Stratifikasi
Sosial
Sosiologi
Masyarakat Pesisir

KELOMPOK :
NAMA : IBNU MALKAN HASBI
NIM : L24110276
LABORATORIUM
SOSIAL EKONOMI PERIKANAN
PROGRAM
STUDI SOSIAL EKONOMI PERIKANAN
JURUSAN PERIKANAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS
ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
MAKASSAR
2011
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Sejak
kelahirannya, ilmu-ilmu sosial tidak memiliki batasan atau definisi pokok
bahasan yang bersifat eksak/pasti. Artinya berbeda dengan ilmu eksakta (bidang
ilmu tentang hal-hal yg bersifat konkret yg dapat diketahui dan diselidiki
berdasarkan percobaan serta dapat dibuktikan dng pasti), rumusan dalam ilmu
sosial bersifat tidak pasti karena titik beratya pada prilaku manusia yang
dinamis, selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Akan tetapi kajian tentang
prilaku manusia tetaplah ilmu sosial, sebab kajian tentang prilaku manusia di
dalam kehidupan sosial telah dikaji berdasarkan metodelogi ilmiah dan memenuhi
persyaratan sebagai kajian ilmu pengetahuan. Manusia, masyarakat dan lingkungan
merupakan focus kajian sosiologi yang dituangkan dalam kepingan tema utama
sosiologi dari masa kemasa. Mengungkap hubungan luar biasa anatara keseharian
yang dijalani oleh seseorang dan perubahan serta pengaruh yang ditimbulkannya
pada masyarakat tempat dia hidup, dan bahkan kepada dunia secara gelobal.
Banyak sekali sub kajian dan istilah dlam sosiologi yang membahas perihal
tentang, manusia, masyarakat dan lingkungan, salah satunya adalah stratifikasi
sosial. Dalam makalah ini penulis akan mencoba menjelaskan apakah itu
stratifikasi sosial beserta pembahasannya.
B. Tujuan
dan Kegunaan
Tujuan dilalukan praktek lapang teori Sosiologi
Perikanan
yaitu untuk melihat bagaimana kebijakan harga di Kabupaten Takalar Kecamatan Galesong Kota Madya Makassar, Sulawesi Selatan.
Kegunaan dari praktek lapang teori Sosiologi
Perikanan adalah sebagai bahan perbandingn antara teori yang diperoleh di
bangku kuliah dengan keadaan sesungguhnya yang ada di lapangan
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir
Nilai dan arti penting pesisir dan laut bagi
bangsa Indonesia dapat dilihat dari dua aspek, yaitu : Pertama, secara sosial
ekonomi wilayah pesisir dan laut memiliki arti penting karena (a) sekitar 140
juta (60 %) penduduk Indonesia hidup di wilayah pesisir (dengan pertumbuhan
rata-rata 2 % per tahun); (b) sebagian besar kota, baik propinsi dan kabupaten)
terletak di kawasan pesisir; (c) kontribusi sektor kelautan terhadap PDB
nasional sekitar 20,06 % pada tahun 1998 dan (d) industri kelautan (coastal
industries) menyerap lebih dari 16 juta tenaga kerja secara langsung. Ditinjau dari aspek biofisik wilayah, ruang pesisir dan
laut serta sumberdaya yang terkandung di dalamnya bersifat khas sehingga adanya
intervensi manusia pada wilayah tersebut dapat mengakibatkan perubahan yang
signifikan, seperti bentang alam yang sulit diubah, proses pertemuan air tawar
dan air laut yang menghasilkan beberapa ekosistem khas dan lain-lain.
Ditinjau dari aspek kepemilikan, wilayah pesisir dan laut serta sumberdaya yang terkandung di dalamnya sering tidak mempunyai kepemilikan yang jelas (open access), kecuali pada beberapa wilayah di Indonesia, seperti Ambon dengan kelembagaan sasi, NTB dengan kelembagaan tradisional Awig-awig dan Sangihe Talaud dengan kelembagaan Maneeh.
Dengan karaktersitik yang khas dan open access tersebut, maka setiap pembangunan wilayah dan pemanfaatan sumberdaya timbul konflik kepentingan pemanfaatan ruang dan sumberdaya serta sangat mudah terjadinya degradasi lingkungan dan problem eksternalitas.
