Penentuan
Potensial Lokasi Budidaya Rumput Laut dengan Metode Citra Satelit
Kelompok I
Dosen Prof Achmad Mustafa
Dosen Prof Achmad Mustafa
Program Studi Ilmu Perikanan
Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin
2015
|
Beryaldi Agam P3300214015
Al Furkan P3300214305
Mirna P3300214017
Andi Masriah P3300214303
I. Pendahuluan
Penginderaan
jauh atau inderaja (remote sensing)
adalah seni dan ilmu untuk mendapatkan informasi tentang obyek, area atau
fenomena melalui analisa terhadap data yang diperoleh dengan menggunakan alat
tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah ataupun fenomena yang dikaji.
Secara
umum dapat dikatakan bahwa penginderaan jauh dapat berperan dalam mengurangi
secara signifikan kegiatan survey terestrial dalam inventarisasi dan monitoring sumberdaya alam. Kegiatan survey
terestris dengan adanya teknologi ini hanya dilakukan untuk membuktikan suatu jenis
obyek atau fenomena yang ada dilapangan untuk disesuaikan dengan hasil analisa data.
Peluang
pengembangan usaha perikanan dan kelautan Indonesia memiliki prospek yang baik.
Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang mempunyai peluang pengembangan
produksi dan peluang ekspor yang baik adalah rumput laut. Penentuan lokasi
budidaya rumput laut sangat penting dilakukan karena karakteristik rumput laut
yang hidup dengan cara melekat pada substrat dan tidak dapat berpindah tempat.
Tumbuhan ini hidup dengan cara menyerap nutrien dari perairan dan melakukan
fotosintesis, sehingga pertumbuhannya membutuhkan faktor-faktor fisika dan kimia
perairan seperti gerakan air, suhu, kadar garam (salinitas), nitrat, dan fosfat
serta pencahayaan sinar matahari. Nutrien yang diperlukan oleh rumput laut
dapat langsung diperoleh dari air laut melalui gerakan air atau biasa disebut
arus. Gerakan air tersebut berperan dalam mempertahankan sirkulasi zat hara
yang berguna untuk pertumbuhan.
II.
Pembahasan
A.
Citra Satelit
Citra
merupakan masukan data atau hasil observasi dalam proses penginderaan jauh.
Penginderaan Jauh atau Remote Sensing didefinisikan sebagai ilmu dan seni untuk
memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis
data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek,
daerah atau fenomena tersebut. Citra dapat diartikan sebagai gambaran yang
tampak dari suatu obyek yang sedang diamati, sebagai hasil liputan atau rekaman
suatu alat pemantau/sensor, baik optik, elektrooptik, optik-mekanik maupun
elektromekanik. Citra memerlukan proses interpretasi atau penafsiran terlebih
dahulu dalam pemanfaatannya. Citra Satelit merupakan hasil dari
pemotretan/perekaman alat sensor yang dipasang pada wahana satelit ruang
angkasa dengan ketinggian lebih dari 400 km dari permukaan bumi.
B.
Prinsip Perekaman Sensor
Prinsip
perekaman oleh sensor dalam pengambilan data melalui metode penginderaan jauh
dilakukan berdasarkan perbedaan daya reflektansi energi elektromagnetik
masing-masing objek di permukaan bumi.
Daya reflektansi yang berbeda-beda oleh sensor akan direkam dan
didefinisikan sebagai objek yang berbeda yang dipresentasikan dalam sebuah
citra.
Gambar 1. Proses
perekaman permukaan bumi oleh sensor Penginderaan Jauh.
Gelombang
elektromagnetik yang dipantulkan permukaan bumi akan melewati atmosfer sebelum
direkam oleh sensor. Awan, debu, atau
partikel-partikel lain yang berada di atmosfer akan membiaskan pantulan gelombang
ini. Atas dasar pembiasan yang terjadi, sebelum dilakukan analisa terhadap citra
diperlukan kegiatan koreksi radiometrik.
Radiometric correction
(Koreksi radiometrik)
Koreksi radiometrik
perlu dilakukan pada data citra dengan berbagai alasan:
1.
Stripping
atau banding seringkali terjadi pada data citra yang diakibatkan oleh ketidakstabilan
detektor. Striping atau banding
merupakan fenomena ketidak konsistenan perekaman detector untuk band dan areal
perekaman yang sama.
2.
Line
dropout kadang terjadi sebagai akibat dari detektor yang gagal berfungsi dengan
tiba-tiba. Jangka waktu kerusakan pada kasus ini biasanya bersifat sementara.
3.
Efek
atmosferik merupakan fenomena yang disebabkan oleh debu, kabut, atau asap
seringkali menyebabkan efek bias dan pantul pada detektor, sehingga fenomena
yang berada di bawahnya tidak dapat terekam secara normal.
Dengan kata
lain, koreksi radiometrik dilakukan agar informasi yang terdapat dalam data
citra dapat dengan jelas dibaca dan diinterpretasikan. Kegiatan yang dilakukan
dapat berupa:
·
Penggabungan
data (data fusion). Yaitu menggabungkan citra dari sumber yang berbeda pada area yang sama untuk
membantu di dalam interpretasi. Sebagai contoh adalah menggabungkan data
Landsat-TM dengan data SPOT.
·
Colodraping. Yaitu menempelkan satu jenis data citra di
atas data yang lainya untuk membuat suatu kombinasi tampilan sehingga memudahkan
untuk menganalisa dua atau lebih variabel.
Sebagai contoh adalah citra vegetasi dari satelit ditempelkan di atas
citra foto udara pada area yang sama.
·
Penajaman
kontras. Yaitu memperbaiki tampilan citra dengan memaksimumkan kontras antara
pencahayaan dan penggelapan atau menaikan dan merendahkan harga data suatu
citra.
·
Filtering. Yaitu memperbaiki tampilan citra dengan mentransformasikan
nilai-nilai digital citra, seperti mempertajam batas area yang mempunyai nilai
digital yang sama (enhance edge), menghaluskan citra dari noise (smooth noise),
dan lainnya.
·
Formula. Yaitu
membuat suatu operasi
matematika dan memasukan nilai-nilai
digital citra pada operasi matematika tersebut, misalnya Principal Component Analysis (PCA).
C.
Karateristik Data Citra
Data Citra satelit sebagai hasil dari perekaman satelit
memiliki beberapa karakter yaitu:
1.
Karakter
spasial atau yang lebih dikenal sebagai resolusi spasial, bahwa data citra penginderaan jauh memiliki luasan terkecil
yang dapat direkam oleh sensor. Sebagai contoh untuk Landsat TM memiliki luasan
terkecil yang mampu direkam adalah 30 x 30 m dan mampu merekam daerah selebar
185 km. 1 Scene citra landsat memiliki luas 185 km x 185 km.
2. Karakteristik spektral atau lebih
sering disebut sebagai resolusi spektral, Data penginderaan jauh direkam pada
julat panjang gelombang tertentu. Masing-masing satelit biasanya membawa lebih dari
satu jenis sensor dimana tiap sensor akan memiliki kemampuan untuk merekam
julat panjang gelombang tertentu.
3. Karakteristik Temporal, Bahwa citra
satelit dapat merekam suatu wilayah secara
berulang dalam waktu tertentu, sebagai contoh satelit Landsat 3 dapat melakukan perekaman ulang
terhadap satu wilayah setelah selang 18 hari.
D.
Konsep Pengolahan Citra
Secara umum
pengolahan citra terbagi kedalam:
1. Pre-processing citra, merupakan
pengolahan awal sebelum proses pengklasifikasian. Dalam kegiatan ini, koreksi citra (geometrik
dan radiometrik) dilakukan.
2. Klasifikasi citra, merupakan tahap
intrepretasi informasi pada citra yang
dibuat berdasarkan klas katagori tertentu.
Metoda klasifikasi secara umum terbagi
menjadi dua:
·
Klasifikasi
tidak terbimbing (un-supervised
classification), merupakan metoda klasifikasi yang memberikan keleluasaan bagi
computer untuk mengklasifikasikan citra secara mandiri.
·
Klasifikasi
terbimbing (supervised classification),
merupakan metoda klasifikasi yang memberikan bimbingan kepada komputer dalam proses klasifikasinya.
E.
Diagram Alir Penentuan Lokasi Budidaya
Rumput Laut
F.
Kriteria kesesuaian lahan budidaya
rumput laut
G.
Contoh Hasil Penentuan Kelayakan
Lokasi Budidaya Rumput Laut di Perairan Teluk Gerupuk, Pulau Lombok dengan
Menggunakan Citra Satelit
1. Penentuan
Suhu
Suhu
suatu perairan dipengaruhi oleh radiasi matahari, posisi matahari, letak
geografis, musim, kondisi awan, serta proses interaksi antara air dan udara, penguapan,
dan hembusan angin.
Gambar 2. Sebaran suhu dari data penginderaan jauh
2. Penentuan
Sebaran Muatan Padatan Tersuspensi
Muatan
Padatan Tersuspensi (MPT) berkolerasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi
nilai padatan tersuspensi, maka nilai kekeruhan juga semakin tinggi. Namun,
tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan
seperti halnya dengan air laut.
3. Keterlindungan
Lokasi
Keterlindungan lokasi merupakan salah
satu faktor penting dalam kegiatan budidaya rumput laut. Pemilihan lokasi pada
daerah yang terlindung akan mengurangi dampak kerusakan tersebut. Secara
geografis kondisi alam, perairan teluk merupakan suatu wilayah yang telindung
dari hempasan gelombang yang berpotensi sebagai daerah budidaya rumput laut di
masa yang akan datang. Teluk adalah perairan laut yang menjorok masuk ke dalam
daratan, oleh karena itu perairan teluk relatif terlindung dari ombak
besar.
Gambar 4. Keterlindungan
4. Sebaran
Arus
Arus
merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan
angin, perbedaan densitas air laut, maupun gerakan bergelombang panjang,
seperti pasang surut.
Gambar 5. Sebaran arus
Lokasi
untuk budidaya rumput laut harus terlindung dari arus dan hempasan ombak yang
terlalu kuat dan apabila hal tersebut terjadi, maka rumput laut akan mengalami
kerusakan bahkan dapat hanyut terbawa arus.
5. Kesesuaian
Lokasi Budidaya Rumput Laut
Kesesuaian
lokasi budidaya rumput laut pada Gambar
merupakan hasil overlay (tumpang
susun) dari hasil peta tematik suhu permukaan laut, muatan padatan
tersuspensi, dan keterlindungan, serta informasi arus.
Gambar 6. Kesesuaian lokasi budidaya rumput laut
Daftar
Pustaka
Ratnasari, A; K.
Nirmala; S. Budhiman; Emiyati; dan B. Hasyim. 2014. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk
Penentuan Lokasi Budidaya Rumput Laut Di Perairan Teluk Gerupuk, Pulau Lombok,
Provinsi Nusatenggara Barat. Seminar Nasional Penginderaan Jauh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar