Selasa, 28 Juli 2015

MSY eksploitasi ikan Layang Matakuliah Dinamika Populasi dan Evaluasi Stock

TUGAS KELOMPOK

Prof. Dr, Ir. Musbir, M.Sc

              MODEL  DINAMIKA  POPULASI  DAN EVALUASI STOCK
ASSESMENT DAN TINGKAT EKSPLOITASI STOK IKAN LAYANG  (Decapterus kurroides) DI PERAIRAN KABUPATEN BARRU TAHUN 
2010 - 2014




IBNU MALKAN HASBI                     P3300214005
ST. NURUL NAHDYAH                    P3300214013



PROGRAM MAGISTER ILMU PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR

2015

I. PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Kabupaten Barru terletak diantara koordinat 4 0,5’49’– 4 47’35’ Lintang Selatan dan 199 35’ 00’ – 119 49’16’ Bujur Timur dengan luas daerah sekitar 1.174.74 Km2, Kabupaten Barru yang terletak pada posisi lintas dengan bentangan pantai 78 Km. Kabupaten Barru memiliki potensi kelautan dan Perikanan yang sangat besar.Garis pantainya membentang di Wilayah Barat Kabupaten, menghadap ke selat Makassar. Berbagai Budi Daya laut berpotensi untuk dikembangkan.Budidaya Keramba Jaring apung yang menghasilkan Bandeng dan Nila Merah di Kecamatan Mallusetasi, Kerang Mutiara di Pulau Panikiang,sementara di Kecamatan Tanete Rilau,Barru,Soppeng Riaja dan Mallusetasi dapat dikembangkan budidaya rumput laut,Kepiting dan Teripang.Sedangkan budidaya kerang-kerangan juga dikembangkan di Kecamatan Balusu,Barru dan Mallusetasi (http://barrukab.bps.go.id,)
Potensi perikanan di Kabupaten Barru terdiri dari perikanan laut dan darat.Untuk jenis ikan laut yang dihasilkan, sebagian besar ikan laut diperairan Kabupaten Barru berpotensi ekspor, seperti: cakalang, tuna, tongkol, layang, kembung, tambang, lamuru, kerapu dan beberapa ikan laut lainnya. Selain perikanan laut, perikanan budidaya seperti tambak, laut, kolam, mina padi juga merupakan potensi yang dapat dikembangkan. Komoditas budidaya tambak mayoritas adalah Ikan Bandeng, Udang Windu, Udang Api-api. (Wordpress, 2014)
Ikan layang (Decapterus russelli) mempunyai nama umum round scad (Nurhakim, 1987). Ikan layang merupakan ikan yang mempunyai kemampuan bergerak dengan cepat di air laut. Tingginya kecepatan tersebut dapat dicapai karena bentuk tubuhnya yang seperti cerutu dan mempunyai sisik yang sangat halus (Burhanuddin et. al. 1981).
Sumberdaya ikan pada umumnya bersifat open access, yang menyebabkan setiap orang dapat berpartisipasi dan tidak ada batasan mengenai besarnya upaya penangkapan yang dikerahkan atau sumberdaya ikan yang boleh ditangkap. Sumberdaya ikan termasuk sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources), tetapi penangkapan yang terus meningkat tanpa adanya pembatasan akan menyebabkan terkurasnya sumberdaya tersebut. Naamin (1984) diacu dalam Suman (2004). Apabila kondisi pola pemanfaatan sumberdaya ikan layang yang ada saat ini tidak berjalan, maka  dalam jangka panjang akan dapat menyebabkan sumberdaya ikan  layang di Perairan Kabupaten Barru terancam dan akan mengalami kepunahan.
Untuk itu dibutuhkan model untuk menentukan estimasi hasil tangkapan maksimum lestari dan upaya penangkapan optimum, yaitu salah satunya dengan menggunakan model produksi surplus. Model surplus produksi menganalisis hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort) beberapa tahun, yang dikembangkan oleh Schaefer dan Fox. Sehingga, diperoleh nilai tangkapan maksimum lestari (Maximum Suistainable Yield/ MSY) dan upaya penangkapan (effort) optimum dalam kegiatan penangkapan sumberdaya ikan layang di perairan Kabupaten Barru secara berkelanjutan.

B.   Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari laporan ini adalah untuk mengetahui tingkat produksi lestari atau Maximum Sustainable Yield (MSY) dan upaya penangkapan (effort) optimum ikan layang (Decapterus russelli)  di perairan Kabupaten Barru.
            Kegunaan dari Makalah ini sebagai dasar pertimbangan dalam pengelolaan sumber daya optimum ikan layang (Decapterus russelli)di perairan Kabupaten Barru secara berkelanjutan.


II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Layang (Decapterus kurroides)
Menurut Bleeker (1855) diacu dalam Prihatini (2006), ikan layang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom           : Animalia
    Filum                 : Chordata
         Super Kelas       : Pisces
               Kelas                  : Actinopterygii
                   Sub Kelas          : Teleostei
                        Ordo                  : Perciformes
                               Famili                 : Carangidae
                                      Genus                : Decapterus
Description: http://202.67.224.132/pdimage/78/3075278_ikanlayang.jpg
Ikan layang hidup di perairan lepas pantai, dan ikan ini biasa memakan plankton-plankton kecil.Decapterus kurroides memiliki ciri morfologi sebagai berikut, dua sirip punggung (dorsal), dorsal 1 memiliki 8 jari-jari keras dan dorsal 2 memiliki 1 jari-jari keras dan 28-29 jari-jari lemah. Sirip dubur (anal) memiliki 3 jari-jari keras dan 22-25 jari-jari lemah. 5 Tubuhnya memiliki warna hijau kebiruan di daerah atas dan keperakan di daerah bawah, operculum memiliki bintik-bintik hitam kecil. Insang dilindungi oleh membran halus.
Decapterus russelli di Indonesia disebut juga dengan Benggol, Kerok, dan Layang. Ikan ini memiliki bentuk badan memanjang dan sedikit gepeng. Ciri lain adalah dibelakang sirip pinggung kedua dan sirip dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan (finlet). Tubuhnya berwarna biru kehijauan, hijau pupus pada bagian atas, dan putih perak pada bagian bawah. Siripnya berwarna abu kekuningan. Ikan ini memiliki satu totol hitam pada tepian atas penutup ingsang. Decapterus macrosoma disebut juga benggol deles, layang lidi, dan luncu. Ikan jenis ini memiliki bentuk badan memanjang sperti cerutu dengan panjang mencapai 40cm. Tubuhnya berwarna biru kehijauan bagian atas, dan putih perak bagian bawah. Sirip-siripnya kuning pucat dan juga memiliki satu totol hitam pada bagian atas penutup ingsang.
Decapterus lajang  memiliki rahang atas yang mencapai lengkung terdepan. Tubuhnya berwarna biru pada bagian atas dan pada bagian bawah berwarna putih. Dalam keadaan segar siripnya berwarna merah jambu. Ikan ini memiliki totol hitam pada bagian belakang tuutp ingsang.
Decapterus kurroides memiliki tubuh memanjang dan sedikit gepeng. Panjang tubuh mencapai 17cm. Badan bagian atas berwarna biru kehijauan dan bagian bawah berwarna putih keperak-perakan. Sirip ekor berwarna merah, sirip dorsal kadang berwarna kehitaman dan sirip yang lain berwarna putih. Terdapat satu bintik hitam pada garis tepi operculum.
Decapterus muruadsi memiliki rahang atas hampir mencapai lengkung terdepan. Tubuh bagian atas berwarna gelap dan bagian bawah berwarna putih. Pada bagian tengan tubuhnya terdapat sirip memanjang berwarna kuning.
Decapterus macarellus disebut juga dengan melalugis biru. Ikan ini tidak memiliki gigi pada rahang atas. Tubuhnya berwarba biru metalik sampai kehitaman pada bagian atas dan putih keperakan pada bagian bawah dengan panjang tubuh mencapai 28cm. Sirip ekor berwarna kuning kehitaman dan sirip lainnya berwarna putih kehitaman. Ikan jenis ini juga memiliki bintik hitam kecil pada garis tepi operculum.
B. Habitat dan Penyebaran
Ikan layang (Decapterus kurroides) merupakan spesies ikan layang yang berada di daerah dasar perairan. Penyebaran ikan layang ini sangat menyebar di daerah perairan Indonesia, yaitu dari Pulau Seribu, P. bawean, P. Masalembo, Selat Makassar, Selat Karimata, Selat Malaka, Laut Flores, Arafuru, Selat Bali, dan Perairan Selatan Pulau Jawa. Decapterus kurroides termasuk jenis ikan layang yang agak langka yang terdapat di perairan Palabuhanratu, Labuhan, Muncar, Bali dan Aceh. Jenis ikan layang yang banyak di perairan Cisolok adalah jenis layang Decapterus Kurroides dan masyarakat sekitar perairan Cisolok menyebutnya ikan selayang.
Penyebaran ikan layang (Decapterus kurroides) di Indonesia terdapat di perairan Pasifik barat Indonesia, perairan Afrika Timur sampai Filiphina, perairan utara sampai selatan Jepang, perairan selatan sampai barat Australia (Bleeker, 1855 dalam Dahlan, 2012). Lingkungan ikan layang (Decapterus kurroides) cukup berbeda dengan jenis genus Decapteruslainnya, ikan ini berada di kedalaman 100-300 m, dan biasanya berada di kedalaman 150-300 m, dan biasa berinteraksi di karang (Saanin, 1984 dalam Dahlan, 2012).
Ikan layang tersebar di seluruh dunia. Ikan layang tersebar dengan mendiami daerah-daerah tropis dan subtropis di Lautan Indo-pasifik dan Lautan Atlantik. Jenis ikan layang sangat beragam, setiap jenisnya memiliki daerah sebaran yang berbeda, dan juga ada yang daerah sebarannya tumpang tindih satu sama lain. Jenis ikan layang Decapterus russeli memiliki daerah sebaran yang paling luas diantara jenis layang yang lainnya. Ikan layang jenis Decapterus kurroides ini hampir tertangkap di seluruh daerah perairan Indonesia, dan sangat dominan di perairan Jawa, mulai dari Pulau Masa Lembu, Pulau Bawean, dan juga seluruh daerah Kepulauan Seribu. Jenis ikan layang lainnya yaitu Decapterus layang tersebar di perairan-perairan dangkal dan untuk jenis Decapterus macrosoma tersebar di laut Jaluk. Berdasarkan data penangkapan di Indonesia, ikan layang jenis Decapterus layang tertangkap di Laut Jawa, Selat Sunda, Selat Madura dan perairan laut dangkal lainnya di Indonesia, sedangkan jenis Decapterus macrosoma tertangkap oleh nelayan-nelayan di Laut Jeluk seperti Pulau Banda, Ambon, Sangihe, dan Selat Bali. Decapterus kurroides tergolong jenis ikan layang yang langka yang hanya tersebar di tiga daerah di Indonesia, yaitu di perairan Labuhan, perairan Selat Bali, dan juga di perairan Palabuhanratu, Jawa Barat, dalam jumlah besar pada musim-musim tertentu (Djamali, 1979 dalam Dahlan, 2012).
Sebaran ikan layang (Decapterus kurroides) sangat berkaitan erat dengan makanan ikan tersebut. Makanan memegang peranan penting dalam pertumbuhan, dan sebaran ikan layang. Kebiasaan akan ikan layang dapat diketahui dengan melihat habitat ikan layang. Ikan layang merupakan pemakan plankton hewani, benthos, dan ikan-ikan kecil.

C.   Pengkajian Stok Ikan

Sparre dan Venema (1999) mengemukakan bahwa maksud dari pengkajian stok ikan adalah memberikan saran tentang pemanfaatan optimum sumberdaya hayati perairan seperti ikan dan udang. Sumberdaya hayati bersifat terbatas tetapi dapat memperbaharui dirinya. Pengkajian stok ikan dapat diartikan sebagai upaya pencarian tingkat pemanfaatan yang dalam jangka panjang memberikan hasil tangkapan maksimum perikanan dalam bentuk bobot. pada tingkat tertentu akan diperoleh hasil tangkapan yang sejalan dengan peningkatan upaya penangkapan. Akan tetapi setelah tingkat tersebut, pembaharuan sumberdaya (reproduksi dan pertumbuhan tubuh) tidak dapat mengimbangi penangkapan, sehingga peningkatan tingkat ekspoitasi yang lebih jauh akan mengarah kepada pengurangan hasil tangkapan.
Tingkat upaya penangkapan yang dalam jangka panjang memberikan hasil tertinggi dicirikan oleh FMSY dan hasil tangkapannya dicirikan oleh MSY (Maximum Sustainable Yield). Ungkapan dalam jangka panjang digunakan karena seseorang dapat memperoleh hasil yang tinggi dalam tahun tertentu. Namun, jika upaya penangkapan terus ditingkatkan, hasil tangkapan akan makin berkurang pada tahun-tahun berikutnya. Hal ini karena sumber dayanya telah tertangkap (Sparre dan Venema, 1999).
Gambar 2. Tujuan dasar pengkajian stok (Sparre dan Venema 1999)

Pengkajian stok ikan harus dilakukan secara terpisah bagi setiap unit stok. Oleh karena itu, data masukan untuk tiap stok dari spesies yang dikaji harus tersedia. Konsep stok berkaitan erat dengan konsep parameter pertumbuhan dan mortalitas. Parameter pertumbuhan merupakan nilai numerik dalam persamaan. Parameter ini dapat diprediksi melalui ukuran badan ikan setelah mencapai umur tertentu. Parameter mortalitas mencerminkan suatu laju kematian hewan, yakni jumlah kematian per satuan waktu. Mortalitas penangkapan mencerminkan kematian yang dikarenakan oleh penangkapan. Adapun mortalitas alami merupakan kematian karena pemangsaan, penyakit, predator dan faktor alam lain (Sparre dan Venema, 1999).
Pengkajian stok ikan bertujuan untuk mendeskripsikan proses-proses, hubungan antara masukan dan luaran serta alat yang digunakan. Hubungan tersebut disebut model-model. Suatu model adalah deskripsi yang disederhanakan dari hubungan antara data masukan dan data luaran. Model terdiri atas sederetan instruksi tentang bagaimana melakukan perhitungan dan bagaimana model-model tersebut dirancang berdasarkan hasil amatan atau hasil pengukuran (Sparre dan Venema,1999).
Suadi dan Widodo (2008) menyatakan bahwa pengakajian stok mencakup suatu estimasi tentang jumlah atau kelimpahan dari sumber daya. Selain itu, mencakup pula pendugaan terhadap laju penurunan sumberdaya yang diakibatkan oleh penangkapan serta tingkat kelimpahan dimana stok dapat menjaga dirinya dalam jangka panjang.