Kedua, secara biofisik, wilayah pesisir dan laut Indonesia memiliki arti penting karena (a) Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada, yaitu sekitar 81.000 km (13,9 % dari panjang pantai dunia) dan ; (b) sekitar 75 % dari wilayahnya merupakan wilayah perairan (sekitar 5,8 juta km2 termasuk ZEEI; (c) Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan (d) Dalam wilayah tersebut terkandung potensi kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alamnya yang terdiri atas potensi sumberdaya alam pulih (renewable resources) seperti perikanan, ekosistem mangrove, ekosistem terumbu karang) maupun potensi sumberdaya alam tidak pulih (non renewable resources) seperti migas, mineral atau bahan tambang lainnya serta jasa-jasa lingkungan (environmental services), seperti pariwisata bahari, industri maritim dan jasa transportasi.
sebagian besar
penduduk di wilayah pesisir bermatapencaharian di sektor pemanfaatan sumberdaya
kelautan (marine resources base), seperti nelayan, petani ikan (budidaya tambak
dan laut), Kemiskinan masyarakat nelayan (problem struktural), penambangan
pasir, kayu mangrove dan lain-lain. Sebagai contoh : Kecamatan Kepulauan
Seribu, Jakarta Utara dengan penduduk 17.991 jiwa, sekitar 71,64 % merupakan
nelayan (Tahun 2001).
Sebagian besar penduduk wilayah pesisir memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Sebagai contoh : penduduk Kecamatan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara (Tahun 2001) sekitar 70,10 % merupakan tamatan Sekolah Dasar (SD) dan sejalan dengan tingkat tersebut, fasilitas pendidikan yang ada masih sangat terbatas.
kondisi
lingkungan pemukiman masyarakat pesisir, khususnya nelayan masih belum tertata
dengan baik dan terkesan kumuh. Dengan kondisi sosial ekonomi
masyarakat yang relatif berada dalam tingkat kesejahteraa rendah, maka dalam
jangka panjang tekanan terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar guna
pemenuhan kebutuhan pokoknya
Model
perencanaan : perencanaan masih bias ke up land, meski ada pengakuan hukum
tentang ruang laut (UU No. 24/1992 tentang penataan ruang). Ruang kawasan
pesisir termasuk ruang kawasan tertentu yang perencanaan dan penataannya
terkait dengan produk tata ruang nasional, propinsi dan kabupaten. Model
perencanaan up land menganggap wilayah pesisir given (padahal banyak interaksi
ekonomi dan ekologis) contoh : teori land rent dan teori lokasi. Sebagai
contoh, banyak kota besar di Indonesia yang terletak di pantai mempunyai
perencanaan tata ruang yang bias ke darat. Model perencanaan yang diperlukan adalah
integrasi antara up land dengan wilayah pesisir dan laut untuk membentuk an
area development planning guna mencapai sustainability development (growth,
equity and environmental sustainability), regional stability and nation unity
.
Proses perencanaan : Proses perencanaan selama ini bersifat sentralistik (top down panning). Proses perencanaan yang diperlukan adalah pendekatan perencanaan koordinatif-desentralistik untuk menampung berbagai aspirasi stake holder dengan menerapan strategic development panning dan public choice.
Output perencanaan : Hasil perencanaan masih belum diimplementasikan secara optimal mengingat masih banyaknya tumpang tindih bentuk perencanaan dari berbagai instansi serta belum diakui oleh seluruh stake holder. Dengan perkataan lain belum menjadi pegangan bagi setiap pihak yang berkepentinngan.
Dari hal tersebut diatas, maka setiap langkah pembangunan, termasuk sektor swasta akan menemui kendala dan pada gilirannya sumberdaya alam dan lingkungan akan mengalami tekanan yang besar.
Proses perencanaan : Proses perencanaan selama ini bersifat sentralistik (top down panning). Proses perencanaan yang diperlukan adalah pendekatan perencanaan koordinatif-desentralistik untuk menampung berbagai aspirasi stake holder dengan menerapan strategic development panning dan public choice.
Output perencanaan : Hasil perencanaan masih belum diimplementasikan secara optimal mengingat masih banyaknya tumpang tindih bentuk perencanaan dari berbagai instansi serta belum diakui oleh seluruh stake holder. Dengan perkataan lain belum menjadi pegangan bagi setiap pihak yang berkepentinngan.
Dari hal tersebut diatas, maka setiap langkah pembangunan, termasuk sektor swasta akan menemui kendala dan pada gilirannya sumberdaya alam dan lingkungan akan mengalami tekanan yang besar.
B.
Definisi Stratifikasi Sosial
Pemahaman antara stratifikasi sosial dan kelas sosial sering kali di samakan, padahal di sisi lain
pengertian antara stratifikasi sosial dan kelas sosial terdapat perbedaan.
Penyamaan dua konsep pengertian stratifikasi sosial dan kelas sosial akan
melahirkan pemahaman yang rancu. Stratifikasi sosial lebih merujuk pada
pengelompokan orang kedalam tingkatan atau strata dalam heirarki secara
vertical. Membicarakan stratifikasi sosial berarti mengkaji posisi atau
kedudukan antar orang/sekelompok orang dalam keadaan yang tidak sederajat.
Adapun pengertian kelas sosial sebenarnya berada dalam ruanglingkup kajian yang
lebih sempit, artinya kelas sosial lebih merujuk pada satu lapisan atau strata
tertentu dalam sebuah stratifikasi sosial. Kelas sosial cenderung diartikan
sebagai kelompok yang anggota-anggota memiliki orientasi polititik, nilai
budaya, sikap dan prilaku sosial yang secara umum sama.
Paul B. Horton dan Chester L. Hunt mengatakan bahwa terbentuknya stratifikasi dan kelas sosial di dalammnya sesungguhnya tidak hanya berkaitan dengan uang. Stratifikasi sosial adalah strata atau pelapisan orang-orang yang berkedudukan sama dalam rangkaian kesatuan status sosial. Namun lebih penting dari itu, mereka memiliki sikap, nilai-nilai dan gaya hidup yang sama. Semakin rendah kedudukan seseorang di dalam pelapisan sosial, biasanya semakin sedikit pula perkumpulan dan kedudukan sosialnya.2 Sebab asasi mengapa ada pelapisan sosial dalam masyarakat bukan saja karena ada perbedaan, tetapi karena kemampuan manusia menilai perbedaan itu dengan menerapkan berbagai criteria. Artinya menggap ada sesuatu yang dihargai, maka sesuatu itu (dihargai) menjadi bibit yang menumpuhkan adanya system berlapis-lapis dalam masyarakat.
Paul B. Horton dan Chester L. Hunt mengatakan bahwa terbentuknya stratifikasi dan kelas sosial di dalammnya sesungguhnya tidak hanya berkaitan dengan uang. Stratifikasi sosial adalah strata atau pelapisan orang-orang yang berkedudukan sama dalam rangkaian kesatuan status sosial. Namun lebih penting dari itu, mereka memiliki sikap, nilai-nilai dan gaya hidup yang sama. Semakin rendah kedudukan seseorang di dalam pelapisan sosial, biasanya semakin sedikit pula perkumpulan dan kedudukan sosialnya.2 Sebab asasi mengapa ada pelapisan sosial dalam masyarakat bukan saja karena ada perbedaan, tetapi karena kemampuan manusia menilai perbedaan itu dengan menerapkan berbagai criteria. Artinya menggap ada sesuatu yang dihargai, maka sesuatu itu (dihargai) menjadi bibit yang menumpuhkan adanya system berlapis-lapis dalam masyarakat.
Sesuatu yang dihargai dapat berupa uang atau benda-benda bernilai ekonomis, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam agama atau keturunan keluarga yang terhormat. Tingkat kemampuan memiliki sesuatu yang dihargai tersebut akan melahirkan lapisan sosial yang mempunyai kedudukan atas dan rendah.
Proses terjadinya system lapisan-lapisan dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya, atau sengaja disusun untuk mengejar tujuan bersama. Proses pelapisan sosial dalam masyarakat dengan sendirinya berangkat dari kondisi perbedaan kemampuan antar individu-individu atau anatar kelompok sosial, contohnya sekelompok orang yang memiliki kemampuan lebih dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, tentunya akan menempati strata sosial yang lebih tinggi dari pada kelompok yang memiliki sedikit kemampuan. Adapun proses pelapisan sosial yang disengaja disusun biasanya mengacu kepada pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi formal. Agar dalam masyarakat manusia hidup dengan teratur, maka kekuasaan dan wewenang yang ada harus dibagi-bagi dalam suatu organisasi. Sifat dari system berlapis-lapis dalam masyarakat ada yang tertutup dan ada yang terbuka. Yang bersifat tertutup tidak mungkin pindahnya seorang dan lapisan ke lapisan lain, baik gerak pindahnya keatas maupun kebawah. Keanggotaan lapisan tertutup diperoleh dari kelahiran, system ini dapat dilihat pada masyarakat yang berkasta, dalam masyarakat yang feodal atau pada masyarakat yang system pelapisannya ditentukan oleh perbedaan rasial. Pada masyarakat yang lapisannya bersifat terbuka, setiap anggota mempunyai kesempatan berusaha dengan kecakapannya sendiri untuk naik lapisan sosial atau jika tidak beruntung dapat terjatuh kelapisan bawahnya.
III.
Metodologi Praktek

A. Waktu
dan Tempat
Praktek lapang Sosiologi Perikanan dilaksanakan pada hari
sabtu– minggu, tanggal 22
– 23 Oktober
2011
yang bertempat di`Kabupaten Takalar , Kecamatan Galesong , Kota Madya Makassar, Sulawesi Selatan.
B. Metode pengambilan
Metode
pengambilan data yaitu :
a.
Obsevasi adalah teknik penelitian dengan melihat langsung dan
kondisi daerah sekitar.
b.
Wawancara adalah teknik penelitian dengan wawancara langsung
dengan masyarakat setempat.
c.
Studi pustaka adalah membandingkan data hasil yang di dapat dari
lapangan dengan data dari pustaka.
C. Sumber Data
Sumber
data yang dikumpulkan dalam praktek lapang
Sosiologi Perikanan , antara lain :
a. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara
langsung kepada beberapa responden dengan menggunakan kuisioner serta observasi
di lapangan.
b. Data sekunder diperoleh melalui studi berbagai pustaka dan
melalui laporan-laporan instansi pemerintah dan swasta terkait.

A. Kondisi
Umum Lokasi Praktek

A. Kesimpulan
Setelah
mengikuti praktek lapang dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat Kecamatan
Galesong bermata pencaharian sebagai nelayan hal ini dikarenakan potensi
sumberdaya yang ada di laut cukup tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan secara
optimal.
B. Saran
Saran yang dapat penulis
sampaikan melalui laporan ini adalah:
1. Asisten
Asisten lebih mengarahkan kami dalam
pengerjaan laporan maupun dalam hal praktek.
2.
Pemerintah
Pemerintah harus lebih memberikan
perhatian kepada masyarakat menengah ke bawah khususnya pada masyarakat yang
berada di Pulau Kodingareng. Agar masyarakat disana dapat memperoleh kehidupan
yang lebih layak dibanding sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
Setiadi, Elly M dan Kolip Usman. Pengantar
Sosiologi. Jakarta; Kencana. 2011
http://ictsleman.ath.cx/pustaka/sosiologi/1_differesiansi%20dan%20stratifikasi%20sosial/sos203_16.htm (dibuka tanggal 01/05/2011 jam 20:24)
Suharto. Stratifikasi Sosial. Yogyakarta; Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga. 1986
Salim, Agus. Stratifikasi Etnik. Semarang; FIP UNNES dan Tiara Wacana. 2006
http://ictsleman.ath.cx/pustaka/sosiologi/1_differesiansi%20dan%20stratifikasi%20sosial/sos203_16.htm (dibuka tanggal 01/05/2011 jam 20:24)
Suharto. Stratifikasi Sosial. Yogyakarta; Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga. 1986
Salim, Agus. Stratifikasi Etnik. Semarang; FIP UNNES dan Tiara Wacana. 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar