MK. EKOLOGI PERAIRAN LANJUTAN
Kelompok 1
ibnu
malkan hasbi p3300214005
hendra
adinata p3300214011
st
nurul nahdyah p3300214013
yenni
mustafa p3300214021
asep
suparman p3300214023
alpiani p3300214302
alfurkan p3300214305
PROGRAM
STUDI ILMU PERIKANAN
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah pesisir Indonesia
memiliki luasan dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Ekosistem
mangrove merupakan salah satu ekosistem pantai disamping terumbu karang dan
lamun. Secara ekologis hutan mangrove dapat berfungsi sebagai stabilitas atau
keseimbangan ekosistem, sumber unsur hara, sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makan (feeding ground), dan daerah pemijahan (spawning ground). Secara ekonomis
ekosistem mangrove dapat dijadikan sebagai areal budidaya, penangkapan,
ekowisata, sumber bahan pangan (jenis mangrove tertentu), dan sumber kayu bagi
masyarakat. Selain hal tersebut diatas, mangrove merupakan salah satu satu
hutan alamiah yang unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang cukup
tinggi.
Kabupaten Barru
adalah salah satu Kabupaten yang berada pada pesisir barat Propinsi Sulawesi
Selatan, terletak antara koordinat 40o5'49" - 40o47'35"
lintang selatan dan 119o35'00" - 119o49'16"
bujur timur dengan luas wilayah 1.174.72 km2 berjarak lebih kurang 100 km
sebelah utara Kota Makassar dan 50 km sebelah selatan Kota Parepare dengan
garis pantai sepanjang 78 km. Kabupaten Barru seluas 1.174,72 km2, terbagi
dalam 7 kecamatan, salah satunya Kecamatan Mallusetasi seluas 216,58 km2.
Khususnya untuk kabupaten Barru daerah Perlindungan Laut lebih difokuskan pada
terumbu karang dan mangrove. Pola Pemanfaatan ekosistem mangrove yang selama
ini dilakukan masyarakat berbasis pada kepentingan individu atau kelompok
tertentu seperti konversi hutan mangrove menjadi lahan budidaya tambak dan
pemukiman dan kegiatan eksploitasi lainnya. Hal ini akan berdampak pada fungsi
mangrove secara ekologis maupun ekonomi.
Ekosistem
mangrove bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan
kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur
penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis flora dan fauna yang
bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat
khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi. Jenis-jenis
pohon bakau mempunyai adaptasi perakaran yang berbeda-beda. Pada akar ataupun
batangnya biasa menempel jenis-jenis flora dan fauna kecil. Selain pada akar dan batangnya, flora dan
fauna yang berada di ekosistem mangrove dapat berada di kolom air yang
menggenangi ekosistem tersebut.
B.
Tujuan
dan Kegunaan
Tujuan dari Praktik lapang adalah untuk menganalisa
kondisi ekosistem mangrove di Pantai Desa Bojo Kab. Barru. Sedangkan
kegunaannya agar mahasiswa mengetahui dan terampil dalam menganalisa kondisi
ekosistem mangrove.
II. METODE PRAKTIK LAPANG
A. Waktu dan Tempat
Praktik lapang dilaksanakan pada tanggal 24 - 25 Oktober 2014 di daerah Tambak Universitas Hasanuddin, Desa Bojo Kecamatan Mallusetasi,
Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
B. Bahan dan Alat
Alat dan bahan yang digunakan adalah GPS, tali rafia,
meteran besar, pipa paralon untuk mengambil sedimen. Ayakan bentos, kamera
digital, kantong plastik, mistar ukuran 30 cm, buku identifikasi, kertas dan
pensil untuk mencatat data. Seharusnya untuk mengambil organisme bentik di
dalam transek menggunakan alat khusus seperti plot ataupun skop, tetapi di
lapangan pengambilan makrozoobentos menggunakan tangan dan kayu untuk menggali
substrat.
C. Metode Kerja
Lokasi pembentukan
transek kuadrat berada pada mangrove di sekitar tambak tegak lurus garis pantai.