A.   Model Surplus Produksi

Pengelolaan sumberdaya ikan pada awalnya didasarkan pada konsep hasil maksimum yang lestari (Maximum Sustainable Yield) atau disingkat MSY. Inti dari konsep ini adalah bahwa setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila surplus
ini dipanen (tidak lebih dan tidak kurang), maka stok ikan akan mampu bertahan secara berkesinambungan. Dengan kata lain konsep ini hanya mempertim-bangkan faktor biologi ikan semata (Fauzi, 2004).
Produksi surplus dihitung sebagai jumlah dari pertumbuhan dalam berat dari individu-individu dalam populasi, dikurangi penurunan biomassa dari binatang yang mati karena mortalitas alami (Widodo dan Suadi, 2006). Fungsi surplus produksi dapat dituliskan sebagai berikut:
…………………….. (1)
merupakan biomassa pada tahun tertentu,   adalah biomassa tahun sebelumnya ditambahkan dengan () produksi surplus tahun sebelumnya dikurangi () dengan tangkapan tahun sebelumnya.
Widodo dan Suadi (2006) mengemukakan bahwa pertambahan netto dalam ukuran populasi akan kecil, baik pada tingkat populasi tinggi maupun rendah. Karena itu sebagai konsekuensinya pertambahan tersebut akan mencapai maksimum pada tingkat populasi intermediate. Hukum umum dari pertumbuhan populasi dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan deferensial sebagai berikut :
               ……………………….. (2)
dimana B merupakan biomassa populasi. Hukum pertumbuhan populasi ini dipergunakan untuk menggambarkan banyak organisme. Suatu fungsi yang telah terbukti sangat cocok untuk berbagai data eksperimen yaitu:
         ……………………….. (3)
dimana r dan K adalah konstanta. Ini dikenal dengan persamaan pertumbuhan logistik Verhultst-Pearl. Parameter r adalah laju pertumbuhan intrinsik, karena untuk B kecil, maka laju pertumbuhan kira-kira sama dengan r. Adapun K adalah daya dukung lingkungan dan mewakili populasi maksimum yang dapat ditopang oleh lingkungan. Fungsi ini bersifat parabolik yang simetrik dengan laju pertumbuhan maksimum pada tingkat K. Kurva selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 3. Hubungan antara biomassa tangkapan (B) dengan turunan pertama biomassa (Widodo dan Suadi, 2006)
Beberapa asumsi yang mendasari hukum umum pertumbuhan populasi pada Gambar 3 dapat dikemukakan sebagai berikut (Widodo dan Suadi, 2006):
a)    Setiap populasi dan ekosistem tertentu akan tumbuh dalam berat sampai mendekati daya dukung maskimum dari ekosistem (terutama dalam kaitannya dengan ketersediaan makanan). Kenaikan dalam berat total perlahan-lahan berhenti manakala ukuran stok semakin mendekati, secara asimtotik, daya dukung dari lingkungan K secara asimtotik.
b)    Nilai K kira-kira berkaitan erat dengan nilai biomassa dari stok perawan atau yang belum dimanfaatkan (virgin stock).
c)    Pertumbuhan menurut waktu dari biomassa populasi dapat dilukiskan dengan suatu kurva logistik, turunan pertama dari kurva ini mencapai maksimum.
d)    Upaya penangkapan yang menurunkan K sampai dengan setengah dari nilai originalnya akan menghasilkan pertumbuhan netto yang tertinggi dari stok, yakni produksi surplus maksimum (maximum surplus yield) yang tersedia dalam suatu populasi.
e)    Surplus produksi maksimum pada butir (d) akan dipertahankan secara lestari (di sinilah berawal yang disebut maximum sustainable yield, MSY) manakala biomassa dari stok yang dieksploitasi dipertahankan pada tingkat K/2.
Konsep surplus produksi merupakan konsep dasar dalam ilmu perikanan. Schaefer (1954) menyebutkan bahwa salah satu cara untuk menduga stok didasarkan pada model surplus produksi logistik. Dasar pemikirannya adalah bahwa peningkatan (increment) populasi ikan akan diperoleh dari sejumlah ikan-ikan muda yang dihasilkan setiap tahun, sedang penurunan dari populasi tersebut (decrement) merupakan akibat dari mortalitas baik karena faktor alam (predasi, penyakit dan lain lain) maupun mortalitas yang disebabkan eksploitasi oleh manusia. Oleh karena itu, populasi akan berada dalam keadaan ekuilibrium bila increment sama dengan decrement (Widodo dan Suadi, 2006).
            Tujuan penggunaan model surplus produksi adalah menentukan tingkat  optimum dari suatu upaya penangkapan sehingga dapat ditentukan hasil tangkap maksimum lestari tanpa mempengaruhi stok jangka panjang, atau dikenal dengan maximum sustainable yield (MSY) (Sutikno dan Maryunani, 2006).
Beberapa teori yang mendasarinya yaitu model Schaefer dan Fox.  Pada prinsipnya model-model holistik lebih sederhana jika dibandingkan dengan model analitik, sehingga data yang diperlukan menjadi lebih sedikit.  Sebagai contoh model ini tidak memerlukan penentuan kelas umur.  Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa model surplus produksi banyak digunakan sebagai model dalam menentukan stok ikan di perairan tropis. Model ini dapat memperkirakan jumlah hasil tangkapan total dan atau hasil tangkapan per unit upaya dalam beberapa tahun (Sutikno dan Maryunani, 2006).
           

B.   Model Schaefer (1954)

Model Schaefer menyatakan bahwa pertumbuhan dari suatu stok merupakan suatu fungsi dari besarnya stok tersebut. Jelas bahwa asumsi suatu stok bereaksi seketika terhadap perubahan besarnya stok tidaklah realistik. Oleh karena itu dipergunakan konsep ekuilibrium, dan ini mengacu pada keadaan yang timbul bila suatu mortalitas penangkapan tertentu telah ditanamkan cukup lama ke dalam suatu stok, sehingga memungkinkan stok tersebut menyesuaikan ukuran serta laju pertumbuhannya sedemikian rupa sehingga persamaan yang dikemukakan oleh Schaefer terpenuhi (Suadi dan Widodo, 2006).
Tingkat upaya penangkapan optimum (fsmy) dan hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) dari unit penangkapan dengan model Schaefer (1954) in King (1995) dapat diketahui melalui persamaan berikut :
1.    Hubungan antara hasil tangkapan (Y) dengan upaya penangkapan (f),
                 ............................... (4)
2.    Upaya penangkapan optimum (fmsy) diperoleh dengan cara menyamakan turunan pertama hasil tangkapan (Y) terhadap upaya penangkapan (f) dengan nol atau dy/df = 0 :
                            .................... (5)
3.    Maximum sustainable yield (MSY) atau merupakan hasil tangkapan maksimum lestari diperoleh dengan mensubtitusikan nilai upaya penangkapan optimum (fmsy) ke persamaan pada butir 1 di atas,
             ............................... (6)
Pada model ini, untuk mendapatkan gambaran pengaruh dari upaya penangkapan (f) terhadap hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (CPUE) dan untuk mendapatkan nilai konstanta a dan b pada rumus di atas digunakan analisis regresi dengan melinierkan model Schaefer seperti berikut:
Rumus yang digunakan untuk mengetahui CPUE adalah sebagai berikut (Gulland 1983) :
       ........................ (7)
 Keterangan :
CPUE : Hasil tangkapan per upaya penangkapan (kg/unit)
Catch : Hasil tangkapan per tahun (kg) ; dan
Effort : Upaya penangkapan per tahun (unit).
Schaefer (1954) in Tinungki (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan (dalam berat biomassa) dari suatu populasi (Bt) dari waktu ke waktu merupakan fungsi dari populasi awal. Schaefer dalam mengembangkan konsepnya mengasumsikan bahwa stok perikanan bersifat homogeni, fungsi pertumbuhannya adalah fungsi logistik dengan area terbatas. Asumsi-asumsi model Schaefer adalah:
a)    Terdapat batas tertinggi dari biomassa (K)
b)    Laju pertumbuhan adalah relatif dan merupakan fungsi linear dari biomassa
c)    Stok dalam keadaan seimbang (equilibrium condition)
d)    Kematian akibat penangkapan (Ct) sebanding dengan upaya (ft) dan koefisien penangkapan (q)
e)    Meramalkan MSY adalah 50% dari tingkat populasi maksimum.
Tinungki (2005) menyebutkan bahwa salah satu keuntungan model Schaefer adalah dapat digunakan dengan tidak tergantung pada adanya data kelimpahan stok. Jika data runtun waktu untuk data penangkapan dan upaya tersedia, maka pendugaan parameter-parameter dengan menggunakan metode regresi linear sederhana dapat dilakukan. Model Schaefer mengasumsikan populasi pertumbuhan logistik yakni tangkapan meningkat secara cepat di awal, namun kemudian laju perubahannya melambat dengan peningkatan upaya (Coppola dan Pascoe 1998 in Tinungki 2005). Model ini menetapkan dua hasil dasar, yaitu:
a)    Upaya penangkapan adalah suatu fungsi linear dari ukuran populasi (atau tangkapan per satuan upaya)
b)    Jumlah tangkapan adalah suatu fungsi parabola dari upaya penangkapan.

C.   Model Fox (1970)

Model Fox (1970) memiliki karakter bahwa pertumbuhan biomassa mengikuti model pertumbuhan Gompertz, dan penurunan tangkapan per satuan upaya (CPUEt) terhadap upaya penangkapan (Ft) mengikuti pola eksponensial negatif, yang lebih masuk akal dibandingkan dengan pola regresi linier. Asumsi yang digunakan dalam model Fox (1970) adalah:
a) Populasi dianggap tidak akan punah
b) Populasi sebagai jumlah dari individu ikan.
Model ini memperlihatkan grafik lengkung bila secara langsung diplot terhadap upaya ft akan tetapi bila diplot dalam bentuk logaritma terhadap upaya, maka akan menghasilkan garis lurus:
............................... (8)
Model tersebut mengikuti asumsi bahwa  menurun dengan meningkatnya upaya. Model Fox dan Schaefer berbeda dalam hal dimana model Schaefer menyatakan satu tingkatan upaya dapat dicapai pada nilai = 0 yaitu bila sedangkan pada model Fox, adalah selalu lebih besar dari nol untuk seluruh nilai.
Bila diplotkan terhadap ft akan menghasilkan garis lurus, pada model Schaefer, namun menghasilkan lengkung yang mendekati nol hanya pada tingkatan upaya yang tinggi, tanpa pernah menyentuh sumbu pada model Fox. Gambar 5 memperlihatkan perbandingan antara kurva model Schaefer dan model Fox.
Gambar 5. Kurva model Schaefer (--------) dan Fox (--------)
Fox menyatakan bahwa hubungan antara effort (ft) dan catch (Ct) adalah bentuk eksponensial dengan kurva yang tidak simetris, dan dinyatakan bahwa hubungan antara effort (ft) dan catch per unit effort (CPUEt) adalah sebagai berikut:
…...…….…………… (9)
hubungan antara effort dan catch adalah:
           …………………...…. (10)
Upaya optimum (fopt) diperoleh dengan cara menyamakan turunan pertama catch (Ct) terhadap effort (ft) sama dengan nol:
     …..….…………. (11)
sehingga:
…………………………. (12)
Produksi maksimum lestari (MSY) diperoleh dengan mensubsitusikan nilai upaya optimum ke dalam persamaan (2.7.3) sehingga:
                  …………………. (13)
besarnya parameter a dan b secara sistematis dapat dicari dengan mempergunakan persamaan regresi. Rumus-rumus untuk model produksi surplus ini hanya berlaku bila parameter slope (b) bernilai negatif, artinya penambahan jumlah effort akan menyebabkan penurunan CPUE. Bila dalam perhitungan diperoleh nilai b positif maka tidak dapat dilakukan pendugaan stok maksimum maupun besarnya effort minimum, tetapi hanya dapat disimpulkan bahwa penambahan jumlah effort masih menambah hasil tangkapan. Penelitian komponen-komponen sumberdaya perikanan dan potensinya dilakukan terhadap kondisi perikanan yang sekarang ada. Informasi ini diperlukan untuk perencanaan pengembangan perikanan masa yang akan datang (Tinungki 2005).

III. METODOLOGI

A.           Waktu dan Tempat

Pengamatan dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2015 di perairan Kabupaten Barru. Data yang digunakan diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan. Data dianalisis di Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.

B.   Metode Pengolahan Data

Data primer diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan yang meliputi data hasil tangkapan dan data trip setiap alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan ikan layang (Decapterus russelli) di perairan Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan mulai dari tahun………………..
            Pengolahan data dilakukan di Pascasarjana Universitas Hasanuddin dengan menginput dan mengolah data melalui program Microsoft Excel 2013.

C.   Analisis Data

Standarisasi Alat Tangkap
Unit effort sejumlah armada penangkapan ikan dengan alat tangkap dan waktu tertentu dikonversi ke dalam satuan “boat-days” (trip).  Pertimbangan yang digunakan adalah :
1.    Respon stock terhadap alat tangkap standar akan menentukan status sumberdaya selanjutnya berdampak pada status perikanan alat tangkap lain,
2.    Total hasil tangkap ikan per unit effort alat tangkap standar lebih dominan dibanding alat tangkap lain, dan
3.    Daerah penangkapan alat tangkap standar meliputi dan atau berhubungan dengan daerah penangkapan alat tangkap lain.
Prosedur standarisasi alat tangkap ke dalam satuan baku unit alat tangkap standar, dapat dilakukan sebagai berikut :
1.     Alat tangkap standar yang digunakan mempunyai CPUE terbesar dan memiliki nilai faktor daya tangkap (fishing power index, FPI) sama dengan 1. Nilai FPI dapat diperoleh melalui persamaan (Gulland, 1983):
keterangan :
CPUEr   =   total hasil tangkapan (catch) per upaya tangkap (effort) dari alat tangkap r yang akan distandarisasi (ton/trip).
CPUEs   =   total hasil tangkapan (catch) per upaya tangkap (effort) dari alat tangkap s yang dijadikan standar (ton/trip).
FPI         =   fishing power index dari alat tangkap i (yang distandarisasi dan alat tangkap standar).
2.      Nilai FPIdigunakan untuk menghitung total upaya standar, yakni :
keterangan :
E  =   total effort atau jumlah upaya tangkap dari alat tangkap yang distandarisasi dan alat tangkap standar (trip)
Ei  =   effort dari alat tangkap yang distandarisasi dan alat tangkap standar (trip).

Estimasi Potensi Lestari
Estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap didasarkan atas jumlah hasil tangkapan ikan yang didaratkan pada suatu wilayah dan variasi alat tangkap per trip. Prosedur estimasi dilakukan dengan cara (Sparre dan Venema, 1999) :
1.    Menghitung hasil tangkapan per upaya tangkap (CPUE), melalui persamaan
keterangan :
CPUEn  =   total hasil tangkapan per upaya penangkapan yang telah distandarisasi dalam tahun n (ton/trip)
Catch n  =   total hasil tangkapan dari seluruh alat dalam tahun n (ton)
En          =   total effort atau jumlah upaya tangkap dari alat tangkap yang distandarisasi dengan alat tangkap standar dalam tahun n (trip).
2.    Melakukan estimasi parameter alat tangkap standar dengan menggunakan model Schaefer berikut :
CPUEn = α – βEn    atau 
Catchn = α EnβEn2
keterangan :
CPUEn  =   total hasil tangkapan per upaya setelah distandarisasi pada tahun n (ton/trip)
En          =   total effort standar pada tahun n (trip/tahun)
α dan β  =   konstanta dan koefisien parameter dari model Schaefer
Persamaan (4.28) dihitung dengan menggunakan metode regresi linear sederhana (Ordinary Least Square, OLS).
3.    Melakukan estimasi effort optimum pada kondisi keseimbangan (equilibrium state), digunakan persamaan :
Eopti = ½ (α / β)
4.   Melakukan estimasi Maximum Sustainable Yield (MSY) sebagai indikator potensi sumberdaya perikanan tangkap yang berkelanjutan (lestari) melalui persamaan :
MSY = ¼ (α / β)
Nilai effort optimum dan MSY yang diperoleh melalui persamaan (3) dan (4) selanjutnya dimasukkan sebagai kendala tujuan dalam model ekonomi sumberdaya perikanan tangkap (model dasar LGP). Dengan demikian, secara biologi pengelolaan perikanan menunjukkan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap yang berkelanjutan.






IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Ikan layang (Decapterus spp) merupakan salah satu komunitas perikanan pelagis kecil yang penting di Indonesia. Ikan yang tergolong suku Carangidae ini bisa hidup bergerombol . Ukurannya sekitar 15 centimeter meskipun ada pula yang bisa mencapai 25 centimeter. Ciri khas yang sering dijumpai pada ikan layang ialah terdapatnya sirip kecil (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur dan terdapat sisik berlinginyang tebal (lateral scute) pada bagian garis sisi (lateral line). (Nontji, 2002)
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Barru didapatkan analisis hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) produksi Ikan Layang (Decapterus spp) selama 5 tahun terakhir (2010-2014) yaitu pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Analisis hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) produksi Ikan Ikan Layang (Decapterus spp)  di Kabupaten Barru  tahun 2010-2014
Tahun
Catch (ton)
Effort (trip)
CPUE
Ln CPUE
2010
3216.3
32956
0.09759
-2.326941708
2011
1938.3
47192
0.04107
-3.192413086
2012
1793.7
72798
0.02464
-3.703407957
2013
1454.4
90461
0.01608
-4.130325374
2014
1722.3
54644
0.03152
-3.457178812
Sumber : Data sekunder, diolah 2015
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan Layang mengalami penurunan pada tahun 2010 sampai 2013, kembali meningkat pada tahun 2013. Dari tabel 1 di atas dapat dilakukan penghitungan nilai MSY dan Fopt dengan dua metode yaitu metode Schaefer dan Metode Fox.











a.    Analisis Potensi Lestari (MSY dan Fopt) Metode Schaefer
Adapun hasil penghitungan nilai a dan b dapat dilihat pada Gambar 1.  
                        Gambar 1. Hubungan Effort dan CPUE
Berdasarkan gambar di atas maka dapat dilihat bahwa nilai a=0,1146 dan nilai b= -0,000001. Sehingga :
Berdasarkan perolehan nilai MSY dan F optimal maka dapat dibuat kurva tingkat pemanfaatan MSY dan Fopt Ikan Layang (Decapterus ruselli) di Kabupaten Barru  selama 5 tahun terakhir (2010-2014) pendekatan Schaefer seperti di bawah ini :



Text Box: MSY =  3283.29 ton
Fopt = 57300 trip





Gambar 2. Kurva tingkat pemanfaatan MSY dan Fopt Ikan  Layang (Decapterus ruselli) di Kabupaten Barru  selama 5 tahun terakhir (2010-2014) pendekatan Schaefer
Berdasarkan kurva di atas dapat dilihat bahwa untuk tingkat pemanfaatan MSY berada pada 3.283,29 ton per tahun dan untuk Upaya penangkapan optimal atau Fopt berada pada 57.300 trip per tahun. Sehingga dapat dilihat pada gambar 4 berikut bahwa ikan layang di Kabupaten Barru belum mengalami over fishing karena nilainya belum melebihi nilai MSY.
Gambar 4. Diagram Perbandingan Hasil Tangkapan dengan MSY model Schaefer
Sedangkan berdasarkan upaya penangkapan optimal (Fopt) maka dapat dilihat pada gambar 5 bahwa tahun 2012 dan 2013 telah mengalami kelebihan upaya penangkapan atau overfishing.
Gambar 5. Diagram perbandingan upaya penangkapan dengan Fopt model Schaefer

b.    Analisis Potensi Lestari (MSY dan Fopt) Metode Fox
Adapun hasil penghitungan nilai a dan b metode Fox dapat dilihat pada Gambar 6.
                                   Gambar 6. Hubungan Effort dan LnCPUE
            Berdasarkan gambar di atas maka dapat dilihat bahwa nilai a=1,6632 dan nilai b= -0,00003. Sehingga :
Berdasarkan perolehan nilai MSY dan F optimal maka dapat dibuat kurva tingkat pemanfaatan MSY dan Fopt Ikan Layang (Decapterus ruselli) di Kabupaten Barru  selama 5 tahun terakhir (2010-2014) pendekatan Fox  seperti di bawah ini :
Text Box: MSY = 38.819.87 ton
Fopt = 20000 trip
Gambar 7. Kurva Kurva tingkat pemanfaatan MSY dan Fopt Ikan  Layang (Decapterus ruselli) di Kabupaten Barru  selama 5 tahun terakhir (2010-2014) pendekatan Fox

 Berdasarkan kurva di atas dapat dilihat bahwa untuk tingkat pemanfaatan MSY berada pada 38.819,87 ton per tahun dan untuk Upaya penangkapan optimal atau Fopt berada pada 20.000 trip per tahun. Sehingga dapat dilihat pada gambar 8 bahwa pada tahun 2010-2014 belum  mengalami over fishing karena jumlah hasil tangkapannya lebih rendah dari nilai MSY.
Gambar 8. Diagram perbandingan hasil tangkapan dengan nilai MSY Model Fox
Sedangkan berdasarkan upaya penangkapan optimal (Fopt) maka dapat dilihat pada gambar 9 bahwa tahun 2010 sampai 2014 telah mengalami kelebihan upaya penangkapan atau overfishing.
Gambar 9. Diagram perbandingan upaya penangkapan dengan nilai Fopt metode Fox.


KESIMPULAN DAN SARAN
A.   Kesimpulan
1.    Berdasarkan hasil analisis pendugaaan MSY dan F Optimum  dengan menggunakan Model Schaefer dan Fox menunjukkan bahwa nilai MSY Schaefer sangat jauh berbeda dengan nilai MSY fox yakni sebesar 3.283,29 ton pada schaefer dan 38.819,87 pada metode fox. Sedangkan   F Optimum Schaefer sebesar  57.300 trip sedangkan F Optimum Fox sebesar 20.000 trip.
2.    Potensi pemanfaatan Ikan Layang (Decapterus ruselli) di Kabupaten Barru dengan menggunakan metode Schaefer dan fox belum mengalami over fishing
3.    Upaya penangkapan Ikan Layang (Decapterus ruselli) di Kabupaten Barru dengan menggunakan metode Schaefer sudah mengalami over fishing pada tahun 2012 dan 2013 sedangkan dengan menggunakan metode fox juga telah mengalami over fishing pada tahun 2010 smpai 2014.
4.    Saran
Khusus bagi pengelola sumberdaya perikanan di perairan Kabupaten Barru agar dapat menyediakan dan memberikan informasi kepada pihak yang berkecimpung dalam dunia perikanan khususnya dalam bidang penangkapan ikan, dalam hal ini nelayan penangkap terkait potensi lestari atau MSY agar dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan tentunya diharapkan terwujudnya suatu keseimbangan antara potensi lestari (MSY) sumberdaya perikanan dengan pemanfaatannya sehingga kelestarian sumberdaya perikanan dapat berkelanjutan.


LAMPIRAN
2010
Alat Tangkap
Catch (ton)
Effort (trip)
CPUE
FPI
Effort Standar (FPI)
Pukat Cincin
1241.1
12453
0.0997
0.59609
7423
Jaring Insang Hanyut
267.8
10291
0.0260
0.15564
1602
Bagan Perahu
1707.4
10212
0.1672
1.00000
10212
JUMLAH
3216.3
32956


19237

2011
Alat Tangkap
Catch (ton)
Effort (trip)
CPUE
FPI
Effort Standar (FPI)
Pukat Cincin
437.7
8921
0.0491
0.24537
2189
Jaring Insang Hanyut
132.9
31431
0.0042
0.02115
665
Bagan Perahu
1367.7
6840
0.2000
1.00000
6840
JUMLAH
1938.3
47192


9694

2012
Alat Tangkap
Catch (ton)
Effort (trip)
CPUE
FPI
Effort Standar (FPI)
Pukat Cincin
452.8
9845
0.0460
0.65348
6434
Jaring Insang Hanyut
82.6
11118
0.0074
0.10556
1174
Jaring Insang Tetap
81.6
35116
0.0023
0.03302
1159
Bagan Perahu
1176.7
16719
0.0704
1.00000
16719
Sero
1.2
1051
0.0011
0.01622
17
JUMLAH
1793.7
72798


25486


2013
Alat Tangkap
Catch (ton)
Effort (trip)
CPUE
FPI
Effort Standar (FPI)
Pukat Cincin
298.4
9890
0.0302
0.42809
4234
Pukat Pantai
33.9
1841
0.0184
0.26127
481
Jaring Insang Hanyut
82.7
33306
0.0025
0.03523
1173
Jaring Insang Tetap
12.3
30851
0.0004
0.00566
175
Bagan Perahu
1027.1
14573
0.0705
1.00000
14573
Pancing Lainnya
10.3
15896
0.0006
0.00919
146
JUMLAH
1454.4
90461


20636



2014
Alat Tangkap
Catch (ton)
Effort (trip)
CPUE
FPI
Effort Standar (FPI)
Pukat Cincin
143.8
4770
0.0301
0.13402
639
Pukat Pantai
17.1
693
0.0247
0.10970
76
Jaring Insang Hanyut
170.1
30337
0.0056
0.02493
756
Jaring Insang Tetap
15.1
12726
0.0012
0.00527
67
Bagan Perahu
1376.2
6118
0.2249
1.00000
6118
JUMLAH
1722.3
54644


7657






Tahun
Catch (ton)
Effort (trip)
CPUE
Ln CPUE
Tahun
2010
3216.3
32956
0.09759
-2.326941708
2010
2011
1938.3
47192
0.04107
-3.192413086
2011
2012
1793.7
72798
0.02464
-3.703407957
2012
2013
1454.4
90461
0.01608
-4.130325374
2013
2014
1722.3
54644
0.03152
-3.457178812
2014

Tahun
Catch (ton)
Effort (trip)
CPUE
Ln CPUE
2010
3216.3
32956
0.09759
-2.326941708
2011
1938.3
47192
0.04107
-3.192413086
2012
1793.7
72798
0.02464
-3.703407957
2013
1454.4
90461
0.01608
-4.130325374
2014
1722.3
54644
0.03152
-3.457178812



Tahun
produksi
Tahun
upaya
tahun
upaya
2010
3216.3
2010
32956
2010
32956
2011
1938.3
2011
47192
2011
47192
2012
1793.7
2012
72798
2012
72798
2013
1454.4
2013
90461
2013
90461
2014
1722.3
2014
54644
2014
54644
MSY FOX
2446.57
Fopt Schaefer
57300
Fopt FOX
35087.72

MODEL SCHAEFER
Tahun
Catch (ton)
Effort (trip)
CPUE
2010
3216.3
32956
0.09759
2011
1938.3
47192
0.04107
2012
1793.7
72798
0.02464
2013
1454.4
90461
0.01608
2014
1722.3
54644
0.03152

Model FOX
Tahun
Catch (ton)
Effort (trip)
CPUE
Ln CPUE
2010
3216.3
32956
0.09759
-2.326941708
2011
1938.3
47192
0.04107
-3.192413086
2012
1793.7
72798
0.02464
-3.703407957
2013
1454.4
90461
0.01608
-4.130325374
2014
1722.3
54644
0.03152
-3.457178812

Schaefer
 f
Fox

y=af+bf^2
Effort
F exp (a+bf)
0
0
0
0
5000
548
10000
1425.36
10000
1046
15000
1854.08
15000
1494
20000
2143.78
20000
1892
25000
2323.82
25000
2240
30000
2418.23
30000
2538
35000
2446.57
35000
2786
40000
2424.72
40000
2984
45000
2365.52
45000
3132
50000
2279.28
50000
3230
55000
2174.22
55000
3278
60000
2056.86
60000
3276
65000
1932.33
65000
3224
70000
1804.59
70000
3122
75000
1676.70
75000
2970
80000
1550.94
80000
2768
85000
1429.02
85000
2516
90000
1312.12
90000
2214
95000
1201.07
95000
1862
100000
1096.37
100000
1460
105000
998.30
105000
1008
110000
906.94
110000
506
115000
822.23
115000
-46
120000
744.03


125000
672.10


130000
606.15


135000
545.86


140000
490.90


145000
440.90


150000
395.53


155000
354.43


160000
317.27


165000
283.73


170000
253.51


175000
226.30


180000
201.86


185000
179.91


190000
160.23


195000
142.61


200000
126.84


205000
112.74


210000
100.15


215000
88.92


220000
78.90


225000
69.98


230000
62.03


235000
54.96


240000
48.68


245000
43.09


250000
38.13


255000
33.73


260000
29.82


265000
26.36


270000
23.29


275000
20.57


280000
18.16


285000
16.03


290000
14.15


295000
12.48


300000
11.01




 















DAFTAR PUSTAKA

Abdul, R., 1985. Ekologi Ikan. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya, Malang.
Dahlan,  Muh. Arifin. 2012. Keragaman Populasi dan Biologi Reprosuksi Ikan Layang   
           (Decapterus macrosoma Bleeker 1841) di Selat Makassar, Laut Flores dan Teluk
           Bone. Universitas Hasanuddin. Makasar.
Djamali, A., Mubarak, H. 1998. Sumberdaya Ikan Konsumsi Perairan Karang, dalam Potensi  dan Penyebaran  Sumberdaya ikan Laut  di Perairan Indonesia, Jakarta , Widodo, J., Aziz, K.A., Priyono, B.E., Tampubolon, G.H.

Effendie, M.I. 2000. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Bogor.
Fujaya, Y., 1999. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta, Yakarta.
Saanin. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan II. Bandung: Bina Cipta. 508 halaman.

Sparre P dan Venema SC, 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku 1:manual. Jakarta: FAO dan Deptan. Terjemahan dari: Introduction to Tropical Fish Stock Assesment. 438 hal.

Wordpress, 2014 https://mgmpppkbarru.wordpress.com/potensi-daerah/ diunduh pada  tanggal 20 April 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

window.setTimeout(function() { document.body.className = document.body.className.replace('loading', ''); }, 10);