TUGAS MATAKULIAH
Peraturan Perundangan Perikanan
Prof. Dr, Ir. Sudirman,
MP
SISTEM PEMANTAUAN
KAPAL PERIKANAN
NOMOR
10/PERMEN-KP/2013

OLEH :
IBNU MALKAN HASBI
P3300214005
PROGRAM STUDI ILMU
PERIKANAN
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN
PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
I.
PENDAHULUAN
Dalam Code of Conduct for
Responsible Fisheries dinyatakan bahwa dalam pengelolaan perikanan, negara
harus menetapkan mekanisme yang efektif untuk Monitoring, Control and
Surveillance (MCS) untuk menjamin kepatuhan terhadap upaya konservasi dan
pengelolaan perikanan. Negara harus membangun sistem MCS dan menegakkan
tindakan yang terkait dengan operasi penangkapan ikan. Pada saat yang sama,
pengembangan teknologi baru telah memfasilitasi aktivitas pemantauan jarak jauh
terhadap kapal-kapal perikanan, dan pengumpulan data perikanan. Salah satu
bentuk penggunaan teknologi berupa Vessel Monitoring Systems atau SPKP,
yaitu sistem pemantauan yang dapat memberikan informasi tentang aktivitas kapal
perikanan, diharapkan dapat meningkatkan efektivitas MCS.
Pemanfaatan
sumberdaya ikan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, tidak
dilaporkan dan tidak diatur atau dikenal sebagai Illegal, Unreported and
Unregulated (IUU) Fishing, telah diidentifikasi sebagai
hambatan utama tercapainya perikanan yang bertanggung jawab dan merupakan salah
satu isu terpenting yang mempengaruhi upaya perlindungan lingkungan laut.
Dampak yang paling nyata dari IUU fishing bagi
negara berkembang adalah hilangnya secara langsung nilai tangkapan yang
seharusnya diperoleh negara apabila IUU fishing tidak terjadi. Disamping
hilangnya Gross Net Product (GNP),
juga kehilangan pendapatan negara dari biaya-biaya yang seharusnya dibayarkan
oleh pelaku perikanan yang memiliki ijin (misalnya biaya perijinan). Kegiatan
perikanan yang illegal berupa
penangkapan ikan tanpa izin di wilayah perairan suatu negara, pelanggaran dari
kapal perikanan yang memiliki izin, misalnya beroperasi di daerah tertutup
untuk penangkapan, atau menggunakan alat tangkap yang tidak diizinkan,
menangkap ikan di daerah penangkapan yang tidak sesuai ijin dan mendarat ikan
tidak sesuai dengan pelabuhan pangkalan/pelabuhan muat singgah serta pelaporan
data tangkapan dan data lainnya secara tidak benar atau tidak dilaporkan.
Kapal nelayan harus menggunakan
sistem monitoring posisi kapal Vessel Monitoring System (VMS)
untuk melakukan pengawasan terhadap kapal-kapal penangkapan ikan. Namun, pada
kenyataannya sistem yang ada hanya dapat digunakan pada kapal di atas 100 GT.
Sedangkan sebagian besar nelayan di Indonesia merupakan nelayan tradisional
yang memiliki armada di bawah 30 GT. Selain itu, biaya operasional VMS cukup
mahal sehingga sulit dijangkau oleh nelayan tradisional (Nainy, 2010).
Secara umum tujuan pengawasan dalam
pengelolaan sumberdaya perikanan di Indonesia adalah agar kegiatan penangkapan
dan/atau pengangkutan ikan serta pembudidayaan ikan dapat berlangsung secara
terus menerus dan berkelanjutan, pemanfaatan sumberdaya ikan dan lahan
pembudidayaan ikan dilakukan secara bertanggungjawab, dan tetap terjaga
kelestarian sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan dan lingkungannya,
sehingga tercipta suatu tertib usaha di bidang perikanan. Adapun fungsi dari
pemasangan transmitter SPKP pada kapal perikanan, sebagai salah satu
upaya pengawasan dan pengendalian sumber daya perikanan yang berfungsi untuk
memantau pergerakan kapal perikanan yang telah memperoleh izin sehingga dapat
diketahui apakah kapal tersebut beroperasi pada daerah penangkapan yang telah
diberikan atau tidak.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dan dalam rangka
keseragaman pola pikir dan pola tindak bagi petugas klarifikasi dalam menindak-lanjuti Hasil Analisa Pergerakan Kapal
Perikanan Melalui SPKP sebagai bentuk ketaatan pelaku usaha dalam pelaksanaan
operasional kegiatan perikanan, diperlukan Petunjuk Teknis (Juknis) sebagai acuannya agar operasional
pengawasan kapal perikanan melalui SPKP
dapat dilaksanakan secara optimal.
B. Rumusan Masalah
1.
Sistem pemantauan kapal dengan Vessel Monitoring System (VMS)?
2 .Cara Kerja
Vessel Monitoring System?
3.
Kelbihan dan kelemahan menggunakan Vassel Monitoring Sistem?
.
II. PEMBAHASAAN
A.
Sistem Pemantauan Kapal
Sistem Pemantauan Kapal Perikanan,
(SPKP) adalah salah satu sistem pengawasan kapal perikanan dengan menggunakan
peralatan yang telah ditentukan untuk mengetahui pergerakan dan aktifitas kapal perikanan.
Ada tiga komponen dari MCS yang
melibatkan teknologi informasi secara khusus yaitu Vessel Monitoring System
(VMS) atau yang lebih dikenal dengan sistem pemantauan kapal perikanan berbasis
satelit.
Sebuah sistem VMS menggunakan
pemancar elektronik, ditempatkan di kapal nelayan, yang mengirimkan informasi
tentang posisi kapal untuk aparat penegak hukum melalui satelit. Hal ini memungkinkan seseorang di darat,
pemantauan transmisi tersebut, untuk menentukan apakah kapal berada dalam
wilayah yang tertutup. Sistem VMS ini
terdiri dari jaringan sentral pusat kendali pesan elektronik (service centre),
modem radio untuk transmisi data di kanal HF dan terminal pesan elektronik yang
tersebar di kapal-kapal nelayan dibawah 30 GT.
Jika sistem ini dipasang pada kapal nelayan tradisional, maka para
nelayan dapat mengirim pesan kepada pusat kontrol untuk kebutuhan segala
informasi. Pesan yang dikirim dapat
berupa informasi posisi, berbagai pesan dan data seperti kadar garam laut,
kondisi bahan bakar, suhu air laut, sinyal SOS ataupun pesan tekstual
elektronik. Terdapat beberapa faktor yang terkait dengan pelaksanaan VMS,
termasuk berbagai jenis peralatan dan biaya yang terkait, kapal 'kemampuan
untuk melakukan VMS, operasi VMS persyaratan, cakupan kapal, dan kolaborasi dengan
teknik penegakan tradisional.
B. Input
Bahwa sebagai tindak lanjut Pasal 7 ayat (1)
huruf k Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana telah
diubah dengan Undang- Undang Nomor 45 Tahun 2009, telah ditetapkan Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaraan
Sistem Pemantauan Kapal Perikanan;
Bahwa
sesuai dengan perkembangan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2007
tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan sudah tidak sesuai dengan
kebutuhan sehingga perlu untuk ditinjau kembali;
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang
Sistem
Pemantauan Kapal Perikanan; Bahwa sebagai tindak lanjut Pasal 7
ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, telah
ditetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2007
tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan;
Pemantauan
sebagai suatu “pengendalian” merupakan pencegahan awal ,dapat dengan proses
perijinan, verifikasi/pemeriksaan, pengaturan larangan-larangan dan
sosialisasi. Pengawasan sebagai suatu “tindakan” merupakan penanganan,
pemberian sanksi atas pelanggaran dengan maksud menimbulkan efek jera
/menciptakan kehendak menaati aturan.
C. Proses
Kapal >30 GT wajib memiliki
Transmiter SPKP fengan melakukan Permohonan SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) &SIKPI Wajib
memasang transmiter SPKP Online. Ketika berlayar wajib membawa SKAT
mengaktifkan transmiter SPKP yang telah dipasang dibadan Kapal Selama Proses
Penangkapan. Kapal akan
dipantau dari jauh oleh PPKP (Pusat Pemantauan Kapal Perikanan) apabila
melanggar akan ditindaklanjuti. Dan pemantau wajib menjaga rahasia data
perusahaan diatas kapal kemudian di evaluasi
D. Output
` PERUBAHAN,
PERPANJANGAN, DAN PENGGANTIAN SKAT Pasal 16
(1) Perubahan SKAT dilakukan apabila: a.
terjadi penggantian transmiter SPKP online dan/atau perubahan nomor
identitas transmiter SPKP online; dan/atau
b. terjadi perubahan SIPI atau SIKPI. (2)
Pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan perikanan yang akan melakukan
perubahan SKAT harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan
melampirkan: a. untuk perubahan SKAT karena terjadi penggantian transmiter SPKP
online dan/atau perubahan nomor identitas transmiter SPKP online,
berupa SKAT yang akan dilakukan perubahan dan surat keterangan dari penyedia
transmiter SPKP online tentang penggantian transmitter SPKP online atau
tentang perubahan nomor identitas transmiter SPKP online; atau b. untuk
perubahan SKAT karena terjadi perubahan SIPI atau SIKPI, berupa SKAT yang akan
dilakukan perubahan dan fotokopi SIPI atau SIKPI yang dilakukan perubahan. (3)
Direktur Jenderal berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
melakukan penilaian terhadap kelengkapan persyaratan dan melakukan pemantauan
terhadap keaktifan transmiter SPKP online paling lama 1 (satu) hari
kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap, yang hasilnya dapat berupa
persetujuan atau penolakan. (4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disetujui, paling lama 1 (satu) hari kerja Direktur Jenderal
menerbitkan SKAT perubahan. (5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditolak, paling lama 1 (satu) hari kerja Direktur Jenderal menerbitkan
surat penolakan disertai alasan dan berkas permohonan menjadi milik Direktorat
Jenderal. Pasal 17 (1) Perpanjangan SKAT dapat diajukan 3 (tiga) bulan sebelum
masa berlaku SKAT habis. (2) Pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan
perikanan yang akan melakukan perpanjangan SKAT melaporkan kepada Pengawas
untuk dilakukan pemeriksaan transmiter SPKP online yang hasilnya
dituangkan dalam Lembar Pemeriksaan Transmiter SPKP online dan
disaksikan oleh nakhoda. (3) Bentuk dan format lembar pemeriksaan transmiter
SPKP online sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum
dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini. Pasal 18 (1) Pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan perikanan yang akan
melakukan perpanjangan SKAT harus mengajukan permohonan kepada Direktur
Jenderal dengan melampirkan: a. fotokopi SKAT; b. fotokopi bukti pembayaran airtime
fee untuk SPKP online selama 1 (satu) tahun; c. lembar pemeriksaan
transmiter SPKP online; dan d. fotokopi SIPI atau SIKPI. (2) Direktur
Jenderal berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), melakukan
penilaian terhadap kelengkapan persyaratan dan melakukan pemantauan terhadap
keaktifan transmiter SPKP online paling lama 1 (satu) hari kerja sejak
diterimanya permohonan secara lengkap, yang hasilnya dapat berupa persetujuan
atau penolakan. (3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dinyatakan lengkap dan disetujui, paling lama 1 (satu) hari kerja Direktur
Jenderal menerbitkan SKAT. (4) Dalam hal
permohonan perpanjangan SKAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, paling
lama 1 (satu) hari kerja Direktur Jenderal menerbitkan surat penolakan disertai
alasan dan berkas permohonan menjadi milik Direktorat Jenderal. (5) SKAT
perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku selama 1 (satu) tahun
terhitung sejak berakhirnya masa berlaku SKAT sebelumnya. (6) Apabila dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan sejak berakhirnya masa berlaku SKAT tidak dilakukan
perpanjangan, maka ketentuan perpanjangan SKAT diberlakukan sama dengan
ketentuan penerbitan SKAT baru Pasal 19 (1) Penggantian SKAT dilakukan apabila
SKAT asli rusak atau hilang. (2) Pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan
perikanan yang akan melakukan penggantian SKAT harus mengajukan permohonan
kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan: a. SKAT asli, untuk SKAT yang
rusak; atau b. surat keterangan hilang dari kepolisian, untuk SKAT yang
hilang.(3) Direktur Jenderal menerbitkan SKAT pengganti paling lama 2 (dua)
hari kerja setelah permohonan penggantian SKAT diterima secara lengkap dan
transmiter SPKP online telah terpantau di PPKP.
E.
Dampak
Adapun dampak yang ditimbulkan :
1.
Meningkatkan efektivitas pengelolaan perikanan melalui pemantauan terhadap kapal perikanan;
2. meningkatkan ketaatan kapal perikanan yang melakukan
kegiatanpenangkapan ikan dan/atau pengangkutan ikan terhadap
ketentuan
3. memperoleh
data dan informasi tentang kegiatan kapal perikanan dalam rangka pengelolaan
perikanan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan
4. meningkatkan pelaksanaan penegakan hukum di bidang
perikanan.
III. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Adapun Kesimpulan dari makalah ini :
1.
Meningkatkan efektivitas pengelolaan perikanan melalui pemantauan terhadap kapal perikanan;
2. meningkatkan ketaatan kapal perikanan yang melakukan
kegiatanpenangkapan ikan dan/atau pengangkutan ikan terhadap
ketentuan
3. memperoleh
data dan informasi tentang kegiatan kapal perikanan dalam rangka pengelolaan
perikanan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan
B.
Saran
Adapun saran yang diberikan sebagai
berikut:
1.
Direktur
Jenderal melakukan evaluasi terhadap hasil pemantauan kapal perikanan dan
pemeriksaan terhadap pengguna transmiter SPKP online yang
melakukan pelanggaran.
2. Perlu pengawasan lebih lanjut untuk
mengurangi kegiatan pencurian ikan secara illegal
DAFTAR PUSTAKA
BRKP. 2006. STUDI IMPLEMENTASI DAN PENGEMBANGAN VMS
PERIKANAN INDONESIA. Diunduh darihttp://www.risnandarweb.com. Diakses
pada tanggal 30 oktober 2013.
Daily, Investor. 2013. Kementerian KP Uji
Coba Pesawat Pengintai. Diunduh dari www.p2sdkpkendari.com.
Diakses pada tanggal tanggal 30 oktober 2013.
Fajar. 2013. Sistem Pemantauan
Kapal-VMS. Diunduh darihttp://blog.sivitas.lipi.go.id/blog.cgi?isiblog&1191316948&&&1036008115&1&1240996556&prak001&1240997595.
Diakses pada tanggal tanggal 30 oktober 2013.
Nainy. 2010. Implementasi Software Defined Radio Pada Modem
Nirkabel Ad Hoc Untuk Komunikasi Data Vessel Message System ( VMS ). Dunduh
darihttp://blog.its.ac.id/nainy09mhseeitsacid/2010/04/24/implementasi-software-defined-radio-pada-modem-nirkabel-ad-hoc-untuk-komunikasi-data-vessel-messaging-system-vmes/.
Diakses pada tanggal tanggal 30 oktober 2013.
Trisakti, Bambang. 2004. Model
Kontur Kedalaman Dengan Penggabungan Citra Landsat-7 ETM dan Informasi
Bathymetri. ITS. Surabaya
Landsat-7 ETM dan Informasi
Bathymetri. ITS. Surabaya

PERATURAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 10/PERMEN-KP/2013
TENTANG
SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KELAUTAN DAN
PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
:
a.
Bahwa sebagai
tindak lanjut Pasal 7 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004
tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun
2009, telah ditetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan;
b.
Bahwa sesuai
dengan perkembangan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan sudah
tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga perlu untuk ditinjau kembali;
c.
Bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Sistem Pemantauan
Kapal Perikanan;
Mengingat
:
1.
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3260);
2.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang
Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa 3tentang Hukum Laut Tahun 1982
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 1985, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3319);
3.
Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3647);
4.
Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433),
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5073);
5.
Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2009 tentang Pengesahan Agreement for the Implementation of the Provisions of the United Nations Conventiom on the
Law of the Sea of 10 December 1982 Relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks (Persetujuan Pelaksanaan
Ketentuan-Ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut
Tanggal 10 Desember 1982 yang Berkaitan dengan Konservasi dan Pengelolaan
Sediaan Ikan yang Beruaya Terbatas dan Sediaan Ikan yang Beruaya Jauh)
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 95, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5024);
6.
Peraturan
Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara, sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91
Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 141);
7.
Peraturan
Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi, Kementerian
Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara,
sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun
2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 142);
8.
Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2007 tentang Perizinan Usaha
Pembudidayaan Ikan;
9.
Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan;
10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.12/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 668);
11. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 81);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG SISTEM PEMANTAUAN KAPAL
PERIKANAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1.
Sistem
Pemantauan Kapal Perikanan, yang selanjutnya disingkat SPKP, adalah salah satu
sistem pengawasan kapal perikanan dengan menggunakan peralatan yang telah
ditentukan untuk mengetahui pergerakan dan aktifitas kapal perikanan.
2.
Kapal Perikanan adalah kapal, perahu, atau
alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung
operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan
ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan.
3.
Pusat
Pemantauan Kapal Perikanan, yang selanjutnya disingkat PPKP, adalah tempat
beserta segala sarana dan fasilitas yang ada untuk melakukan pemantauan kapal
perikanan yang telah memasang transmiter SPKP online.
4.
Transmiter
SPKP online adalah alat yang dipasang dan diaktifkan
pada kapal perikanan tertentu yang berfungsi untuk mengirimkan data posisi
kapal dan data lainnya dari kapal perikanan secara langsung kepada PPKP dengan
bantuan jaringan satelit dalam rangka penyelenggaraan SPKP.
5.
Penyedia SPKP
adalah badan hukum penyedia transmiter SPKP online dan
jasa komunikasi satelit yang dapat memberikan layanan komunikasi data pemantauan kapal perikanan.
6.
Airtime
fee adalah biaya penggunaan fasilitas satelit
yang harus dibayar oleh pengguna transmiter SPKP online kepada Penyedia SPKP.
7.
Surat
Keterangan Pemasangan Transmiter, yang selanjutnya disingkat SKPT, adalah bukti
bahwa transmiter SPKP online
telah terpasang diatas kapal perikanan
yang ditandatangani oleh Pengawas Perikanan.
8.
Surat
Keterangan Aktivasi Transmiter, yang selanjutnya disingkat SKAT, adalah dokumen
tertulis yang menyatakan bahwa transmiter SPKP online pada kapal perikanan tertentu telah
dipasang, diaktifkan dan dapat dipantau pada PPKP.
9.
Pengawas
Perikanan adalah pegawai negeri sipil yang bekerja di bidang perikanan yang
diangkat oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
10. Pengguna Transmiter SPKP online adalah orang perseorangan, perusahaan
perikanan, Pemerintah, pemerintah daerah, atau perguruan tinggi yang memiliki
atau mengoperasikan kapal perikanan yang menggunakan transmiter SPKP online.
11. Perusahaan perikanan adalah perusahaan
yang melakukan usaha di bidang perikanan baik merupakan badan hukum maupun
bukan badan hukum.
12. Penanggung jawab perusahaan adalah orang
yang bertanggung jawab terhadap perusahaan yang melakukan usaha di bidang
perikanan.
13. Pemilik kapal adalah orang perseorangan
warga Negara Republik Indonesia yang melakukan usaha perikanan.
14. Surat Izin Penangkapan Ikan, yang
selanjutnya disingkat SIPI, adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap
kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari SIUP.
15. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan, yang
selanjutnya disingkat SIKPI, adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap
kapal perikanan untuk melakukan pengangkutan ikan yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari SIUP.
16. Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia, yang selanjutnya disingkat WPP-NRI, adalah wilayah
pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan yang
meliputi perairan Indonesia, zona ekonomi eksklusif Indonesia, sungai, danau,
waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang potensial untuk diusahakan di
wilayah Republik Indonesia.
17. Menteri adalah Menteri Kelautan dan
Perikanan.
18. Direktur Jenderal adalah Direktur
Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan.
19. Direktorat Jenderal adalah Direktorat
Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan.
Pasal 2
Tujuan
Penyelenggaraan SPKP adalah:
a.
meningkatkan
efektivitas pengelolaan perikanan melalui pemantauan terhadap kapal perikanan;
b.
meningkatkan ketaatan
kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dan/atau pengangkutan
ikan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.
memperoleh
data dan informasi tentang kegiatan kapal perikanan dalam rangka pengelolaan
perikanan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan; dan
d.
meningkatkan
pelaksanaan penegakan hukum di bidang perikanan
Pasal 3
Ruang
lingkup pengaturan Peraturan Menteri ini meliputi:
a.
kelembagaan
SPKP;
b.
prasarana dan
sarana SPKP; dan
c.
penyedia
transmiter SPKP online.
BAB II
KELEMBAGAAN
Pasal 4
1)
Kementerian
Kelautan dan Perikanan menyelenggarakan SPKP sebagai bagian dari pelaksanaan
tugas dan fungsi dalam pengelolaan perikanan.
2)
Menteri
melimpahkan kewenangan pengelolaan SPKP kepada Direktur Jenderal.
3)
Direktur
Jenderal dalam pengelolaan SPKP berkoordinasi dengan Direktur Jenderal
Perikanan Tangkap, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, dan Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan.
Pasal
5
Pengelola
SPKP mempunyai tugas:
a.
menyediakan
dan mengoperasikan SPKP;
b.
menyusun
prosedur operasional standar SPKP;
c.
melakukan
pemantauan terhadap kapal perikanan;
d.
melakukan
pemeriksaan terhadap pengguna transmiter SPKP yang terindikasi melakukan
pelanggaran; dan
e.
memberikan
rekomendasi kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap dan Direktur Jenderal
Perikanan Budidaya untuk pemberian sanksi administrasi terhadap kapal perikanan
yang melakukan pelanggaran berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada huruf d.
Pasal 6
(1)
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap dalam penyelenggaraan SPKP mempunyai tugas:
a.
menyampaikan
data SIPI dan SIKPI kepada Direktur Jenderal untuk digunakan sebagai basis data
SPKP;
b.
menyampaikan
data perorangan atau perusahaan perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan
ikan dalam satu kesatuan armada;
c.
menyampaikan
data perorangan atau perusahaan perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan
ikan dan pengangkutan ikan dalam satu perusahaan; dan
d.
menyampaikan
data pembekuan atau pencabutan SIPI dan SIKPI kepada Direktur Jenderal paling
lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal pembekuan atau pencabutan
izin.
(2)
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya dalam penyelenggaraan SPKP
mempunyai
tugas:
a.
menyampaikan
data SIKPI kepada Direktur Jenderal untuk digunakan sebagai basis data SPKP;
dan
b.
menyampaikan
data pembekuan atau pencabutan SIKPI kepada Direktur Jenderal paling lama 7
(tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal pembekuan atau pencabutan izin.
(3)
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan
dalam
penyelenggaraan SPKP mempunyai tugas:
a.
memberikan
pertimbangan kepada Direktur Jenderal mengenai aspek teknologi dalam rangka
penyelenggaraan SPKP; dan
b.
melakukan
pengembangan SPKP.
BAB III
PRASARANA DAN SARANA
Pasal 7
(1)
Prasarana SPKP berupa PPKP.
(2)
PPKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.
ruangan yang
cukup memadai untuk meletakan seluruh peralatan dan aktivitas petugas operator
SPKP;
b.
peralatan
server untuk komunikasi dan basis data;
c.
jaringan
koneksi komunikasi data yang aktif selama 24 jam setiap hari;
d.
perangkat
lunak pemantauan dan analisis data SPKP; dan
e.
sumber daya
manusia.
Pasal 8
(1)
Sarana SPKP berupa transmiter SPKP online.
(2)
Transmiter SPKP online
harus memenuhi persyaratan:
a.
kompatibel/terintegrasi
dengan sistem di PPKP;
b.
memiliki
cakupan satelit global;
c.
memiliki
nomor identitas transmiter; dan
d.
dapat
mengirim data posisi kapal setiap 1 (satu) jam sekali secara terus menerus.
BAB IV
PENYEDIA TRANSMITER SPKP ONLINE
Pasal 9
(1)
Direktur Jenderal menerbitkan daftar nama penyedia transmiter SPKP online.
(2)
Penyedia transmiter SPKP online
untuk dapat terdaftar sebagai penyedia
transmiter SPKP online
harus mengajukan permohonan kepada
Direktur Jenderal dengan melampirkan:
a.
fotokopi akte
pendirian perusahaan;
b.
fotokopi
Surat Keterangan dari Menteri Komunikasi dan Informatika
Republik
Indonesia tentang:
1)
Surat Keterangan Izin Penyelenggaraan Jasa Teleponi Dasar; dan
2)
Surat Keterangan Izin Hak Labuh;
c.
fotokopi Surat Keterangan Izin Stasiun Radio (ISR) dari Direktur Jenderal Pos
dan Telekomunikasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia;
dan
d.
surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan:
1)
menjamin
ketersediaan transmiter SPKP online;
2)
memberikan
layanan komunikasi data pemantauan kapal perikanan yang terintegrasi dengan
sistem di PPKP;
3)
menjamin pemasangan transmiter SPKP online; dan
4)
mempunyai pusat layanan pelanggan.
(3)
Direktur Jenderal berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
melakukan penilaian terhadap kelengkapan persyaratan calon penyedia SPKP online dan melakukan uji teknis dan uji lapang
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara
lengkap, yang hasilnya dapat berupa persetujuan atau penolakan.
(4)
Uji teknis dan uji lapang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan
melibatkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan.
(5)
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, maka
Direktur Jenderal dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja memberikan surat
persetujuan sebagai penyedia transmiter SPKP online
dan memasukkan dalam daftar nama penyedia transmiter SPKP online.
(6)
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, maka Direktur
Jenderal dalam waktu paling lama 1 (satu) hari kerja memberikan surat penolakan
sebagai penyedia transmiter disertai alasan penolakan dan berkas permohonan
menjadi milik Direktorat Jenderal.
Pasal 10
Direktur
Jenderal bersama dengan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan
Perikanan melakukan evaluasi daftar penyedia transmiter SPKP online setiap tahun.
BAB V
PEMASANGAN DAN AKTIVASI TRANSMITER SISTEM
PEMANTAUAN
KAPAL PERIKANAN ONLINE
Pasal 11
Setiap
kapal perikanan dengan ukuran > 30 GT yang beroperasi di WPP-NRI atau di
laut lepas yang akan mengajukan permohonan SIPI atau SIKPI wajib memasang
transmiter SPKP online.
Pasal 12
(1)
Pemasangan transmiter SPKP online
dilakukan oleh penyedia transmitter SPKP online dan/atau pengguna yang disaksikan oleh
nakhoda dan Pengawas Perikanan yang hasilnya dituangkan dalam lembar pemasangan
transmiter SPKP online.
(2)
Terhadap kapal perikanan yang telah terpasang transmiter SPKP online, berdasarkan lembar pemasangan
transmiter SPKP online
diterbitkan surat keterangan pemasangan
transmiter SPKP online
oleh Pengawas Perikanan.
(3)
Bentuk dan format lembar pemasangan transmiter SPKP online sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
surat keterangan pemasangan transmiter SPKP online sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 13
(1)
Setiap kapal perikanan dengan ukuran >30 GT yang beroperasi di WPPNRI atau
di laut lepas wajib mengaktifkan transmiter SPKP online.
(2)
Bukti bahwa kapal perikanan telah mengaktifkan transmiter SPKP online diterbitkan SKAT.
Pasal 14
(1)
SKAT diterbitkan oleh Direktur Jenderal yang dalam pelaksanaannya dilakukan
oleh Direktur Pemantauan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dan Pengembangan
Infrastruktur Pengawasan.
(2)
SKAT berlaku selama 1 (satu) tahun.
Pasal 15
(1)
Pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan perikanan untuk memperoleh SKAT harus
mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan:
a.
fotokopi SIPI
atau SIKPI;
b.
fotokopi
bukti pembayaran airtime
fee SPKP online,
selama 1 (satu) tahun;
c.
lembar
pemasangan transmiter SPKP online; dan
d.
fotokopi
identitas pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan perikanan.
(2)
Direktur Jenderal berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melakukan penilaian terhadap kelengkapan persyaratan dan melakukan pemantauan
terhadap keaktifan transmiter SPKP online paling
lama 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap, yang
hasilnya dapat berupa persetujuan atau penolakan.
(3)
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, paling lama
1 (satu) hari kerja Direktur Jenderal menerbitkan SKAT.
(4)
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, paling lama 1
(satu) hari kerja Direktur Jenderal menerbitkan surat penolakan dengan disertai
alasan dan berkas permohonan menjadi milik Direktorat Jenderal.
(5)
Bentuk dan format SKAT sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB VI
PERUBAHAN, PERPANJANGAN, DAN PENGGANTIAN
SKAT
Pasal 16
(1)
Perubahan SKAT dilakukan apabila:
a.
terjadi
penggantian transmiter SPKP online
dan/atau perubahan nomor identitas
transmiter SPKP online; dan/atau
b.
terjadi
perubahan SIPI atau SIKPI.
(2)
Pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan perikanan yang akan melakukan
perubahan SKAT harus mengajukan permohonan kepada
Direktur
Jenderal dengan melampirkan:
a.
untuk
perubahan SKAT karena terjadi penggantian transmiter SPKP online dan/atau perubahan nomor identitas
transmiter SPKP online, berupa SKAT yang akan dilakukan
perubahan dan surat keterangan dari penyedia transmiter SPKP online tentang penggantian transmitter SPKP online atau tentang perubahan nomor identitas
transmiter SPKP online; atau
b.
untuk
perubahan SKAT karena terjadi perubahan SIPI atau SIKPI, berupa SKAT yang akan
dilakukan perubahan dan fotokopi SIPI atau SIKPI yang dilakukan perubahan.
(3)
Direktur Jenderal berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
melakukan penilaian terhadap kelengkapan persyaratan dan melakukan pemantauan
terhadap keaktifan transmiter SPKP online paling
lama 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap, yang
hasilnya dapat berupa persetujuan atau penolakan.
(4)
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, paling lama
1 (satu) hari kerja Direktur Jenderal menerbitkan SKAT perubahan.
(5)
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, paling lama 1
(satu) hari kerja Direktur Jenderal menerbitkan surat penolakan disertai alasan
dan berkas permohonan menjadi milik Direktorat Jenderal.
Pasal 17
(1)
Perpanjangan SKAT dapat diajukan 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku SKAT
habis.
(2)
Pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan perikanan yang akan melakukan
perpanjangan SKAT melaporkan kepada Pengawas untuk dilakukan pemeriksaan
transmiter SPKP online
yang hasilnya dituangkan dalam Lembar
Pemeriksaan Transmiter SPKP online
dan disaksikan oleh nakhoda.
(3)
Bentuk dan format lembar pemeriksaan transmiter SPKP online sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 18
(1)
Pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan perikanan yang akan melakukan
perpanjangan SKAT harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan
melampirkan:
a.
fotokopi
SKAT;
b.
fotokopi
bukti pembayaran airtime
fee untuk SPKP online selama 1 (satu) tahun;
c.
lembar
pemeriksaan transmiter SPKP online;
dan
d.
fotokopi SIPI
atau SIKPI.
(2)
Direktur Jenderal berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
melakukan penilaian terhadap kelengkapan persyaratan dan melakukan pemantauan
terhadap keaktifan transmiter SPKP online
paling lama 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap,
yang hasilnya dapat berupa persetujuan atau penolakan.
(3)
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan lengkap dan
disetujui, paling lama 1 (satu) hari kerja Direktur Jenderal menerbitkan SKAT.
(4)
Dalam hal permohonan perpanjangan SKAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditolak, paling lama 1 (satu) hari kerja Direktur Jenderal menerbitkan surat
penolakan disertai alasan dan berkas permohonan menjadi milik Direktorat
Jenderal.
(5)
SKAT perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku selama 1 (satu)
tahun terhitung sejak berakhirnya masa berlaku SKAT sebelumnya.
(6)
Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak berakhirnya masa berlaku SKAT
tidak dilakukan perpanjangan, maka ketentuan perpanjangan SKAT diberlakukan
sama dengan ketentuan penerbitan SKAT baru.
Pasal 19
(1)
Penggantian SKAT dilakukan apabila SKAT asli rusak atau hilang.
(2)
Pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan perikanan yang akan melakukan
penggantian SKAT harus mengajukan permohonan kepada
Direktur
Jenderal dengan melampirkan:
a.
SKAT asli,
untuk SKAT yang rusak; atau
b.
surat
keterangan hilang dari kepolisian, untuk SKAT yang hilang.
(3)
Direktur Jenderal menerbitkan SKAT pengganti paling lama 2 (dua) hari kerja
setelah permohonan penggantian SKAT diterima secara lengkap dan transmiter SPKP
online telah terpantau di PPKP.
BAB VII
HAK DAN KEWAJIBAN PENGGUNA TRANSMITER SPKP
ONLINE
Pasal 20
(1)
Pengguna transmiter SPKP online
berhak:
a.
mengajukan
layanan akses pemantauan kapal perikanan miliknya dan/atau yang menjadi
tanggung jawabnya melalui website
SPKP kepada pengelola; dan
b.
memperoleh
informasi atas keberadaan kapal perikanan miliknya’ dan/atau yang menjadi
tanggung jawabnya.
(2)
Pengguna transmiter SPKP online
wajib:
a.
mengaktifkan
transmiter SPKP online
secara terus menerus; dan
b.
membawa SKAT
asli pada saat kapal perikanan melakukan kegiatan penangkapan atau pengangkutan
ikan.
Pasal 21
(1)
Pengguna transmiter SPKP online
yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dikenakan sanksi administratif.
(2)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:
a.
peringatan/teguran
tertulis;
b.
pembekuan
SKAT; dan
c.
pencabutan
SKAT.
(3)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Direktur
Jenderal.
Pasal 22
(1)
Sanki administratif berupa peringatan/teguran tertulis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a dikenakan kepada setiap pengguna transmiter
SPKP online yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a.
(2)
Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah peringatan/teguran
tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan, pengguna transmiter
SPKP online tidak memenuhi kewajibannya, dikenakan
sanksi pembekuan SKAT.
(3)
Sanksi administratif berupa pembekuan SKAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (2) huruf b dikenakan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak
sanksi dijatuhkan. (4) Sanksi administratif berupa pencabutan SKAT sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf c dikenakan dalam hal:
a.
jangka waktu
pembekuan SKAT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah berakhir dan pengguna
transmiter SPKP online
tidak melaksanakan kewajibannya; dan/atau
b.
pengguna
transmiter SPKP online
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b.
BAB VIII
KEPEMILIKAN DAN KERAHASIAAN DATA
Pasal 23
(1)
Data kegiatan kapal perikanan yang diperoleh dari hasil pemantauan terhadap
kapal perikanan merupakan data milik Direktorat Jenderal dan bersifat rahasia.
(2)
Pengelola melakukan analisis terhadap data hasil pemantauan kegiatan kapal
perikanan dan hasilnya disampaikan kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap,
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, dan Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan.
(3)
Pihak-pihak yang berkepentingan dapat memperoleh data hasil pemantauan terhadap
kapal perikanan dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan
disertai alasan penggunaannya dan wajib menjamin kerahasiaan data.
BAB IX
EVALUASI
Pasal 24
(1)
Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap hasil pemantauan kapal perikanan
dan pemeriksaan terhadap pengguna transmiter SPKP online yang melakukan pelanggaran.
(2)
Hasil evaluasi dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Menteri setiap bulan dengan
tembusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap dan Direktur Jenderal Perikanan
Budidaya.
Pasal 25
Hasil
evaluasi dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) digunakan
sebagai bahan pertimbangan oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap dan
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya dalam memberikan sanksi administrasi
terhadap kapal perikanan yang melakukan pelanggaran.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26
(1)
SKAT yang telah diterbitkan sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini masih
tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.
(2)
Permohonan baru, perpanjangan, perubahan dan/atau penggantian SKAT online yang telah disampaikan dan dinyatakan
lengkap sebelum ditetapkannnya Peraturan Menteri ini diproses berdasarkan
PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Pada
saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal
Perikanan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal
28
Peraturan
Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Mei 2013
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SHARIF C. SUTARDJO
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 4 Juni 2013
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
AMIR
SYAMSUDIN
BERITA
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 783 MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar