Kamis, 23 Juli 2015

Menganalisa kondisi ekosistem mangrove desa bojo kab. barru Mk ekper lanjutan


LAPORAN PRAKTIK LAPANG
MK. EKOLOGI PERAIRAN LANJUTAN


Kelompok 1

ibnu malkan hasbi                    p3300214005
hendra adinata                         p3300214011
st nurul nahdyah                    p3300214013
yenni mustafa                            p3300214021
asep suparman                           p3300214023
alpiani                                             p3300214302
alfurkan                                       p3300214305













PROGRAM STUDI ILMU PERIKANAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

I. PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Wilayah pesisir Indonesia memiliki luasan dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem pantai disamping terumbu karang dan lamun. Secara ekologis hutan mangrove dapat berfungsi sebagai stabilitas atau keseimbangan ekosistem, sumber unsur hara, sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makan (feeding ground), dan daerah pemijahan (spawning ground). Secara ekonomis ekosistem mangrove dapat dijadikan sebagai areal budidaya, penangkapan, ekowisata, sumber bahan pangan (jenis mangrove tertentu), dan sumber kayu bagi masyarakat. Selain hal tersebut diatas, mangrove merupakan salah satu satu hutan alamiah yang unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang cukup tinggi.
Kabupaten Barru adalah salah satu Kabupaten yang berada pada pesisir barat Propinsi Sulawesi Selatan, terletak antara koordinat 40o5'49" - 40o47'35" lintang selatan dan 119o35'00" - 119o49'16" bujur timur dengan luas wilayah 1.174.72 km2 berjarak lebih kurang 100 km sebelah utara Kota Makassar dan 50 km sebelah selatan Kota Parepare dengan garis pantai sepanjang 78 km. Kabupaten Barru seluas 1.174,72 km2, terbagi dalam 7 kecamatan, salah satunya Kecamatan Mallusetasi seluas 216,58 km2. Khususnya untuk kabupaten Barru daerah Perlindungan Laut lebih difokuskan pada terumbu karang dan mangrove. Pola Pemanfaatan ekosistem mangrove yang selama ini dilakukan masyarakat berbasis pada kepentingan individu atau kelompok tertentu seperti konversi hutan mangrove menjadi lahan budidaya tambak dan pemukiman dan kegiatan eksploitasi lainnya. Hal ini akan berdampak pada fungsi mangrove secara ekologis maupun ekonomi.
Ekosistem mangrove bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis flora dan fauna yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi. Jenis-jenis pohon bakau mempunyai adaptasi perakaran yang berbeda-beda. Pada akar ataupun batangnya biasa menempel jenis-jenis flora dan fauna kecil.  Selain pada akar dan batangnya, flora dan fauna yang berada di ekosistem mangrove dapat berada di kolom air yang menggenangi ekosistem tersebut.
B.  Tujuan dan Kegunaan
Tujuan  dari Praktik lapang adalah untuk menganalisa kondisi ekosistem mangrove di Pantai Desa Bojo Kab. Barru. Sedangkan kegunaannya agar mahasiswa mengetahui dan terampil dalam menganalisa kondisi ekosistem mangrove.













II. METODE PRAKTIK LAPANG
A.  Waktu dan Tempat
Praktik lapang dilaksanakan pada tanggal 24 - 25 Oktober 2014 di daerah Tambak Universitas Hasanuddin, Desa Bojo Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
B.  Bahan dan Alat
Alat dan bahan yang digunakan adalah GPS, tali rafia, meteran besar, pipa paralon untuk mengambil sedimen. Ayakan bentos, kamera digital, kantong plastik, mistar ukuran 30 cm, buku identifikasi, kertas dan pensil untuk mencatat data. Seharusnya untuk mengambil organisme bentik di dalam transek menggunakan alat khusus seperti plot ataupun skop, tetapi di lapangan pengambilan makrozoobentos menggunakan tangan dan kayu untuk menggali substrat.
C.  Metode Kerja
Lokasi pembentukan transek kuadrat berada pada mangrove di sekitar tambak tegak lurus garis pantai. Pengambilan sampel dilakukan 2 kali pengulangan dengan ukuran transek 5 x 5 m yang di dalamnya terdapat 5 plot berukuran 1 m2. Adapun data titik pengambambilan sampel dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1. Titik Pengambilan Sampel
2
1


5

3
4


Keterangan:
Stasiun I
1 : 04o 05’ 721’’ LS dan 119o 36’ 545’’ BT   
2 : 04o 05’ 718’’ LS dan 119o 36’ 546’’ BT
3: 04o 05’ 720’’ LS dan 119o 36’ 548’’ BT
4. 04o 05’ 722’’ LS dan 119o 36’ 548’’ BT
5. 04o 05’ 119’’ LS dan 119o 36’ 546’’ BT
Stasiun II
1. 04o 05’ 723’’ LS dan 119o 36’ 563’’ BT
2. 04o 05’ 720’’ LS dan 119o 36’ 560’’ BT
3. 04o 05’ 724’’ LS dan 119o 36’ 567’’ BT
4. 04o 05’ 718’’ LS dan 119o 36’ 546’’ BT
5. 04o 05’ 725’’ LS dan 119o 36’ 566’’ BT

a.    Vegetasi Mangrove
Transek kuadrat berukuran 5 x 5 m menggunakan tali rapia, selanjutnya dilakukan determinasi setiap jenis tumbuhan mangrove yang ada, menghitung jumlah individu setiap jenis, dan mengukur lingkar batang setiap pohon mangrove pada setinggi dada (sekitar 1,3 m).
b.   Organisme Bentik
Untuk sampling organisme bentik menggunakan plot 1 x 1 m yang diletakkan pada keempat sudut dan dan tengah transek kuadrat (Gambar 1). Sampel diambil dengan menggunakan pipa kemudian dilakukan penyaringan untuk pemisahan organisme dengan tanah dan kotoran lain.
c.    Organisme Epibentik dan Organisme Perairan
Sampling untuk organisme epibentik dilakukan dengan cara sampling organisme yang ada di permukaan substrat, akar, batang, ranting dan daun dalam transek. Sedangkan untuk organisme perairan dilakukan pengamatan dan wawancara terhadap nelayan di sekitar lokasi pengamatan.

D.      ANALISIS DATA
a.      Kerapatan suatu jenis(K) (ind/Ha) :
         Σ individu suatu jenis
K =     ---------------------------
            Luas petak contoh

b.      Kerapatan relative suatu jenis (KR) (%)
 K suatu jenis
             KR = -------------------- x 100%
                        K seluruh jenis

c.       Frekuensi suatu jenis (F) :
Σ Sub petak ditemukan suatu jenis
              F = ---------------------------------------------
                        Σ Seluruh sub petak contoh

d.      Frekuensi relative suatu jenis (FR) (%)
   F suatu jenis
              FR = -------------------- x 100%
                       F seluruh jenis

e.       Dominansi (D) (m2/Ha)
Luas bidang dasar suatu jenis
             D =  -------------------------------------
                        Luas petak contoh

f.       Dominansi Relatif (DR) (%)
 D suatu jenis
            DR = ---------------------  x 100%
                        D seluruh jenis

g.      Indeks Nilai Penting (INP) (%)
Untuk tingkat pohon : INP = KR + FR + DR
Untuk tingkat semai ; INP = KR +FR

HASIL DAN PEMBAHASAN
A.      Vegetasi Mangrove
Jenis mangrove di lokasi pengamatan transek kuadrat hanya terdiri dari 2 jenis yaitu Rhyzophora mucronata berjumlah 3 pohon dan Rhyzophora stylosa berjumlah 8 pohon. Hasil analisis data vegetasi mangrove (Lampiran 2) menunjukkan bahwa kondisi mangrove yang ada di lokasi pengamatan, yaitu  Rhyzophora mucronata dikategorikan jarang dan Rhyzophora stylosa dikategorikan sangat padat. Berdasarkan kriteria baku penentuan kerusakan mangrove berdasarkan kerapatan (Kepmen Negara Lingkungan Hidup No 201 tahun 2004) mangrove yang ada di lokasi pengamatan tergolong jarang dengan kerapatan <1000 pohon/Ha dan sangat padat > 1500 pohon/Ha.
Nilai Penting suatu jenis berkisar antara 0 – 3 (0 – 300%). Hasil analisis vegetasi mangrove didapatkan Nilai Penting (Lampiran 2) yang menunjukkan bahwa pada kawasan tersebut jenis mangrove yang mendominasi dan memberikan pengaruh/peranan adalah jenis Rhyzophora stylosa dengan nilai penting 191,8903 (0 – 300%). Jenis Rhyzophora sp lebih dominan tumbuh di sekitar kawasan pengamatan dibandingkan dengan jenis mangrove lainnya.
B.       Organisme Bentik
Adapun organisme bentik yang ditemukan pada lokasi pengamatan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Jenis Organisme Bentik, Kebiasaan Makan, Tingkatan Tropik yang    Ditemukan di Kawasan Hutan Mangrove Desa Bojo Kecamatan     Mallusetasi, Kabupaten Barru.
No
Organisme
Kebiasaan Makan
Tingkatan Tropik
1
Cerithidae cingulata
Deposif Feeder
3
2
Cerithium asper
Deposif Feeder
3
3
Uca sp.
Grazer
3
4
Anomalocardia squamosa
Filter Feeder
3
5
Nereis sp
Filter Feeder
3
Organisme intertidal di kawasan mangrove didominasi oleh moluska, jenis-jenis ketam dan beberapa spesies ikan khas. Organisme ini dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu yang menempati lumpur dan yang hidup pada substrat yang keras seperti pada perakaran pohon-pohon bakau yang berada di atas lapisan lumpur.
Beberapa organisme bentik yang ditemukan dalam plot diantaranya: beberapa jenis gastropoda (Cerithidea, Telescopium, Terebralia, Anomalocardia squamosa), Nereis sp dan crustacea (Uca sp.)
C.      Organisme Epibentik
Adapun organisme epibentik yang ditemukan pada lokasi pengamatan, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Jenis Organisme Epibentik, Kebiasaan Makan, Tingkatan Tropik yang Ditemukan di Kawasan Hutan Mangrove Desa Bojo Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru
No
Organisme
Kebiasaan Makan
Tingkatan Tropik
1
Isognomon ephippium
Deposif Feeder
3
2
Nerita Undata
Deposif Feeder
3
3
Littorina
Deposif Feeder
3
Beberapa jenis siput yang ditemukan dalam plot pada kawasan mangrove yaitu Nerita, Littorina, dan tiram (Crassostrea) hidup melekat pada akar-akar pohon bakau, hingga ketinggian lebih dari semeter di atas permukaan lumpur.
D.      Jaring Makanan Ekosistem Mangrove
Beberapa hasil penelitian menunjukkan betapa pentingnya peran hutan mangrove dalam proses daur unsur hara. Sukardjo (1995) dalam Tuwo 2011 menyatakan bahwa tumbuhan mangrove dapat menghasilkan serasah sekitar 13,08 ton per Ha setiap tahun. Sedangkan Nybakken (1988 )dalam Tuwo 2011 menyatakan bahwa tumbuhan mangrove dapat menghasilkan/ menyumbang 6 -10 ton bahan organik kering per Ha per tahun kepada ekosistem perairan di bawahnya.
Pada jaring makanan yang langsung bertindak sebagai produsen adalah tumbuhan mangrove dibantu oleh penyerapan energi matahari melalui proses fotosintesis kemudian diubah menjadi energi biomas dalam bentuk daun. Daun kemudian gugur dan diurai oleh bakteri dan jamur (Konsumer tingkat I) menjadi detritus dan partikel bahan organik. Detritus dan partikel bahan organik kemudian dimakan oleh hewan pemakan detritus dan penyaring (Konsumer Tingkat II) kemudian selanjuttnya dimakan oleh berbagai hewan termasuk gastropoda, bivalvia dan crustacea (Konsumer tingkat III) Selanjutnya untuk konsumen tingkat IV (empat) terdiri atas ikan-ikan besar maupun burung–burung pemakan ikan dan molusca lainnya. Pada akhirnya konsumen tingkat IV ini akan mati dan diuraikan oleh detritus sehingga akan menghasilkan senyawa organic yang bisa dimanfaatkan oleh tumbuhan mangrove tersebut.
Pada kegiatan sampling yang dilakukan beberapa jenis organisme yang tergolong kedalam organisme bentik dan epibentik. Organisme tersebut didominasi oleh Makrozoobentos. Odum (1994) menyatakan makroinvertebrata air (makrozoobenthos) memegang peranan penting dalam ekosistem perairan dan menduduki beberapa tingkatan trofik pada rantai makanan. Adapun jaring makanan pada ekosistem mangrove dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Jaring makanan ekosistem mangrove



E. Nilai Indeks Penting Ekosistem Mangrove
Indeks Nilai Penting (INP)  adalah penjumlahan nilai relatif (RDi), frekuensi relatif (RFi) dan penutupan relatif (RCi) dari identifikasi keberadaan  ekosistem mangrove. Adapun nilai  masing-masing komponen penyusun  Indeks Nilai Penting, sebagai berikut :
1.      Nilai Kerapatan Relatif
            Nilai kerapatan jenis merupakan  jumlah tegakan jenis ke-i dalam suatu unit/plot. Kerapatan jenis mangrove di stasiun pengamatan (Lampiran 2) menunjukkan  perbedaan nilai kerapatan relatif (RDi)  masing-masing jenis mangrove di tiap stasiun pengamatan. Jenis  mangrove Rhizopora stylosa, memiliki kerapatan yang lebih tinggi di bandingkan dengan jenis Rhizophora mucronata. Perbedaan kerapatan masing-masing jenis mangrove di stasiun pengamatan, lebih  banyak disebabkan oleh perbedaan laju  pertumbuhan sebagai akibat perbedaan lokasi. (Bengen, 2002).
            Pernyataan tersebut menjelaskan  perbedaan kerapatan masing-masing jenis mangrove di  stasiun pengamatan. Rhizophora stylosa, memiliki kerapatan  relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Rhizophora mucronata, disebabkan karena letaknya yang ideal (lebih kearah darat). Keberadaan jenis Rhizopora ditentukan oleh kondisi lingkungan yang memungkinkan mangrove untuk tumbuh optimal.
F. Nilai Frekuensi Relatif (RFi)
            Nilai frekuensi jenis adalah  perbandingan antara frekuensi jenis ke-i dengan jumlah frekuensi seluruh jenis  (Bengen, 2000). Adapun kerapatan jenis mangrove di tiap stasiun pengamatan  dapat di lihat pada tabel 1 yang munjukkan bahwasanya penyebaran dan keberadaan  tiap jenis mangrove dapat ditemukan  hampir di tiap petak/plot.
            Penyebaran vegetasi mangrove ditentukan oleh berbagai faktor lingkungan, salah satunya adalah salinitas (Bengen, 2002) membagi zonasi mangrove menjadi 2 zona. Berdasarkan zonasi tersebut, Jenis mangrove pada lokasi pengamatan berada pada Zonasi (air payau hingga air laut) hal tersebut menunjukkan mangrove jenis Rhizophora stylosa dan Rhizophora mucronata, yang diidentifikasi.
G. Penutupan Jenis (Ci)
      Penutupan jenis (Ci) adalah luas  penutupan jenis ke-i dalam suatu unit/plot tertentu. Adapun nilai penutupan masing- masing jenis mangrove di tiap stasiun pengamatan  (Lampiran 1), menunjukkan mangrove jenis Rhizophora stylosa memiliki  nilai tinggi di bandingkan dengan  nilai jenis mangrove Rhizophora mucronata.
Hal ini bahwasanya keberadaan  mangrove jenis  Rhizophora stylosa mendominasi di unit/plot tersebut. Disebabkan oleh kondisi pada lokasi pengamatan, lebih memberikan  kondisi lingkungan yang lebih baik bagi pertumbuhan mangrove jenis Rhyzophora stylosa. Selain disebabkan oleh lokasi yang lebih kearah darat.
Jenis substrat hutan mangrove  pada kedua stasiun pengamatan tergolong lumpur, memiliki karakteristik antara lain :  tanah kering menggumpal tetapi mudah pecah, basah terasa empuk dan menepung, mudah saling melekat dan membentuk  gumpalan-gumpalan keras (Villes dan  Spencer, 1995). Pendapat tersebut  dipertegas oleh pendapat Supriharyono (2007), menyatakan bahwa kualitas jenis  tanah ini paling baik karena sangat subur,  kedap air dan sangat baik dibuat pematang  tambak. Substrat ini juga dapat  mengendalikan tata air dalam tanah berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan  kemampuan pengikatan air oleh tanah.
H. Indeks Nilai Penting (INP)
            Indeks Nilai Penting (INP) adalah penjumlahan nilai relatif (RDi), frekuensi relatif (RFi) dan penutupan relatif (RCi) dari mangrove (Bengen, 2000). Berikut indeks nilai penting (INP) masing-masing  jenis mangrove di tiap stasiun pengamatan.
Pengukuran indeks nilai penting dapat dilihat pada Tabel 1 . indeks Nilai Penting (INP)  merefleksikan keberadaan peran  (dominansi) dan struktur vegetasi  mangrove di suatu lokasi. Berdasarkan  hasil perhitungan INP indeks nilai penting tertinggi terdapat pada  lokasi pengamatan dengan Nilai Penting suatu jenis berkisar antara 0 – 3(0 –300%), dari data pengamatan diperoleh nilai penting untuk setiap spesies mangrove (Lampiran 2) sebagai berikut : Rhizopora stylosa sebesar 191,8903% dan Rhizophora mucronata sebesar 108,1097 %. Hal ini menunjukkan bahwa spesies Rhizopora stylosa. memberikan pengaruh atau peranan yang mendominasi dalam komunitas mangrove. Pernyataan diatas dipertegas dengan pendapat (Bengen, 2002) yaitu Tingkat dominansi (INP) antara  0-300 menunjukan keterwakilan jenis  mangrove yang berperan dalam ekosistem, sehingga jika INP 300 berarti mangrove  memiliki peran yang penting dalam  lingkungan pesisir.
            Tingginya nilai indeks penting  (INP) pada skala 0 - 300, dari kedua jenis mangrove pada lokasi pengamatan menunjukkan  Rhizophora stylosa berperan cukup tinggi dalam menjaga  keberlangsungan ekosistem. Hal ini  ditunjukkan dengan besarnya nilai RDi, RFi, dan RCi, (Lampiran 2) dari mangrove jenis Rhizophora stylosa.
            Nilai INP dari tiap jenis  mangrove, sangat tergantung kondisi  pertumbuhan mangrove. Mangrove untuk  tumbuh dengan baik, memerlukan  sejumlah faktor pendukung. Salah satu  faktor pendukung utama dalam  pertumbuhan mangrove adalah  ketersediaan nutrien atau bahan organik (Supriharyono, 2007).
















KESIMPULAN
Adapun kesimpulan pengamatan pada kawasan hutan mangrove Desa Bojo Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru sebagai berikut:
1.        Kerapatan mangrove jenis Rizophora stylosa dikategorikan sangat padat, sedangkan jenis Rizophora mucronata dikategorikan jarang.  
2.        Mangrove jenis Rizophora stylosa memberikan peranan yang mendominasi.
3.        Keanekaragaman jenis mangrove tergolong rendah.
4.        Komunitas lingkungan berdasarkan indeks kemerataan berada pada kondisi stabil




















DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D.G. 2001. Pengenalan dan Pengelolaan  Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.
Menteri Negara LH. 2004. Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove, Kementrian Negara Lingkungan Hidup
Odum, E. P. 1994.  Dasar-dasar Ekologi.  Diterjemahkan dari  Fundamental of Ecology oleh T. Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Brillian Internasional.


Lampiran 1. Diameter dan Luas Penutupan Rhyzophora mucronata dan Rhyzophora stylosa di Kawasan Hutan Mangrove Desa Bojo Kecamatan  Mallusetasi, Kabupaten Barru dengan ukuran plot 5 x 5 m pada 2 stasiun.

No
Stasiun
Rhyzophora mucronata
Rhyzophora stylosa
Diameter (m)
Luas (m)
Diameter (m)
Luas (m)
1
1
0,8000
2,0096
0,9000
2,5434
2
1,0000
3,1400
0,7500
1,7663
3
0,8000
2,0096
4
0,7500
1,7663
1
2
0,9000
2,5434
1,0000
3,1400
2
0,8000
0,8000
2,0096
3
0,8000
2,0096
4
0,8000
2,0096
Total
7,6930
17,2543






Lampiran 2. Diameter dan Luas Penutupan Rhyzophora mucronata dan Rhyzophora stylosa di Kawasan Hutan Mangrove Desa Bojo Kecamatan  Mallusetasi, Kabupaten Barru dengan ukuran plot 5 x 5 m

Spesies
ni
Kerapatan Jenis
(K) (Ind/Ha)
Kerapatan Relatif Jenis (KR) (%)
Frekuensi Jenis
(F)
Frekuensi Relatif Jenis (FR) (%)
Dominansi (D) (m2/Ha)
Dominansi Relatif
(DR)
Indeks Nilai Penting
(INP) (%)
Rhyzophora mucronata
3
600
27,2727
0,0400
50
0,1539
30,8370
108,1097
Rhyzophora stylosa
8
1.600
72,7273
0,0400
50
0,3451
69,1630
191,8903
Total
11
2200
100
0,08
100
0,4989
100,0000
300,0000


Lampiran 3. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Kemerataan Rhyzophora mucronata dan Rhyzophora stylosa di Kawasan Hutan Mangrove Desa Bojo Kecamatan  Mallusetasi, Kabupaten Barru dengan ukuran plot 5 x 5 m

pi
pi ln pi
Indeks Keanekaragaman (H')
Indeks Kemerataan
0,2727
-0,3543
0,586
0,8454
0,7273
-0,2316
1,0000
-0,5860







Lampiran 4. Organisme Bentik yang Ditemukan di Kawasan Hutan Mangrove Desa Bojo Kecamatan  Mallusetasi, Kabupaten Barru dengan ukuran plot 5 x 5 m

No
Organisme
Kebiasaan Makan
1
Uca sp.
2
Cerithidae cingulata
3
Anomalocardia squamosal
4
Nereis sp



-


No
Organisme
Kebiasaan Makan
5
Cerithium asper


Lampiran 4. Organisme Bentik yang Ditemukan di Kawasan Hutan Mangrove Desa Bojo Kecamatan  Mallusetasi, Kabupaten Barru dengan ukuran plot 5 x 5 m
Organisme
Gambar
1



Isognomon ephippium

2



Nerita Undata
No
Organisme
Gambar
3



Littorina
4





Terebralia sulcata







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

window.setTimeout(function() { document.body.className = document.body.className.replace('loading', ''); }, 10);