka rumput laut akan mengalami kerusakan bahkan dapat hanyut terbawa arus.
5.    Kesesuaian Lokasi Budidaya Rumput Laut
Kesesuaian lokasi budidaya rumput laut pada Gambar  merupakan hasil overlay (tumpang susun) dari hasil peta tematik suhu permukaan laut, muatan padatan tersuspensi, dan keterlindungan, serta informasi arus.
Gambar 6. Kesesuaian lokasi budidaya rumput laut

Daftar Pustaka
Ratnasari, A; K. Nirmala; S. Budhiman; Emiyati; dan B. Hasyim. 2014. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Penentuan Lokasi Budidaya Rumput Laut Di Perairan Teluk Gerupuk, Pulau Lombok, Provinsi Nusatenggara Barat. Seminar Nasional Penginderaan Jauh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

window.setTimeout(function() { document.body.className = document.body.className.replace('loading', ''); }, 10);