Kamis, 23 Juli 2015

Sistem Pemantauan kapal dgn VSM Mt kuliah PUU

TUGAS MATAKULIAH Peraturan Perundangan Perikanan
Prof. Dr, Ir. Sudirman, MP

SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN
NOMOR 10/PERMEN-KP/2013



OLEH :
IBNU MALKAN HASBI
P3300214005


PROGRAM STUDI ILMU PERIKANAN
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014


                                        I. PENDAHULUAN
            Dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries dinyatakan bahwa dalam pengelolaan perikanan, negara harus menetapkan mekanisme yang efektif untuk Monitoring, Control and Surveillance (MCS) untuk menjamin kepatuhan terhadap upaya konservasi dan pengelolaan perikanan. Negara harus membangun sistem MCS dan menegakkan tindakan yang terkait dengan operasi penangkapan ikan. Pada saat yang sama, pengembangan teknologi baru telah memfasilitasi aktivitas pemantauan jarak jauh terhadap kapal-kapal perikanan, dan pengumpulan data perikanan. Salah satu bentuk penggunaan teknologi berupa Vessel Monitoring Systems atau SPKP, yaitu sistem pemantauan yang dapat memberikan informasi tentang aktivitas kapal perikanan, diharapkan dapat meningkatkan efektivitas MCS.
            Pemanfaatan sumberdaya ikan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, tidak dilaporkan dan tidak diatur atau dikenal sebagai Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing, telah diidentifikasi sebagai hambatan utama tercapainya perikanan yang bertanggung jawab dan merupakan salah satu isu terpenting yang mempengaruhi upaya perlindungan lingkungan laut.
Dampak yang paling nyata dari IUU fishing bagi negara berkembang adalah hilangnya secara langsung nilai tangkapan yang seharusnya diperoleh negara apabila IUU fishing tidak terjadi. Disamping hilangnya Gross Net Product (GNP), juga kehilangan pendapatan negara dari biaya-biaya yang seharusnya dibayarkan oleh pelaku perikanan yang memiliki ijin (misalnya biaya perijinan). Kegiatan perikanan yang  illegal berupa penangkapan ikan tanpa izin di wilayah perairan suatu negara, pelanggaran dari kapal perikanan yang memiliki izin, misalnya beroperasi di daerah tertutup untuk penangkapan, atau menggunakan alat tangkap yang tidak diizinkan, menangkap ikan di daerah penangkapan yang tidak sesuai ijin dan mendarat ikan tidak sesuai dengan pelabuhan pangkalan/pelabuhan muat singgah serta pelaporan data tangkapan dan data lainnya secara tidak benar atau tidak dilaporkan.
Kapal nelayan harus menggunakan sistem monitoring posisi kapal Vessel Monitoring System (VMS) untuk melakukan pengawasan terhadap kapal-kapal penangkapan ikan. Namun, pada kenyataannya sistem yang ada hanya dapat digunakan pada kapal di atas 100 GT. Sedangkan sebagian besar nelayan di Indonesia merupakan nelayan tradisional yang memiliki armada di bawah 30 GT. Selain itu, biaya operasional VMS cukup mahal sehingga sulit dijangkau oleh nelayan tradisional (Nainy, 2010).
Secara umum tujuan pengawasan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Indonesia adalah agar kegiatan penangkapan dan/atau pengangkutan ikan serta pembudidayaan ikan dapat berlangsung secara terus menerus dan berkelanjutan, pemanfaatan sumberdaya ikan dan lahan pembudidayaan ikan dilakukan secara bertanggungjawab, dan tetap terjaga kelestarian sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan dan lingkungannya, sehingga tercipta suatu tertib usaha di bidang perikanan. Adapun fungsi dari pemasangan transmitter SPKP pada kapal perikanan, sebagai salah satu upaya pengawasan dan pengendalian sumber daya perikanan yang berfungsi untuk memantau pergerakan kapal perikanan yang telah memperoleh izin sehingga dapat diketahui apakah kapal tersebut beroperasi pada daerah penangkapan yang telah diberikan atau tidak.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dan dalam rangka keseragaman pola pikir dan pola tindak bagi petugas klarifikasi dalam menindak-lanjuti Hasil Analisa Pergerakan Kapal Perikanan Melalui SPKP sebagai bentuk ketaatan pelaku usaha dalam pelaksanaan operasional kegiatan perikanan, diperlukan Petunjuk Teknis (Juknis) sebagai acuannya agar operasional pengawasan kapal perikanan melalui SPKP dapat dilaksanakan secara optimal.
B. Rumusan Masalah
1. Sistem pemantauan kapal dengan  Vessel Monitoring System (VMS)?
2 .Cara Kerja Vessel Monitoring System?
3. Kelbihan dan kelemahan menggunakan Vassel Monitoring Sistem?
.




II. PEMBAHASAAN
A.   Sistem Pemantauan Kapal
Sistem Pemantauan Kapal Perikanan, (SPKP) adalah salah satu sistem pengawasan kapal perikanan dengan menggunakan peralatan yang telah ditentukan untuk mengetahui pergerakan dan aktifitas kapal perikanan.
Ada tiga komponen dari MCS yang melibatkan teknologi informasi secara khusus yaitu Vessel Monitoring System (VMS) atau yang lebih dikenal dengan sistem pemantauan kapal perikanan berbasis satelit.
Sebuah sistem VMS menggunakan pemancar elektronik, ditempatkan di kapal nelayan, yang mengirimkan informasi tentang posisi kapal untuk aparat penegak hukum melalui satelit.  Hal ini memungkinkan seseorang di darat, pemantauan transmisi tersebut, untuk menentukan apakah kapal berada dalam wilayah yang tertutup.  Sistem VMS ini terdiri dari jaringan sentral pusat kendali pesan elektronik (service centre), modem radio untuk transmisi data di kanal HF dan terminal pesan elektronik yang tersebar di kapal-kapal nelayan dibawah 30 GT.  Jika sistem ini dipasang pada kapal nelayan tradisional, maka para nelayan dapat mengirim pesan kepada pusat kontrol untuk kebutuhan segala informasi.  Pesan yang dikirim dapat berupa informasi posisi, berbagai pesan dan data seperti kadar garam laut, kondisi bahan bakar, suhu air laut, sinyal SOS ataupun pesan tekstual elektronik.  Terdapat beberapa faktor yang terkait dengan pelaksanaan VMS, termasuk berbagai jenis peralatan dan biaya yang terkait, kapal 'kemampuan untuk melakukan VMS, operasi VMS persyaratan, cakupan kapal, dan kolaborasi dengan teknik penegakan tradisional.



B.   Input
 Bahwa sebagai tindak lanjut Pasal 7 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 45 Tahun 2009, telah ditetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan;
Bahwa sesuai dengan perkembangan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga perlu untuk ditinjau kembali;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang
Sistem Pemantauan Kapal Perikanan; Bahwa sebagai tindak lanjut Pasal 7 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, telah ditetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan;
            Pemantauan sebagai suatu “pengendalian” merupakan pencegahan awal ,dapat dengan proses perijinan, verifikasi/pemeriksaan, pengaturan larangan-larangan dan sosialisasi. Pengawasan sebagai suatu “tindakan” merupakan penanganan, pemberian sanksi atas pelanggaran dengan maksud menimbulkan efek jera /menciptakan kehendak menaati aturan.
C.   Proses
Kapal >30 GT wajib memiliki Transmiter SPKP fengan melakukan Permohonan SIPI  (Surat Izin Penangkapan Ikan) &SIKPI Wajib memasang transmiter SPKP Online. Ketika berlayar wajib membawa SKAT mengaktifkan transmiter SPKP yang telah dipasang dibadan Kapal Selama Proses Penangkapan. Kapal akan dipantau dari jauh oleh PPKP (Pusat Pemantauan Kapal Perikanan) apabila melanggar akan ditindaklanjuti. Dan pemantau wajib menjaga rahasia data perusahaan diatas kapal kemudian di evaluasi
D.   Output
`           PERUBAHAN, PERPANJANGAN, DAN PENGGANTIAN SKAT Pasal 16
(1) Perubahan SKAT dilakukan apabila: a. terjadi penggantian transmiter SPKP online dan/atau perubahan nomor identitas transmiter SPKP online; dan/atau
b. terjadi perubahan SIPI atau SIKPI. (2) Pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan perikanan yang akan melakukan perubahan SKAT harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan: a. untuk perubahan SKAT karena terjadi penggantian transmiter SPKP online dan/atau perubahan nomor identitas transmiter SPKP online, berupa SKAT yang akan dilakukan perubahan dan surat keterangan dari penyedia transmiter SPKP online tentang penggantian transmitter SPKP online atau tentang perubahan nomor identitas transmiter SPKP online; atau b. untuk perubahan SKAT karena terjadi perubahan SIPI atau SIKPI, berupa SKAT yang akan dilakukan perubahan dan fotokopi SIPI atau SIKPI yang dilakukan perubahan. (3) Direktur Jenderal berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), melakukan penilaian terhadap kelengkapan persyaratan dan melakukan pemantauan terhadap keaktifan transmiter SPKP online paling lama 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap, yang hasilnya dapat berupa persetujuan atau penolakan. (4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, paling lama 1 (satu) hari kerja Direktur Jenderal menerbitkan SKAT perubahan. (5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, paling lama 1 (satu) hari kerja Direktur Jenderal menerbitkan surat penolakan disertai alasan dan berkas permohonan menjadi milik Direktorat Jenderal. Pasal 17 (1) Perpanjangan SKAT dapat diajukan 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku SKAT habis. (2) Pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan perikanan yang akan melakukan perpanjangan SKAT melaporkan kepada Pengawas untuk dilakukan pemeriksaan transmiter SPKP online yang hasilnya dituangkan dalam Lembar Pemeriksaan Transmiter SPKP online dan disaksikan oleh nakhoda. (3) Bentuk dan format lembar pemeriksaan transmiter SPKP online sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 18 (1) Pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan perikanan yang akan melakukan perpanjangan SKAT harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan: a. fotokopi SKAT; b. fotokopi bukti pembayaran airtime fee untuk SPKP online selama 1 (satu) tahun; c. lembar pemeriksaan transmiter SPKP online; dan d. fotokopi SIPI atau SIKPI. (2) Direktur Jenderal berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), melakukan penilaian terhadap kelengkapan persyaratan dan melakukan pemantauan terhadap keaktifan transmiter SPKP online paling lama 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap, yang hasilnya dapat berupa persetujuan atau penolakan. (3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan lengkap dan disetujui, paling lama 1 (satu) hari kerja Direktur Jenderal menerbitkan SKAT.  (4) Dalam hal permohonan perpanjangan SKAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, paling lama 1 (satu) hari kerja Direktur Jenderal menerbitkan surat penolakan disertai alasan dan berkas permohonan menjadi milik Direktorat Jenderal. (5) SKAT perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku selama 1 (satu) tahun terhitung sejak berakhirnya masa berlaku SKAT sebelumnya. (6) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak berakhirnya masa berlaku SKAT tidak dilakukan perpanjangan, maka ketentuan perpanjangan SKAT diberlakukan sama dengan ketentuan penerbitan SKAT baru Pasal 19 (1) Penggantian SKAT dilakukan apabila SKAT asli rusak atau hilang. (2) Pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan perikanan yang akan melakukan penggantian SKAT harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan: a. SKAT asli, untuk SKAT yang rusak; atau b. surat keterangan hilang dari kepolisian, untuk SKAT yang hilang.(3) Direktur Jenderal menerbitkan SKAT pengganti paling lama 2 (dua) hari kerja setelah permohonan penggantian SKAT diterima secara lengkap dan transmiter SPKP online telah terpantau di PPKP.
E. Dampak
Adapun dampak yang ditimbulkan :
1.    Meningkatkan efektivitas pengelolaan perikanan melalui pemantauan terhadap kapal perikanan;
2.    meningkatkan ketaatan kapal perikanan yang melakukan kegiatanpenangkapan ikan dan/atau pengangkutan ikan terhadap ketentuan
3.    memperoleh data dan informasi tentang kegiatan kapal perikanan dalam rangka pengelolaan perikanan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan
4.    meningkatkan pelaksanaan penegakan hukum di bidang perikanan.



III. Kesimpulan dan Saran
A.   Kesimpulan
Adapun  Kesimpulan dari makalah ini :
1.    Meningkatkan efektivitas pengelolaan perikanan melalui pemantauan terhadap kapal perikanan;
2.    meningkatkan ketaatan kapal perikanan yang melakukan kegiatanpenangkapan ikan dan/atau pengangkutan ikan terhadap ketentuan
3.    memperoleh data dan informasi tentang kegiatan kapal perikanan dalam rangka pengelolaan perikanan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan
B.   Saran
Adapun saran yang diberikan sebagai berikut:
1.    Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap hasil pemantauan kapal perikanan dan pemeriksaan terhadap pengguna transmiter SPKP online yang melakukan pelanggaran.
2.    Perlu pengawasan lebih lanjut untuk mengurangi kegiatan pencurian ikan secara illegal



DAFTAR PUSTAKA
BRKP. 2006. STUDI IMPLEMENTASI DAN PENGEMBANGAN VMS PERIKANAN INDONESIA. Diunduh darihttp://www.risnandarweb.com. Diakses pada tanggal 30 oktober 2013.
Daily, Investor. 2013. Kementerian KP Uji Coba Pesawat Pengintai. Diunduh dari www.p2sdkpkendari.com. Diakses pada tanggal tanggal 30 oktober 2013.
Fajar. 2013. Sistem Pemantauan Kapal-VMS. Diunduh darihttp://blog.sivitas.lipi.go.id/blog.cgi?isiblog&1191316948&&&1036008115&1&1240996556&prak001&1240997595. Diakses pada tanggal tanggal 30 oktober 2013.
Nainy. 2010. Implementasi Software Defined Radio Pada Modem Nirkabel Ad Hoc Untuk Komunikasi Data Vessel Message System ( VMS ). Dunduh darihttp://blog.its.ac.id/nainy09mhseeitsacid/2010/04/24/implementasi-software-defined-radio-pada-modem-nirkabel-ad-hoc-untuk-komunikasi-data-vessel-messaging-system-vmes/. Diakses pada tanggal tanggal 30 oktober 2013.
Trisakti, Bambang. 2004. Model Kontur Kedalaman Dengan Penggabungan Citra Landsat-7 ETM dan Informasi Bathymetri. ITS. Surabaya



Landsat-7 ETM dan Informasi Bathymetri. ITS. Surabaya

PERATURAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10/PERMEN-KP/2013
TENTANG
SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a.    Bahwa sebagai tindak lanjut Pasal 7 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, telah ditetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan;
b.    Bahwa sesuai dengan perkembangan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga perlu untuk ditinjau kembali;
c.    Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan;

Mengingat :
1.    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3260);
2.     Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa 3tentang Hukum Laut Tahun 1982 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 1985, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3319);
3.    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647);
4.    Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);
5.    Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2009 tentang Pengesahan Agreement for the Implementation of the Provisions of the United Nations Conventiom on the Law of the Sea of 10 December 1982 Relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks (Persetujuan Pelaksanaan Ketentuan-Ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tanggal 10 Desember 1982 yang Berkaitan dengan Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan yang Beruaya Terbatas dan Sediaan Ikan yang Beruaya Jauh) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5024);
6.    Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 141);
7.    Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi, Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 142);
8.    Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2007 tentang Perizinan Usaha Pembudidayaan Ikan;
9.    Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan;
10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 668);
11. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 81);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1.    Sistem Pemantauan Kapal Perikanan, yang selanjutnya disingkat SPKP, adalah salah satu sistem pengawasan kapal perikanan dengan menggunakan peralatan yang telah ditentukan untuk mengetahui pergerakan dan aktifitas kapal perikanan.
2.     Kapal Perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan.
3.    Pusat Pemantauan Kapal Perikanan, yang selanjutnya disingkat PPKP, adalah tempat beserta segala sarana dan fasilitas yang ada untuk melakukan pemantauan kapal perikanan yang telah memasang transmiter SPKP online.
4.    Transmiter SPKP online adalah alat yang dipasang dan diaktifkan pada kapal perikanan tertentu yang berfungsi untuk mengirimkan data posisi kapal dan data lainnya dari kapal perikanan secara langsung kepada PPKP dengan bantuan jaringan satelit dalam rangka penyelenggaraan SPKP.
5.    Penyedia SPKP adalah badan hukum penyedia transmiter SPKP online dan jasa komunikasi satelit yang dapat memberikan layanan komunikasi data pemantauan kapal perikanan.
6.    Airtime fee adalah biaya penggunaan fasilitas satelit yang harus dibayar oleh pengguna transmiter SPKP online kepada Penyedia SPKP.
7.    Surat Keterangan Pemasangan Transmiter, yang selanjutnya disingkat SKPT, adalah bukti bahwa transmiter SPKP online telah terpasang diatas kapal perikanan yang ditandatangani oleh Pengawas Perikanan.
8.    Surat Keterangan Aktivasi Transmiter, yang selanjutnya disingkat SKAT, adalah dokumen tertulis yang menyatakan bahwa transmiter SPKP online pada kapal perikanan tertentu telah dipasang, diaktifkan dan dapat dipantau pada PPKP.
9.    Pengawas Perikanan adalah pegawai negeri sipil yang bekerja di bidang perikanan yang diangkat oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
10. Pengguna Transmiter SPKP online adalah orang perseorangan, perusahaan perikanan, Pemerintah, pemerintah daerah, atau perguruan tinggi yang memiliki atau mengoperasikan kapal perikanan yang menggunakan transmiter SPKP online.
11. Perusahaan perikanan adalah perusahaan yang melakukan usaha di bidang perikanan baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
12. Penanggung jawab perusahaan adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perusahaan yang melakukan usaha di bidang perikanan.
13. Pemilik kapal adalah orang perseorangan warga Negara Republik Indonesia yang melakukan usaha perikanan.
14. Surat Izin Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disingkat SIPI, adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIUP.
15. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan, yang selanjutnya disingkat SIKPI, adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan pengangkutan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIUP.
16. Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, yang selanjutnya disingkat WPP-NRI, adalah wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan yang meliputi perairan Indonesia, zona ekonomi eksklusif Indonesia, sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang potensial untuk diusahakan di wilayah Republik Indonesia.
17. Menteri adalah Menteri Kelautan dan Perikanan.
18. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan.
19. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan.

Pasal 2
Tujuan Penyelenggaraan SPKP adalah:
a.    meningkatkan efektivitas pengelolaan perikanan melalui pemantauan terhadap kapal perikanan;
b.    meningkatkan ketaatan kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dan/atau pengangkutan ikan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.    memperoleh data dan informasi tentang kegiatan kapal perikanan dalam rangka pengelolaan perikanan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan; dan
d.    meningkatkan pelaksanaan penegakan hukum di bidang perikanan
Pasal 3
Ruang lingkup pengaturan Peraturan Menteri ini meliputi:
a.    kelembagaan SPKP;
b.    prasarana dan sarana SPKP; dan
c.    penyedia transmiter SPKP online.

BAB II
KELEMBAGAAN
Pasal 4
1)    Kementerian Kelautan dan Perikanan menyelenggarakan SPKP sebagai bagian dari pelaksanaan tugas dan fungsi dalam pengelolaan perikanan.
2)    Menteri melimpahkan kewenangan pengelolaan SPKP kepada Direktur Jenderal.
3)    Direktur Jenderal dalam pengelolaan SPKP berkoordinasi dengan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan.
Pasal 5
Pengelola SPKP mempunyai tugas:
a.    menyediakan dan mengoperasikan SPKP;
b.    menyusun prosedur operasional standar SPKP;
c.    melakukan pemantauan terhadap kapal perikanan;
d.    melakukan pemeriksaan terhadap pengguna transmiter SPKP yang terindikasi melakukan pelanggaran; dan
e.    memberikan rekomendasi kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap dan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya untuk pemberian sanksi administrasi terhadap kapal perikanan yang melakukan pelanggaran berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf d.

Pasal 6
(1) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap dalam penyelenggaraan SPKP mempunyai tugas:
a.    menyampaikan data SIPI dan SIKPI kepada Direktur Jenderal untuk digunakan sebagai basis data SPKP;
b.    menyampaikan data perorangan atau perusahaan perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dalam satu kesatuan armada;
c.    menyampaikan data perorangan atau perusahaan perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dan pengangkutan ikan dalam satu perusahaan; dan
d.    menyampaikan data pembekuan atau pencabutan SIPI dan SIKPI kepada Direktur Jenderal paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal pembekuan atau pencabutan izin.
(2) Direktur Jenderal Perikanan Budidaya dalam penyelenggaraan SPKP
mempunyai tugas:
a.    menyampaikan data SIKPI kepada Direktur Jenderal untuk digunakan sebagai basis data SPKP; dan
b.    menyampaikan data pembekuan atau pencabutan SIKPI kepada Direktur Jenderal paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal pembekuan atau pencabutan izin.
(3) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan
dalam penyelenggaraan SPKP mempunyai tugas:
a.    memberikan pertimbangan kepada Direktur Jenderal mengenai aspek teknologi dalam rangka penyelenggaraan SPKP; dan
b.    melakukan pengembangan SPKP.

BAB III
PRASARANA DAN SARANA
Pasal 7
(1) Prasarana SPKP berupa PPKP.
(2) PPKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.    ruangan yang cukup memadai untuk meletakan seluruh peralatan dan aktivitas petugas operator SPKP;
b.    peralatan server untuk komunikasi dan basis data;
c.    jaringan koneksi komunikasi data yang aktif selama 24 jam setiap hari;
d.    perangkat lunak pemantauan dan analisis data SPKP; dan
e.    sumber daya manusia.

Pasal 8
(1) Sarana SPKP berupa transmiter SPKP online.
(2) Transmiter SPKP online harus memenuhi persyaratan:
a.    kompatibel/terintegrasi dengan sistem di PPKP;
b.    memiliki cakupan satelit global;
c.    memiliki nomor identitas transmiter; dan
d.    dapat mengirim data posisi kapal setiap 1 (satu) jam sekali secara terus menerus.



BAB IV
PENYEDIA TRANSMITER SPKP ONLINE
Pasal 9
(1) Direktur Jenderal menerbitkan daftar nama penyedia transmiter SPKP online.
(2) Penyedia transmiter SPKP online untuk dapat terdaftar sebagai penyedia transmiter SPKP online harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan:
a.    fotokopi akte pendirian perusahaan;
b.    fotokopi Surat Keterangan dari Menteri Komunikasi dan Informatika
Republik Indonesia tentang:
1) Surat Keterangan Izin Penyelenggaraan Jasa Teleponi Dasar; dan
2) Surat Keterangan Izin Hak Labuh;
c. fotokopi Surat Keterangan Izin Stasiun Radio (ISR) dari Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia; dan
d. surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan:
1)    menjamin ketersediaan transmiter SPKP online;
2)    memberikan layanan komunikasi data pemantauan kapal perikanan yang terintegrasi dengan sistem di PPKP;
3)     menjamin pemasangan transmiter SPKP online; dan
4)     mempunyai pusat layanan pelanggan.
(3) Direktur Jenderal berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan penilaian terhadap kelengkapan persyaratan calon penyedia SPKP online dan melakukan uji teknis dan uji lapang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap, yang hasilnya dapat berupa persetujuan atau penolakan.
(4) Uji teknis dan uji lapang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan melibatkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan.
(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, maka Direktur Jenderal dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja memberikan surat persetujuan sebagai penyedia transmiter SPKP online dan memasukkan dalam daftar nama penyedia transmiter SPKP online.
(6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, maka Direktur Jenderal dalam waktu paling lama 1 (satu) hari kerja memberikan surat penolakan sebagai penyedia transmiter disertai alasan penolakan dan berkas permohonan menjadi milik Direktorat Jenderal.

Pasal 10
Direktur Jenderal bersama dengan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan melakukan evaluasi daftar penyedia transmiter SPKP online setiap tahun.

BAB V
PEMASANGAN DAN AKTIVASI TRANSMITER SISTEM PEMANTAUAN
KAPAL PERIKANAN ONLINE
Pasal 11
Setiap kapal perikanan dengan ukuran > 30 GT yang beroperasi di WPP-NRI atau di laut lepas yang akan mengajukan permohonan SIPI atau SIKPI wajib memasang transmiter SPKP online.
Pasal 12
(1) Pemasangan transmiter SPKP online dilakukan oleh penyedia transmitter SPKP online dan/atau pengguna yang disaksikan oleh nakhoda dan Pengawas Perikanan yang hasilnya dituangkan dalam lembar pemasangan transmiter SPKP online.
(2) Terhadap kapal perikanan yang telah terpasang transmiter SPKP online, berdasarkan lembar pemasangan transmiter SPKP online diterbitkan surat keterangan pemasangan transmiter SPKP online oleh Pengawas Perikanan.
(3) Bentuk dan format lembar pemasangan transmiter SPKP online sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan surat keterangan pemasangan transmiter SPKP online sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 13
(1) Setiap kapal perikanan dengan ukuran >30 GT yang beroperasi di WPPNRI atau di laut lepas wajib mengaktifkan transmiter SPKP online.
(2) Bukti bahwa kapal perikanan telah mengaktifkan transmiter SPKP online diterbitkan SKAT.
Pasal 14
(1) SKAT diterbitkan oleh Direktur Jenderal yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Direktur Pemantauan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dan Pengembangan Infrastruktur Pengawasan.
(2) SKAT berlaku selama 1 (satu) tahun.
Pasal 15
(1) Pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan perikanan untuk memperoleh SKAT harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan:
a.    fotokopi SIPI atau SIKPI;
b.    fotokopi bukti pembayaran airtime fee SPKP online, selama 1 (satu) tahun;
c.    lembar pemasangan transmiter SPKP online; dan
d.    fotokopi identitas pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan perikanan.
(2) Direktur Jenderal berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan penilaian terhadap kelengkapan persyaratan dan melakukan pemantauan terhadap keaktifan transmiter SPKP online paling lama 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap, yang hasilnya dapat berupa persetujuan atau penolakan.
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, paling lama 1 (satu) hari kerja Direktur Jenderal menerbitkan SKAT.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, paling lama 1 (satu) hari kerja Direktur Jenderal menerbitkan surat penolakan dengan disertai alasan dan berkas permohonan menjadi milik Direktorat Jenderal.
(5) Bentuk dan format SKAT sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB VI
PERUBAHAN, PERPANJANGAN, DAN PENGGANTIAN SKAT
Pasal 16
(1) Perubahan SKAT dilakukan apabila:
a.    terjadi penggantian transmiter SPKP online dan/atau perubahan nomor identitas transmiter SPKP online; dan/atau
b.    terjadi perubahan SIPI atau SIKPI.
(2) Pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan perikanan yang akan melakukan perubahan SKAT harus mengajukan permohonan kepada
Direktur Jenderal dengan melampirkan:
a.    untuk perubahan SKAT karena terjadi penggantian transmiter SPKP online dan/atau perubahan nomor identitas transmiter SPKP online, berupa SKAT yang akan dilakukan perubahan dan surat keterangan dari penyedia transmiter SPKP online tentang penggantian transmitter SPKP online atau tentang perubahan nomor identitas transmiter SPKP online; atau
b.    untuk perubahan SKAT karena terjadi perubahan SIPI atau SIKPI, berupa SKAT yang akan dilakukan perubahan dan fotokopi SIPI atau SIKPI yang dilakukan perubahan.
(3) Direktur Jenderal berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), melakukan penilaian terhadap kelengkapan persyaratan dan melakukan pemantauan terhadap keaktifan transmiter SPKP online paling lama 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap, yang hasilnya dapat berupa persetujuan atau penolakan.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, paling lama 1 (satu) hari kerja Direktur Jenderal menerbitkan SKAT perubahan.
(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, paling lama 1 (satu) hari kerja Direktur Jenderal menerbitkan surat penolakan disertai alasan dan berkas permohonan menjadi milik Direktorat Jenderal.

Pasal 17
(1) Perpanjangan SKAT dapat diajukan 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku SKAT habis.
(2) Pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan perikanan yang akan melakukan perpanjangan SKAT melaporkan kepada Pengawas untuk dilakukan pemeriksaan transmiter SPKP online yang hasilnya dituangkan dalam Lembar Pemeriksaan Transmiter SPKP online dan disaksikan oleh nakhoda.
(3) Bentuk dan format lembar pemeriksaan transmiter SPKP online sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 18
(1) Pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan perikanan yang akan melakukan perpanjangan SKAT harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan:
a.    fotokopi SKAT;
b.    fotokopi bukti pembayaran airtime fee untuk SPKP online selama 1 (satu) tahun;
c.    lembar pemeriksaan transmiter SPKP online; dan
d.    fotokopi SIPI atau SIKPI.
(2) Direktur Jenderal berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), melakukan penilaian terhadap kelengkapan persyaratan dan melakukan pemantauan terhadap keaktifan transmiter SPKP online paling lama 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya permohonan secara lengkap, yang hasilnya dapat berupa persetujuan atau penolakan.
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan lengkap dan disetujui, paling lama 1 (satu) hari kerja Direktur Jenderal menerbitkan SKAT.
(4) Dalam hal permohonan perpanjangan SKAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, paling lama 1 (satu) hari kerja Direktur Jenderal menerbitkan surat penolakan disertai alasan dan berkas permohonan menjadi milik Direktorat Jenderal.
(5) SKAT perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku selama 1 (satu) tahun terhitung sejak berakhirnya masa berlaku SKAT sebelumnya.
(6) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak berakhirnya masa berlaku SKAT tidak dilakukan perpanjangan, maka ketentuan perpanjangan SKAT diberlakukan sama dengan ketentuan penerbitan SKAT baru.

Pasal 19
(1) Penggantian SKAT dilakukan apabila SKAT asli rusak atau hilang.
(2) Pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan perikanan yang akan melakukan penggantian SKAT harus mengajukan permohonan kepada
Direktur Jenderal dengan melampirkan:
a.    SKAT asli, untuk SKAT yang rusak; atau
b.    surat keterangan hilang dari kepolisian, untuk SKAT yang hilang.
(3) Direktur Jenderal menerbitkan SKAT pengganti paling lama 2 (dua) hari kerja setelah permohonan penggantian SKAT diterima secara lengkap dan transmiter SPKP online telah terpantau di PPKP.

BAB VII
HAK DAN KEWAJIBAN PENGGUNA TRANSMITER SPKP ONLINE
Pasal 20
(1) Pengguna transmiter SPKP online berhak:
a.    mengajukan layanan akses pemantauan kapal perikanan miliknya dan/atau yang menjadi tanggung jawabnya melalui website SPKP kepada pengelola; dan
b.    memperoleh informasi atas keberadaan kapal perikanan miliknya’ dan/atau yang menjadi tanggung jawabnya.
(2) Pengguna transmiter SPKP online wajib:
a.    mengaktifkan transmiter SPKP online secara terus menerus; dan
b.    membawa SKAT asli pada saat kapal perikanan melakukan kegiatan penangkapan atau pengangkutan ikan.




Pasal 21
(1) Pengguna transmiter SPKP online yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dikenakan sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:
a.    peringatan/teguran tertulis;
b.    pembekuan SKAT; dan
c.    pencabutan SKAT.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 22

(1) Sanki administratif berupa peringatan/teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a dikenakan kepada setiap pengguna transmiter SPKP online yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a.
(2) Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah peringatan/teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan, pengguna transmiter SPKP online tidak memenuhi kewajibannya, dikenakan sanksi pembekuan SKAT.
(3) Sanksi administratif berupa pembekuan SKAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b dikenakan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak sanksi dijatuhkan. (4) Sanksi administratif berupa pencabutan SKAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf c dikenakan dalam hal:
a.    jangka waktu pembekuan SKAT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah berakhir dan pengguna transmiter SPKP online tidak melaksanakan kewajibannya; dan/atau
b.    pengguna transmiter SPKP online tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b.

BAB VIII
KEPEMILIKAN DAN KERAHASIAAN DATA
Pasal 23
(1) Data kegiatan kapal perikanan yang diperoleh dari hasil pemantauan terhadap kapal perikanan merupakan data milik Direktorat Jenderal dan bersifat rahasia.
(2) Pengelola melakukan analisis terhadap data hasil pemantauan kegiatan kapal perikanan dan hasilnya disampaikan kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan.
(3) Pihak-pihak yang berkepentingan dapat memperoleh data hasil pemantauan terhadap kapal perikanan dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan disertai alasan penggunaannya dan wajib menjamin kerahasiaan data.
BAB IX
EVALUASI
Pasal 24
(1) Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap hasil pemantauan kapal perikanan dan pemeriksaan terhadap pengguna transmiter SPKP online yang melakukan pelanggaran.
(2) Hasil evaluasi dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  dilaporkan kepada Menteri setiap bulan dengan tembusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap dan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya.

Pasal 25
Hasil evaluasi dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap dan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya dalam memberikan sanksi administrasi terhadap kapal perikanan yang melakukan pelanggaran.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26
(1) SKAT yang telah diterbitkan sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini masih tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.
(2) Permohonan baru, perpanjangan, perubahan dan/atau penggantian SKAT online yang telah disampaikan dan dinyatakan lengkap sebelum ditetapkannnya Peraturan Menteri ini diproses berdasarkan PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 28
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Mei 2013

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SHARIF C. SUTARDJO





Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juni 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.




AMIR SYAMSUDIN


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 783 MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

window.setTimeout(function() { document.body.className = document.body.className.replace('loading', ''); }, 10);