Pengambilan sampel dilakukan 2 kali pengulangan dengan ukuran transek 5 x 5 m
yang di dalamnya terdapat 5 plot berukuran 1 m2. Adapun data titik
pengambambilan sampel dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1. Titik
Pengambilan Sampel
2
|
1
|
5
|
3
|
4
|
Keterangan:
Stasiun I
1 : 04o
05’ 721’’ LS dan 119o 36’ 545’’ BT
2 : 04o
05’ 718’’ LS dan 119o 36’ 546’’ BT
3: 04o
05’ 720’’ LS dan 119o 36’ 548’’ BT
4. 04o
05’ 722’’ LS dan 119o 36’ 548’’ BT
5. 04o
05’ 119’’ LS dan 119o 36’ 546’’ BT
Stasiun II
1. 04o
05’ 723’’ LS dan 119o 36’ 563’’ BT
2. 04o
05’ 720’’ LS dan 119o 36’ 560’’ BT
3. 04o
05’ 724’’ LS dan 119o 36’ 567’’ BT
4. 04o
05’ 718’’ LS dan 119o 36’ 546’’ BT
5. 04o
05’ 725’’ LS dan 119o 36’ 566’’ BT
a.
Vegetasi Mangrove
Transek kuadrat
berukuran 5 x 5 m menggunakan tali rapia, selanjutnya dilakukan determinasi
setiap jenis tumbuhan mangrove yang ada, menghitung jumlah individu setiap
jenis, dan mengukur lingkar batang setiap pohon mangrove pada setinggi dada
(sekitar 1,3 m).
b.
Organisme Bentik
Untuk sampling
organisme bentik menggunakan plot 1 x 1 m yang diletakkan pada keempat sudut
dan dan tengah transek kuadrat (Gambar 1). Sampel diambil dengan menggunakan pipa
kemudian dilakukan penyaringan untuk pemisahan organisme dengan tanah dan
kotoran lain.
c.
Organisme Epibentik
dan Organisme Perairan
Sampling untuk organisme
epibentik dilakukan dengan cara sampling organisme yang ada di permukaan
substrat, akar, batang, ranting dan daun dalam transek. Sedangkan untuk
organisme perairan dilakukan pengamatan dan wawancara terhadap nelayan di
sekitar lokasi pengamatan.
D.
ANALISIS
DATA
a.
Kerapatan
suatu jenis(K) (ind/Ha) :
Σ individu suatu jenis
K = ---------------------------
Luas petak contoh
b. Kerapatan relative suatu jenis (KR) (%)
K suatu jenis
KR = -------------------- x 100%
K seluruh jenis
c.
Frekuensi
suatu jenis (F) :
Σ Sub petak ditemukan suatu jenis
F =
---------------------------------------------
Σ Seluruh sub petak
contoh
d. Frekuensi relative suatu jenis (FR) (%)
F suatu jenis
FR = -------------------- x 100%
F seluruh jenis
e.
Dominansi
(D) (m2/Ha)
Luas bidang dasar suatu jenis
D = -------------------------------------
Luas petak contoh
f.
Dominansi
Relatif (DR) (%)
D suatu jenis
DR = --------------------- x 100%
D seluruh jenis
g.
Indeks Nilai
Penting (INP) (%)
Untuk tingkat
pohon : INP = KR + FR + DR
Untuk tingkat
semai ; INP = KR +FR
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Vegetasi Mangrove
Jenis mangrove di
lokasi pengamatan transek kuadrat hanya terdiri dari 2 jenis yaitu Rhyzophora mucronata berjumlah
3 pohon dan Rhyzophora stylosa berjumlah 8 pohon. Hasil analisis data
vegetasi mangrove (Lampiran 2) menunjukkan bahwa kondisi mangrove yang ada di lokasi pengamatan, yaitu Rhyzophora mucronata dikategorikan
jarang dan Rhyzophora stylosa dikategorikan sangat padat. Berdasarkan
kriteria baku penentuan kerusakan mangrove berdasarkan kerapatan (Kepmen
Negara Lingkungan Hidup No 201 tahun 2004) mangrove yang ada di lokasi
pengamatan tergolong jarang dengan kerapatan <1000 pohon/Ha dan sangat padat
> 1500 pohon/Ha.
Nilai Penting suatu jenis berkisar antara 0 – 3 (0 – 300%).
Hasil
analisis vegetasi mangrove didapatkan Nilai Penting (Lampiran 2) yang
menunjukkan bahwa pada kawasan tersebut jenis mangrove yang mendominasi dan
memberikan pengaruh/peranan adalah jenis Rhyzophora
stylosa dengan nilai penting 191,8903 (0 – 300%). Jenis Rhyzophora sp
lebih dominan tumbuh di sekitar kawasan pengamatan dibandingkan dengan jenis
mangrove lainnya.
B.
Organisme Bentik
Adapun organisme
bentik yang ditemukan pada lokasi pengamatan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Jenis Organisme Bentik,
Kebiasaan Makan, Tingkatan Tropik yang
Ditemukan di Kawasan Hutan Mangrove Desa Bojo Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru.
No
|
Organisme
|
Kebiasaan Makan
|
Tingkatan Tropik
|
1
|
Cerithidae cingulata
|
Deposif Feeder
|
3
|
2
|
Cerithium asper
|
Deposif Feeder
|
3
|
3
|
Uca sp.
|
Grazer
|
3
|
4
|
Anomalocardia squamosa
|
Filter Feeder
|
3
|
5
|
Nereis sp
|
Filter Feeder
|
3
|
Organisme intertidal di kawasan mangrove didominasi oleh
moluska, jenis-jenis ketam dan beberapa spesies ikan khas. Organisme ini dapat
dibedakan atas dua golongan, yaitu yang menempati lumpur dan yang hidup pada
substrat yang keras seperti pada perakaran pohon-pohon bakau yang berada di
atas lapisan lumpur.
Beberapa organisme bentik yang ditemukan dalam
plot diantaranya: beberapa jenis gastropoda (Cerithidea, Telescopium, Terebralia, Anomalocardia
squamosa), Nereis sp dan crustacea (Uca sp.)
C.
Organisme Epibentik
Adapun organisme
epibentik yang ditemukan pada lokasi pengamatan, dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 2. Jenis Organisme
Epibentik, Kebiasaan Makan, Tingkatan Tropik yang Ditemukan di Kawasan Hutan
Mangrove Desa Bojo Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru
No
|
Organisme
|
Kebiasaan Makan
|
Tingkatan Tropik
|
1
|
Isognomon
ephippium
|
Deposif Feeder
|
3
|
2
|
Nerita Undata
|
Deposif Feeder
|
3
|
3
|
Littorina
|
Deposif Feeder
|
3
|
Beberapa jenis siput yang ditemukan dalam plot pada kawasan
mangrove yaitu Nerita,
Littorina, dan tiram (Crassostrea) hidup melekat pada akar-akar pohon bakau, hingga
ketinggian lebih dari semeter di atas permukaan lumpur.
D.
Jaring Makanan
Ekosistem Mangrove
Beberapa hasil
penelitian menunjukkan betapa pentingnya peran hutan mangrove dalam proses daur
unsur hara. Sukardjo (1995) dalam
Tuwo 2011 menyatakan bahwa tumbuhan mangrove dapat menghasilkan serasah sekitar
13,08 ton per Ha setiap tahun. Sedangkan Nybakken (1988 )dalam Tuwo 2011 menyatakan bahwa tumbuhan mangrove dapat
menghasilkan/ menyumbang 6 -10 ton bahan organik kering per Ha per tahun kepada
ekosistem perairan di bawahnya.
Pada jaring makanan yang langsung bertindak sebagai
produsen adalah tumbuhan mangrove dibantu
oleh penyerapan energi matahari melalui proses fotosintesis kemudian diubah
menjadi energi biomas dalam bentuk daun. Daun kemudian gugur dan diurai oleh bakteri dan jamur (Konsumer tingkat I)
menjadi detritus dan partikel bahan organik. Detritus dan partikel bahan organik kemudian dimakan oleh hewan pemakan
detritus dan penyaring (Konsumer Tingkat II) kemudian selanjuttnya dimakan oleh
berbagai hewan termasuk gastropoda, bivalvia dan crustacea (Konsumer tingkat
III) Selanjutnya untuk
konsumen tingkat IV (empat) terdiri atas
ikan-ikan besar maupun burung–burung pemakan ikan dan molusca lainnya. Pada akhirnya konsumen tingkat IV ini akan mati dan
diuraikan oleh detritus sehingga akan menghasilkan senyawa organic yang bisa
dimanfaatkan oleh tumbuhan mangrove tersebut.
Pada kegiatan
sampling yang dilakukan beberapa jenis organisme yang tergolong kedalam
organisme bentik dan epibentik. Organisme tersebut didominasi oleh
Makrozoobentos. Odum (1994) menyatakan makroinvertebrata air (makrozoobenthos)
memegang peranan penting dalam ekosistem perairan dan menduduki beberapa tingkatan
trofik pada rantai makanan. Adapun jaring makanan pada ekosistem mangrove dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Jaring
makanan ekosistem mangrove
E. Nilai Indeks Penting Ekosistem Mangrove
Indeks Nilai Penting (INP) adalah penjumlahan nilai relatif (RDi),
frekuensi relatif (RFi) dan penutupan relatif (RCi) dari identifikasi
keberadaan ekosistem mangrove. Adapun nilai masing-masing komponen penyusun Indeks Nilai Penting, sebagai berikut :
1. Nilai Kerapatan Relatif
Nilai
kerapatan jenis merupakan jumlah tegakan
jenis ke-i dalam suatu unit/plot. Kerapatan jenis mangrove di stasiun
pengamatan (Lampiran 2) menunjukkan
perbedaan nilai kerapatan relatif (RDi)
masing-masing jenis mangrove di tiap stasiun pengamatan. Jenis mangrove Rhizopora stylosa, memiliki kerapatan yang lebih
tinggi di bandingkan dengan jenis Rhizophora
mucronata.
Perbedaan kerapatan masing-masing
jenis mangrove di stasiun pengamatan, lebih
banyak disebabkan oleh perbedaan laju
pertumbuhan sebagai akibat perbedaan lokasi. (Bengen, 2002).
Pernyataan
tersebut menjelaskan perbedaan kerapatan
masing-masing jenis mangrove di stasiun
pengamatan. Rhizophora stylosa,
memiliki kerapatan relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan Rhizophora mucronata,
disebabkan karena letaknya yang ideal (lebih kearah darat). Keberadaan jenis Rhizopora
ditentukan oleh kondisi lingkungan yang memungkinkan mangrove untuk tumbuh
optimal.
F. Nilai Frekuensi Relatif (RFi)
Nilai
frekuensi jenis adalah perbandingan
antara frekuensi jenis ke-i dengan jumlah frekuensi seluruh jenis (Bengen, 2000). Adapun kerapatan jenis
mangrove di tiap stasiun pengamatan
dapat di lihat pada tabel 1 yang munjukkan bahwasanya penyebaran dan
keberadaan tiap jenis mangrove dapat
ditemukan hampir di tiap petak/plot.
Penyebaran
vegetasi mangrove ditentukan oleh berbagai faktor lingkungan, salah satunya
adalah salinitas (Bengen, 2002) membagi zonasi mangrove menjadi 2 zona. Berdasarkan
zonasi tersebut, Jenis
mangrove pada lokasi pengamatan berada pada Zonasi (air
payau hingga air laut) hal tersebut menunjukkan mangrove jenis Rhizophora stylosa dan Rhizophora
mucronata, yang diidentifikasi.
G. Penutupan Jenis (Ci)
Penutupan
jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis
ke-i dalam suatu unit/plot tertentu. Adapun nilai penutupan masing- masing
jenis mangrove di tiap stasiun pengamatan
(Lampiran 1), menunjukkan mangrove jenis Rhizophora
stylosa memiliki nilai tinggi di bandingkan dengan nilai jenis mangrove Rhizophora mucronata.
Hal ini bahwasanya keberadaan mangrove jenis Rhizophora
stylosa mendominasi
di unit/plot tersebut. Disebabkan oleh kondisi pada lokasi pengamatan, lebih
memberikan kondisi lingkungan yang lebih
baik bagi pertumbuhan mangrove jenis Rhyzophora
stylosa.
Selain disebabkan oleh lokasi yang lebih kearah darat.
Jenis
substrat hutan mangrove pada kedua
stasiun pengamatan tergolong lumpur, memiliki karakteristik antara lain : tanah kering menggumpal tetapi mudah pecah, basah
terasa empuk dan menepung, mudah saling melekat dan membentuk gumpalan-gumpalan keras (Villes dan Spencer, 1995). Pendapat tersebut dipertegas oleh pendapat Supriharyono (2007),
menyatakan bahwa kualitas jenis tanah
ini paling baik karena sangat subur,
kedap air dan sangat baik dibuat pematang tambak. Substrat ini juga dapat mengendalikan tata air dalam tanah berupa
kecepatan infiltrasi, penetrasi dan
kemampuan pengikatan air oleh tanah.
H. Indeks
Nilai Penting (INP)
Indeks
Nilai Penting (INP) adalah penjumlahan nilai relatif (RDi), frekuensi relatif
(RFi) dan penutupan relatif (RCi) dari mangrove (Bengen, 2000). Berikut indeks
nilai penting (INP) masing-masing jenis
mangrove di tiap stasiun pengamatan.
Pengukuran
indeks nilai penting dapat dilihat pada Tabel 1 . indeks Nilai Penting (INP) merefleksikan keberadaan peran (dominansi) dan struktur vegetasi mangrove di suatu lokasi. Berdasarkan hasil perhitungan INP indeks nilai penting
tertinggi terdapat pada lokasi
pengamatan dengan Nilai Penting
suatu jenis berkisar antara 0 – 3(0 –300%), dari
data pengamatan diperoleh nilai penting untuk setiap spesies mangrove (Lampiran
2) sebagai berikut : Rhizopora stylosa
sebesar
191,8903% dan Rhizophora mucronata sebesar 108,1097 %.
Hal ini menunjukkan bahwa spesies Rhizopora stylosa. memberikan pengaruh atau peranan yang mendominasi dalam
komunitas mangrove. Pernyataan diatas dipertegas dengan pendapat (Bengen,
2002) yaitu Tingkat
dominansi (INP) antara 0-300 menunjukan keterwakilan
jenis mangrove yang berperan dalam
ekosistem, sehingga jika INP 300 berarti mangrove memiliki peran yang penting dalam lingkungan pesisir.
Tingginya
nilai indeks penting (INP) pada skala 0
- 300, dari kedua jenis mangrove pada lokasi pengamatan menunjukkan Rhizophora
stylosa berperan cukup tinggi dalam menjaga
keberlangsungan ekosistem. Hal ini
ditunjukkan dengan besarnya nilai RDi, RFi, dan RCi, (Lampiran 2) dari
mangrove jenis Rhizophora stylosa.
Nilai
INP dari tiap jenis mangrove, sangat
tergantung kondisi pertumbuhan mangrove.
Mangrove untuk tumbuh dengan baik,
memerlukan sejumlah faktor pendukung.
Salah satu faktor pendukung utama
dalam pertumbuhan mangrove adalah ketersediaan nutrien atau bahan organik
(Supriharyono, 2007).
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan
pengamatan pada kawasan hutan mangrove Desa Bojo Kecamatan Mallusetasi,
Kabupaten Barru sebagai berikut:
1.
Kerapatan mangrove jenis Rizophora stylosa dikategorikan sangat
padat, sedangkan jenis Rizophora
mucronata dikategorikan jarang.
2.
Mangrove jenis Rizophora stylosa
memberikan peranan yang mendominasi.
3.
Keanekaragaman jenis mangrove
tergolong rendah.
4.
Komunitas lingkungan berdasarkan
indeks kemerataan berada pada kondisi stabil
DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D.G. 2001. Pengenalan
dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove.
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.
Menteri Negara LH. 2004. Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan
Kerusakan Mangrove, Kementrian Negara Lingkungan Hidup
Odum, E. P. 1994. Dasar-dasar
Ekologi. Diterjemahkan dari Fundamental of Ecology oleh T. Samingan.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tuwo, A. 2011. Pengelolaan
Ekowisata Pesisir dan Laut. Brillian Internasional.
Lampiran 1.
Diameter dan Luas Penutupan Rhyzophora mucronata dan Rhyzophora
stylosa di Kawasan Hutan Mangrove Desa Bojo Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru dengan ukuran
plot 5 x 5 m pada 2 stasiun.
No
|
Stasiun
|
Rhyzophora mucronata
|
Rhyzophora stylosa
|
||
Diameter (m)
|
Luas (m)
|
Diameter
(m)
|
Luas (m)
|
||
1
|
1
|
0,8000
|
2,0096
|
0,9000
|
2,5434
|
2
|
1,0000
|
3,1400
|
0,7500
|
1,7663
|
|
3
|
0,8000
|
2,0096
|
|||
4
|
0,7500
|
1,7663
|
|||
1
|
2
|
0,9000
|
2,5434
|
1,0000
|
3,1400
|
2
|
0,8000
|
0,8000
|
2,0096
|
||
3
|
0,8000
|
2,0096
|
|||
4
|
0,8000
|
2,0096
|
|||
Total
|
7,6930
|
17,2543
|
Lampiran 2.
Diameter dan Luas Penutupan Rhyzophora mucronata dan Rhyzophora stylosa di Kawasan Hutan
Mangrove Desa Bojo Kecamatan
Mallusetasi, Kabupaten Barru dengan ukuran plot 5 x 5 m
Spesies
|
ni
|
Kerapatan Jenis
(K) (Ind/Ha)
|
Kerapatan Relatif
Jenis (KR) (%)
|
Frekuensi Jenis
(F)
|
Frekuensi Relatif
Jenis (FR) (%)
|
Dominansi (D) (m2/Ha)
|
Dominansi Relatif
(DR)
|
Indeks Nilai Penting
(INP) (%)
|
Rhyzophora mucronata
|
3
|
600
|
27,2727
|
0,0400
|
50
|
0,1539
|
30,8370
|
108,1097
|
Rhyzophora stylosa
|
8
|
1.600
|
72,7273
|
0,0400
|
50
|
0,3451
|
69,1630
|
191,8903
|
Total
|
11
|
2200
|
100
|
0,08
|
100
|
0,4989
|
100,0000
|
300,0000
|
Lampiran 3. Indeks
Keanekaragaman dan Indeks Kemerataan Rhyzophora mucronata dan Rhyzophora stylosa di Kawasan Hutan
Mangrove Desa Bojo Kecamatan
Mallusetasi, Kabupaten Barru dengan ukuran plot 5 x 5 m
pi
|
pi ln pi
|
Indeks
Keanekaragaman (H')
|
Indeks Kemerataan
|
0,2727
|
-0,3543
|
0,586
|
0,8454
|
0,7273
|
-0,2316
|
||
1,0000
|
-0,5860
|
Lampiran 4. Organisme
Bentik yang Ditemukan di Kawasan Hutan Mangrove Desa Bojo Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru dengan ukuran
plot 5 x 5 m
No
|
Organisme
|
Kebiasaan Makan
|
1
|
Uca sp.
|
|
2
|
Cerithidae
cingulata
|
|
3
|
Anomalocardia
squamosal
|
|
4
|
Nereis sp
|
-
|
No
|
Organisme
|
Kebiasaan Makan
|
5
|
Cerithium asper
|
|
Lampiran 4. Organisme
Bentik yang Ditemukan di Kawasan Hutan Mangrove Desa Bojo Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru dengan ukuran
plot 5 x 5 m
Organisme
|
Gambar
|
|
1
|
Isognomon ephippium
|
|
2
|
Nerita Undata
|
|
No
|
Organisme
|
Gambar
|
3
|
Littorina
|
|
4
|
Terebralia
sulcata
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar